JALUR & MUARA PENGETAHUAN

Suatu
ketika teman saya curhat (seru temanku) bahwa saya tidak suka dengan orang yang
menjadikan saya sebagai muridnya. Dalam tuturnya dia mengatakan saya mau antara
saya dan dia sejajar, sama-sama belajar, berbuat dan berjuang. Setelah itu
temanku terdian beberapa waktu lalu melanjutkan ceritanya “saya tidak suka
sikap dia terhadap saya”. Katanya saya tidak mau banyak mengikuti dia karena
sikapnya yang sok mengatur meski saya tau kalau dia lebih pandai dari saya.
Saya
tidak tau apakah temanku ini merasa cerdas, angkuh atau mungkin karena dia juga
memiliki pengikut yang lebih banyak. Wajar saja kalau seseorang membentengi
diri dengan hal-hal yang dianggapnya tidak sesuai tapi kalau ini terkait dengan
pengetahuan maka kenapa mesti membatasi diri dengan benteng keangkuhan?
Pengetahuan
dan ilmu itu sejatinya tidak memandang dari mana asalnya yang penting bisa
dimanfaatkan untuk kemaslahatan pribadi, keluarga dan masyarakat. Lalu saya
katakan padanya, “saya punya pandangan yang berbeda, dari manapun asalnya saya
akan cari meski dari anak yang jauh lebih mudah, orang yang membeci saya, atau
orang yang dianggap gila oleh orang lain yang penting saya bisa mengambil
hikmah darinya”. Dengan bahasa yang
sederhana yang saya bahasakan padanya, dia mulai sepakat denganku tapi entah
apa yang menjadi hijab dalam batinnya sehingga tetap teguh dengan pernyataanya
yang semula kalau teman saya ini sangat tidak berkenan menerima pengetahuan dan
ilmu dari temannya.

Pernah
ada dua orang pemuda yang memiliki pengetahuan yang sangat tinggi secara teori
dan mereka mengabiskan sebagian besar waktunya untuk belajar. Mereka mengira
bahwa belajar dan mengetahui sankrit
adalah segala-galanya, tapi pengetahuan itu tidak dipraktekkan dan juga mereka
tidak memiliki keterampilan lain dalam hidupnya. Suatu ketika mereka melakukan
perjalan kesuatu tempat di sebelah kampungnya. Dalam perjalanan tersebut mereka
menumpang pada sebuah kapal kecil yang dinahkodai oleh seorang pemilik kapal. Dua
orang pemuda tersebut dengan sombongnya bertanya pada bandega yang mengemudi
kapal tersebut, tidakkah engkau pernah sekolah? Tidak tuan, kata bendega itu
dengan lemah lembut.
Pemuda
yang bertanya tersebut menyambung, alangkah malangnya! Engkau menghabiskan
seperempat hidupmu. Lalu pemuda yang lain juga bertanya dengan senang hati dan
penuh kebanggaan, ia berkata “bendega, engkau tidak belajar dan tidak juga
sekolah. “Sekarang tidakkah engkau pernah membaca sesuatu?” Bendega itu
terperanjat dengan pembicaraan tersebut. Ia berkata, “Tuan, hal apa yang bisa
diharapkan hanya mempelajari buku-buku, “bila ia buta huruf”? bendega itu
merasa terhina. Tiba-tiba ia melihat sebuah lubang di dalam kapal dan air masuk
dedalam celahnya. Ia bertanya kepada pemuda itu, “apakah tuan-tuan bisa
berenang?”
“tidak”,
kata kedua pemuda tersebut. Lalu bendega mengatakan engkau telah menghabiskan
seluruh hidupmu. Kapal kita akan tenggelam, dan pemuda tersebut tenggelam
karena tidak tau berenang.
Mari kita menghargai orang dengan
kemampuannya walaupun pada strata sosial terendah karena mereka punya manfaat
besar.
Comments
Post a Comment
شُكْرًا كَثِرًا
Mohon titip Komentarnya yah!!
وَالسَّلامُ عَليْكُم