Sekolah menengah atas adalah adalah jenjang pendidikan
yang ke-4 kalau dihitung dari tingkat taman kanak-kanak atau tingkat ke-5 kalau
dihitung dari play group. Ciri siswa SMA kalau dilihat dari simbolnya
adalah mengenakan seragam putih abu-abu, tapi kalau dilihat dari gaya
belajarnya, maka metode yang digunakan adalah pedagogik atau sistem belajar
cara dewasa
dimana antara guru dan siswa masing-masing aktif sesuai dengan
tugas dan fungsi masing-masing. Guru bukan lagi sebagai orang yang satu-satunya
sumber pengetahuan untuk siswa, begitupun siswa dituntut untuk aktif di kelas
memberikan sumbangsi pengetahuan yang dimilikinya.
Ada yang menarik untuk pelajar tingkat putih abu-abu
yaitu tingkat tugas yang mulai meningkat dari biasanya. Uniknya adalah,
tuntutan mengerjakan tugas diharapkan mampu memperbaiki kualitas keilmuan dan
kapasitas diri peserta didik. Kesadaran akan perbaikan kualitas dan kapasitas
diri peserta didik ini oleh sebagian orang benar-benar dihayati dan diamalkan
sehingga proses yang dihadapi menjadi mudah meskipun sesekali tugas-tugas
menjadi rintangan untuk mereka, begitupun mereka cenderung meraih apa yang
diingikannya (cita-cita) dengan cara lebih mudah. Sementara sekian banyak orang
menganggap bahwa tugas mereka hanyalah sekedar formalitas untuk sebuah tujuan
akhir yaitu nilai yang memuaskan. Apa jadinya jika harapan seorang guru kepada
siswanya agar mengerjakan tugas lalu tugas itu diabaikan? Sedikit lebih baik
jika tugas yang diberikan oleh guru dilaksanakan walaupun tugas tersebut
dikerjakan oleh orang lain. Tentunya jika ingin mendapatkan kebaikan, sesuatu
harus dilakukan melalui prosedur yang ada.
Soal posrsi, setiap instansi atau perorangan telah
mentukan kadar yang pas untuk konsumen atau klien, begitu pula guru telah
memberikan porsi yang pas soal tugas kepada siswa masing-masing. Pernyataan ini
sekaligus menegaskan bahwa guru adalah sosok yang bijaksana sementara siswa
adalah sosok yang setia jika mengikuti apa yang diperintahkan guru. Siswa yang
merasa berat dengan tugas yang diembannya itu wajar, hanya saja memaksakan tugas
selesai dengan cara menjiplak atau Istilah sekarang adalah ”Copy Paste” sedikit
tidak wajar.
Berangkat dari pengalaman, ketika dukuk di bangku
sekolah tingkat SMP dulu, saya juga seringkali tidak mampu mengerjakan tugas
yang diberikan oleh guru dan saya menyikapi hal tersebut dengan minta tolong
kepada orang lain untuk menyelesaikan tugas saya, sesekali saya menjiplak jika
itu terpaksa. Kebiasaan seperti itu sejatinya tidak lagi dilakukan karena tidak
memberi manfaat, tapi justu memperburuk nalar dan mental peserta didik. Hal tersebut
boleh dilakukan dengan catatan terpaksa dan menjiplak karena benar-benar tahu
dan mengerti apa yang diconteknya itu. Masih terkait pengalaman, ketika saya
diminta untuk mengerjakan tugas oleh anak SMA atau teman-teman tingkat Pascasarjana
di kampus, rasanya menolak adalah pilihan terbaik, hanya saja secara full
sepertinya itu kurang wajar (bukan kurang ajar). Saya tau apa yang dipintahnya
adalah pertolongan dari saya, tapi rasanya tidak pas jikalau saya tidak minta
imbalan yaitu, “tolong mengerti dan pahami dan sebisa mungkin sidia juga bisa
mengerjakan tugas tersebut”.
Comments
Post a Comment
شُكْرًا كَثِرًا
Mohon titip Komentarnya yah!!
وَالسَّلامُ عَليْكُم