Kemunduran dan Keruntuhan Dinasti Bani Abbasiyah
Oleh ;
0007.03.30.2012
--------------------------
I.
PENDAHULUAH
A. Latarbelakang
Masalah
Roda kepemimpinan tidak selalu di kendalikan oleh
orang atau sekelompok orang. Oleh karena
itu, sering kali terjadi perubahan tatanan dalam suatu kepemimpinan yang
menganggap bahwa perombakan adalah salah satu jalan untuk meraih kesejatian
dalam kepemimpinan tersebut. Juga Wajar bila sering kali terjadi sebuah
pemikiran pada suatu zaman mahsyur, namun pada zaman yang berbeda mengalami
keredupan, atau sebaliknya. Pada periode tertentu dikutuk, pada saat yang lain
dipuja habis-habisan.[1] Kondisi seperti itu
mengisyaratkan bahwa potensi seseorang untuk menjadi yang terbaik adalah suatu
semangat dalam mengarungi roda kehidupan kehidupan. Yang pasti adalah untuk
meraih suatu kebaikan maka juga harus ditempuh melalui jalur yang baik pula.
Agama Islam yang dalam hal ini memberikan corak
kepemimpinan yang disebut sebagai khalifah tentunya memiliki tawaran tersendiri
yang memang dianggap pas untuk menjadi penengah di dunia Islam. Salah satu
potensi yang dimiliki oleh orang-orang Islam yang menjadikan Al-Qur’an sebagai
pedoman adalah, Islam betul-betul mampu menawarkan pemecahan yang damai terhadap
segala penyakir sosial. Kedua, mampu menyediakan kesempatan dalam spectrum yang
luas bagi aktivis sosial muslim, yang ketiga adalah mampu membangun ikatan
kemanusiaan yang mungkin belum pernah ada sebelumnya.[2] Gambaran tersebut tentunya
mengisyaratkan bahwa bangunan kekuasaan dalam hal ini (dapat dikonotasikan
sebagai kepemimpinan) akan berjalan lancar ketika mengupayakan tiga potensi
sebagaimana diuraikan di atas. Sebaliknya, jika mengupayakan suatu bangunan (kepemimpinan)
yang tidak berdasar pada konsep Islam (salah satunya adalah taqwa) maka akan
terjadi keruntuhan, bahkan kebinasaan yang menghinakan. Hal ini telah Allah
wahyukan di dalam Al-Qur’an sebagaimana terdapat dalam Q.S At-Taubah 9 : 109
berikut:
ô`yJsùr& [¢r& ¼çmuZ»uø^ç/ 4n?tã 3uqø)s? ÆÏB «!$# AbºuqôÊÍur îöyz Pr& ô`¨B }§¢r& ¼çmuZ»uø^ç/ 4n?tã $xÿx© >$ãã_ 9$yd u$pk÷X$$sù ¾ÏmÎ/ Îû Í$tR tL©èygy_ 3
ª!$#ur w Ïöku tPöqs)ø9$# úüÏJÎ=»©à9$# ÇÊÉÒÈ
Terjemahnya : Maka apakah orang-orang yang mendirikan bangunan
(mesjid) di atas dasar taqwa kepada Allah dan keridhaan-(Nya) itu yang baik,
ataukah orang-orang yang mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh,
lalu (bangunan) itu roboh bersama-sama dengan dia ke dalam neraka jahannam?.
dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang- orang yang zalim.[3]
Dalam Sejarah Peradaban Islam tercatat bahwa telah
terjadi beberapa kali pergantian kepemimpinan Islam, ada yang digantikan Karena
memang dianggap sudah sewajarnya digantikan misalnya Khalifah Abu Bakar yang meminta untuk digantikan karena kondisi
kesehatannya yang sudah tidak lagi memungkinkan untuk memimpin umat Islam.[4] Sementara itu ada Khalifah
yang wafat kerena dibunuh, serta dinasti ada yang runtuh karena ada dinasti
lain yang kuat untuk membangun gerakatan kolektif[5]. Kondisi tersebut
sekaligus menjawab bahwa tidak ada kekuasaan yang total dan abadi pada suatu
kepemimpinan dinasti melainkan akan berangkat dari kondisi yang standar lalu
meningkat hingga pada puncaknya. Entah puncak kejayaan biasa-biasa saja atau
luar biasa tapi sesuatu yang pasti adalah bahwa akan terjadi penurunan setelah
mencapai pucak untuk perjalanan roda kepemimpinan.
Daulat Bani Abbas yang terbentuk pada tahun 132 H (750
M) s.d. 656 H (1258 M) juga berangkat dari dasar lalu menciptakan pola
pembangunan bangsa hingga mencapai puncak kejayaannya. Lalu pada babakan
selanjutnya mengalami kemunduran hingga mengalami keruntuhan. Yang menjadi
pertanyaan adalah mengapa terjadi kemuduran peradaban dunia Islam pada Masa
Dinasti Bani Abbasiyah?
B. Permasalahan
Berangkat dari uraian di atas, dapat diangkat suatu
permasalahan yaitu mengapa dunia Islam mengalami kemunduran dalam peradaban
dunia?, agar permasalahan tersebut tidak meluas, maka akan diuraikan sub
permasalahan berikut ini:
1.
Faktor-faktor
apa yang menyebabkan terjadinya kemunduran pada Dinasti Bani Abbasiyah
2.
Apa yang
menyebabkan terjadinya keruntuhan pada Dinasti Bani Abbasiyah?
Dua sub permasalahan tersebut diangkat di atas
dianggap dapat menjawab permasalahan tersebut.
II. PEMBAHASAN
A. Faktor Penyebab
Kemunduran Khalifah Bani Abbas
Sejak periode pertama, sebenarnya banyak tantangan dan
gangguan yang dihadapi Dinasti Abbasiyah. Beberapa gerakan politik yang
meronrong pemerintah dan mengganggu stabilitas muncul dimana-mana, baik gerakan
dari kalangan intern Bani Abbas sendiri maupun dari luar. Namun, semuanya dapat
diatasi dengan baik. keberhasilah penguasa Abbasiyah mengatasi gejolak dalam
negeri makin memantapkan posisi dan kedudukan mereka sebagai pemimpin yang
tangguh. Kekuasaan benar-benar berada ditangan khalifah. Keadaan ini sangat
berbeda dengan periode sesudahnya. Setelah periode pertama berlalu, para
khalifah sangat lebah. Mereka berada di bawah pengaruh kekuasaan yang lain.[6]
Perkembangan peradaban dan kebudayaan serta kemajuan besar
yang dicapai dinasti Abbasiyah pada periode pertema telah mendorong para
penguasa untuk hidup mewah, bahkan cenderung mencolok. Setiap khalifak
cenderung ingin lebih mewah dari pendahulunya. Kehidupan mewah
khalifah-khalifah ini ditiru para hartawan dan anak-anak pejabat.kecenderungan
bermewah-mewah, dtambah kelemahan khalifah dan faktor lainnya menyebabkan roda
pemerintahan terganggu dan rakyat menjadi miskin. Kondisi ini member peluang
kepada tentara professional asal Turki yang semula diangkat oleh khalifah Al-Mu’tashim untuk mengambil alih
pemerintahan. Usaha mereka berhasil, sehingga kekuasaan sesungguhnya berada di
tangan mereka, sementara kekuasaan bani Abbas didalam khalifah Abbasiyah yang
didirakannya mulai pudar dan ini merupakan awal dari keruntuhan dinasti ini,
meskipun setelah itu usianya masih bertahan lebih dari 400 tahun.
Faktor lain yang menyebabkan peran politik bani Abbas
menurun adalah perebutan kekuasaan di pusat pemerintahan. Hal ini sebenarnya
juga terjadi pada pemerintahan-perintahan Islam sebelumnya, tetapi apa yang
terjadi pada pemerintahan Abbasiyah berbeda pada pemerintahan sebelumnya.
Bermula dari kebijakan Al-Mu’tashim, khalifah dari
keluarga Abbas (833-842 M) yang memberi peluang besar kepada orang-orang Turki
untuk masuk dalam pemerintahan, pemerintahan mereka dimulai sebagai tentara
pengawal. Tentara dibina secara khusus menjadi prajurit-prajurit professional.
Kondisi pertahanan keamanan yang kokoh tersebut semakin mengundang munculnya
berbagai macam tatangan yang mengganggu stabilitas. Gerakan-gerakan tersebut
seperti gerakan sisa-sisa umaiyah dan kalangan inter Bani Abbas, revolusi
al-Khawarij di Afrika Utara, Gerakan Syi’ah dan konflik antar Bangsa serta
aliran pemikiran keagamaan. Gerakan tersebut merupakan cikal bakal dari
keruntuhan Dinasti Bani Abbasiyah setelah melemahnya kapasitas internal
pemimpin di kubu Bani Abbas.[7]
Dalam suatu referensi, Periode kepemimpinan Bani Abbas
dibagi menjadi dua fase. Fase pembagian ini didasarkan pada Kemajuan dan
keruntuhan Daulat Bani Abbas. Fase pertama ditandai dengan perkembangan Daulat
Bani Abbas, sedangkan fase kedua ditandai dengan masa kemunduran Khalifah Bani
Abbas.[8]
Pandangan di atas sekaligus meggambarkan dinamika
utama yang terjadi pada kepemimpinan khalifah Bani Abbasiyah yang menyebabkan merosot
atau kemunduran pemerintahan ini. Diantara dinamika tersebut, disebutkan bahwa
lemahnya para khalifah dan dominasi kalangan militer terhadap pusat kekuasaan.
Juga disebabkan oleh munculnya negeri-negeri kecil akibat banyaknya pemimpin
yang memisahkan diri dari pusat kekuasaan dan pengakuan khalifah tehadap
kekuasaan mereka, point selanjutnya yang menjadi dinamika adalah munculnya
peradaban-peradaban Islam masa lalu yang dikemas dalam kemewahan dan foya-foya.
Diuraikan juga bahwa adanya pasukan salib yang menyerang kaum muslimin.[9]
Catatan yang mengurai secara ringkas tentang faktor
penyebab kemunduran Dinasti Bani Abbas yaitu faktor internal dimana keluarga
penguasa cenderung mengejar kemewahan hidup, perebutan kekuasaan antara
keluarga Banis Abbasiyah serta adanya konflik keagamaan. Sedangkan faktor
eksternal yaitu banyaknya pemberontakan banyaknya pemberontakan akibatnya
luasnya wilayah kekuasaan yang semakin tidak terkontrol, adannya dominasi
bangsa Turki.[10]
B. Faktor Penyebab
Keruntuhan Khalifah Bani Abbas
Salah satu penyebab keruntuhan atau kehancuran
Pemerintahan Bani Abbas adalah adanya serangan pasukan Mongolia. Akibat dari
serangan pasukan Mongolia ini jugalah yang menyebabkan jatuhnya Kekuasaan
Daulat Bani Abbasiyah.[11] Adapun faktor atau sebab
hancurnya pemerintahan bani Abbasiyah dapat kita lihat pada banyaknya peristiwa
yang terjadi di dunia Silam saat pemerintaha Bani Abbasiyah. Juga melihat
banyaknya wilayah yang memisahkan diri dan memiliki kekuasaan yang besar lalu
hilang eksistensinya. Selain itu, kita melihat bahwa pemerintahan Abbasiyah
mengalami masa jaya dimana kekuasaan sepenuhnya berada dibawa control para
khalifah. Setelah itu, grafik kekuatannya semakin menurun hingga akhirnya
berhasil dihancurkan oleh tentara-tentara Mongolia.[12]
Kalau ditanya, apa sebenarnya yang menyebabkan hancur
dan ambruknya pemerintahan Abbasiyah. Mungkin bisa kita ringkas sebab-sebab
kehancuran pemerintahan Abbasiyah sebagai berikut;
1.
Munculnya
pemberontakan keagamaan seperti pemberontakan Zinj, Gerakan Qaramithah,
Hasyasiyun, Serta Munculnya pemerintahan Ubaidiyah dan kerakan kebatinan.
2.
Adanya dominasi
militer atas khalifah dan kekuasaan mereka sehingga banyak menghinakan dan
merendahkan para khalifah dan rakyat.
3.
Munculnya
kesenangan terhadap materi karena kemudahan hidup yang tersedia saat itu.
4.
Faktor yang
paling berbahaya dan menjadi ancaman terbesar bagi kekuasaan khalifah Bani
Abbasiya adalah karena mereka telah melupakan salah satu pilar terpenting dari
Rukun Islam, yakni Jihad. Andaikata mereka mengarahkan potensi dan energi umat
untuk melawan orang-orag salib, tidak akan muncul pemberontakan-pemberontakan
yang muncul didalam negeri yang ujungnya hanya mengghancurkan pemerintahan
Abbasiyah.
5.
Munculnya
serangan orang-orang Mongolia yang mengakhiri semua perjalanan pemerintahan
Bani Abbasiyah.
Disintegrasi akibat kebijakan untuk lebih mengutamakan
pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam darpada politik, provinsi-provinsi
tertentu di Pinggiran mulai melepaskan diri dari genggaman penguasa Bani
Abbasiyah. Mereka tidak sekedar memisahkan diri dari kekuasaan khalifah, tetapi
memberontak dan berusaha merebut pusat kekuasaan di bagdad. Hal ini
dimanfaatkan oleh pihak luar dan banyak mengobankan umat, yang berarti juga
menghancurkan sumber daya mannusia.[13]
III. PENUTUP
Demikianlah makalah ini dibuat untuk menguraikan
beberapa data penting terkait Faktor Kemundurah dan Kehancuran Khalifah Bani
Abbasiyah. Beberapa catatan penting yang menjadi inti dari pembahasan di atas
dapat diuraikan sebagai berikut, yaitu:
1.
Catatan yang
mengurai secara ringkas tentang faktor penyebab kemunduran Dinasti Bani Abbas
yaitu faktor internal dimana keluarga penguasa cenderung mengejar kemewahan
hidup, perebutan kekuasaan antara keluarga Banis Abbasiyah serta adanya konflik
keagamaan. Sedangkan faktor eksternal yaitu banyaknya pemberontakan banyaknya
pemberontakan akibatnya luasnya wilayah kekuasaan yang semakin tidak
terkontrol, adannya dominasi bangsa Turki.
2.
Faktor yang
paling berbahaya dan menjadi ancaman terbesar bagi kekuasaan khalifah Bani
Abbasiya adalah karena mereka telah melupakan salah satu pilar terpenting dari
Rukun Islam, yakni Jihad. Andaikata mereka mengarahkan potensi dan energi umat
untuk melawan orang-orag salib, tidak akan muncul pemberontakan-pemberontakan
yang muncul didalam negeri yang ujungnya hanya mengghancurkan pemerintahan
Abbasiyah. Akhirnya, Munculnya serangan orang-orang Mongolia yang mengakhiri
semua perjalanan pemerintahan Bani
Abbasiyah.
Demikianlah uraian singkat makalah ini, semoga memberi
manfaat untuk kita semua, terutama bagi pribadi penyusun.
IV. DAFTAR PUSTAKA
Kitab Suci Al-Qur’an
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an
dan Terjemahnya (Juz 1 – Juz 30. PT. Karya Toha Putra, Semarang, 2002.
Dedi Supriady, Sejarah
Peradaban Islam, Cet. X, Penerbit Pustaka Setia; Bandung 2008,
Agus Sunyoto, Suluk Abdul Jalil, Perjalanan RuhaniSyaikh
Siti Jenar, Cet. VI; PT LKiS Pelangi Aksara, Yogyakarta. September 2006.
Abdul Rahman Wahid, Islam Tanpa Kekerasan, Cet II;
LKiS, Yogyakarta, Septermber 2000.
Ahmad Al-Usairy,
Sejarah Islam (Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX), Cet.I; Penerbit Akbar
Media, Jakarta, tahun 2010.
Badri Yatim, Sejarah
Peradaban Islam (DIrasah Islamiyah II), Cet. XXIII, Penerbit Rajawali
Press, Jakarta, tahun 2011.
[1] Agus Sunyoto, Suluk Abdul Jalil, Perjalanan RuhaniSyaikh Siti Jenar, Cet. VI; PT
LKiS Pelangi Aksara, Yogyakarta. September 2006. h. v
[2] Abdul Rahman Wahid, Islam Tanpa
Kekerasan, Cet II; LKiS, Yogyakarta, Septermber 2000. h. 7
[3] Kitab Suci Al-Qur’an Departemen
Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan
Terjemahnya (Juz 1 – Juz 30. PT. Karya Toha Putra, Semarang, 2002. H. 274
[4] Dedi Supriady, Sejarah Peradaban Islam, Cet. X, Penerbit Pustaka Setia; Bandung
2008, H. 76
[6] Op. cit. h. 61
[7] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (DIrasah Islamiyah
II), Cet. XXIII, Penerbit Rajawali Press, Jakarta, tahun 2011.
[8] Ahmad Al-Usairy, Sejarah Islam (sejak zaman Nabi Adam hingga Abad kexx), Penerbit
Akramedia, Jakarta Mei 2010. H. 245
[9] Ibid.
[10] Dedi Supriady, Op Cit. h. 137
[11] Ahmad Al-Usairy, Op Cit. h. 245
[13] Dedi Supriadi, Op Cit. h. 140
sangat membantu..!!
ReplyDeletemakasi yah udah berkunjung
ReplyDeletewah bisa jd rujukan ni
ReplyDeleteMakasih atas ilmunya ...bermanfaat bgt..
ReplyDeletemakasih infonya..
ReplyDelete