Skip to main content

Hanya Alasan Kemanusiaan membuat saya ikut Unjuk Rasa,


Sangat beralasan ketika ada orang yang tidak mau melakukan aksi demonstrasi misalnya karena takut mengganggu kegiatan akademik, atau alasan lain yaitu tidak ingin mengganggu aktivitas masyarakat umum karena ikut berpartisipasi pada demonstrasi tersebut.
Kenyataannya memang banyak demonstran yang terbengkalai kegiatan akademisnya (kuliah) yang pada hakikatnya wajib dan merupakan tujuan utama masuk kampus menjadi terganggu, bahkan ada yang harus di Drop Out gara-gara terbiasa ikut berdemonstrasi. Juga menjadi kenyataan bahwa betapa banyak orang yang merasa terganggu akibat dari ulah demonstran yang kerap menutup akses jalan, bahkan ada yang merusak beberapa fasilitas umum secara tidak wajar. Karenanya sekian banyak warga tidak lagi menaruh sikap simpatik pada demonstran, tetapi respon yang datang justru sebaliknya yaitu membantu petugas keamanan untuk membubarkan massa demonstran secara paksa.
Dua kenyataan tersebut di atas melekat pada pelaku demonstran. Itu berarti, jika ada generasi yang sering melakukan aksi demonstrasi, maka kemungkinan dia termasuk orang yang bermasalah secara akademis dan mereka orang yang selalu mengganggu keterbiban umum. Jika diteliti secara cermat, memang kedua point tersebut merupakan akibat dari kebiasaan demonstrasi, namun bisa dipastikan bahwa kajiannya adalah subjektif. Anggapan tersebut tentunya tidak bisa disalahkan namun juga tidak bisa sepenuhnya dibenarkan.
Pertanyaan yang menarik adalah “mengapa banyak demonstran yang rela mengorbankan kuliahnya demi meneriakkan sesuatu (yang harus dibela)?”. Tidakkah mereka memikirkan dampak buruk dari kebiasaan berdemo?, Apakah demo merupakan satu-satunya jalan terakhir yang bisa ditempuh agar keluhan bisa didengarkan?.
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, kiranya penting untuk menguraikan beberapa alasan yang melatarbelakangi munculnya demonstrasi, bisa juga dibahasakan dalam bentuk kalimat yaitu “apa pentingnya demonstrasi untuk sebuah kebijakan?”. Dari pertanyaan tersebut, tentunya jelas bahwa ada masalah yang harus diselesaikan dan jalan yang tepat untuk menyelesaikan persoalan itu adalah mengumpulkan massa untuk meneriakkan ketimpangan pada media massa agar perbuatan tersebut setidaknya bisa diperbaiki oleh pelaku. Berteriak dan memprotes kebijakan timpang ini sengaja dilakukan dijalan agar didengar oleh pihak pembuat kebijakan, meskipun harus ditempuh dengan jalur kekerasan tapi arahnya adalah menginginkan kebaikan dan keseimbangan pada masyarakat.
Berdemo bukanlah masalah tapi bisa berarti amal kebajikan. Sekedar meretas dua anggapan subjektif di atas bahwa dua hal terburuk yang kemungkinan besar melanda pelaku demonstran yaitu urusan akademik dan hubungan masyarakat akan hancur. Justru sebaliknya, berdemo merupakan praktek kuliah yaitu aksi advokasi atau pendampingan masyarakat. Kalau kenyataannya demikian, mengajak massa untuk memprotes kebijakan yang timpang dan mencegak kegiatan brutal merupakan prinsip dakwah islam karena yang demikian itu merupakan amalan “amar ma’ruf dan nahi mungkar”.
Dua pertanyaan di atas akan dijawab secara objektif. Point pertama ialah soal “demonstran yang rela mengorbankan kuliah dan agenda lainnya demi melakukan aksinya”. Mahasiswa rata-rata menjawab bahwa ini merupakan pengabdian pada masyarakat, nasionalisme, patriotisme serta adanya keyakinan bahwa kebenaran dan keadilan harus ditegakkan sehingga kebijakan yang timpang harus di tumpas. Soal bagaimana dampak yang berpotensi besar akan menimpah para demonstran, sebetulnya telah diantisipasi. Anggapan yang selama ini keliru tentang mahasiswa yang terlambat selesai atau kerap merusak fasilitas umum ketika berdemo ternyata tidak demikian, anggapannya ialah di kampus merupakan ajang untuk berkarya sehingga target waktu juga dilakukan secara terencana. Tentang fasilitas umum yang dirusak juga dilakukan karena salah satunya cara agar suara demonstran didengar adalah dengan sedikit anarkis.
Lalu bagaimana dengan meraka yang tidak mau berdemo atau menghindari aksi demonstrasi untu menyuarakan suara rakyat? Hal tersebut bisa dimaklumi ketika mereka memiliki cara efektif selain berdemo secara massal. Anggaplah membuat buku yang berisi kritikan terhadap kebijakan miring oleh seorang penguasa lalu buku tersebut dipublikasikan secara massal. Tentunya menulis artikel juga sangat mendukung untuk menyuarakan kepentingan massa namun jika mereka tinggal diam dan berpangku tangan ketika melihat kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat, maka mereka bisa disebut serupa dengan pengecut, individualisme (mementingkan diri sendiri), atau sebut saja sebagai orang yang tidak punya rasa iba terhadap sesamanya.
Sesungguhnya memang banyak orang yang tidak sepakat kalau mahasiswa tinggal lama (melebihi waktu yang telah diprogram kampus) berdasarkan kalender akademik, juga banyak yang tidak sepakat kalau mahasiswa terpaksa harus merusak beberapa fasilitas umum. Hal tersebut merupakan kenyataan yang kerap terjadi pada mahasiswa yang melakukan aksi demonstrasi. Diakui kalau kedua hal tersebut memiliki kedudukan miring oleh masyarakat yang merasakan/menyaksikan langsung aksi demonstrasi tersebut. Sejatinya, kedua hal tersebut tidak perlu terjadi pada demonstran karena kesan dan nilainya kurang baik untuk masyarakat. Dengan demikian, demonstran sejatinya memperlihatkan prestasi akademik serta amal sholeh berupa aksi advokasi sosial serta mental yang terbaik, melebihi prestasi orang-orang yang tidak terbiasa melakukan aksi demonstrasi.

Comments

Popular posts from this blog

Strategi Kepemimpinan Ali Bin Abu Thalib

BAB I PENDAHULUAN A.       Latarbelakang Masalah Nabi Muhammad saw. Tidak meninggalkan wasiat tentang siapa yang akan menggantikan beliau sebagai pemimpin politik umat Islam setelah beliau wafat. Beliau tampaknya menyerahkan persoalan tersebut kepada kaum Muslimin untuk menentukannya sendiri. Kaena itu, tidak lama setelah beliau wafat; belum lagi jenazahnya dimakamkan, sejumlah tokohMuhajirin dan Ashor Berkumpul dibalai kota   Bani Sa’dah, Madinah.  

Kedudukan Ar-ra'yu sebagai Landasan Hukum Islam

Referensi Pada dasarnya umat Islam yang beriman Kepada Allah swt. Meyakini bahwa Sumber utama Ajaran Islam yaitu Alquran dan Hadis sudah sempurna. Firman Allah dalam Alquran sudah sempurna membahas aturan-aturan, hukum, ilmu pengetahuan (filsafat), kisah, ushul fiqh dan lain-lain. Begitu juga Hadis Rasulullah yang salah satu sifatnya menjadi penjelasan ayat-ayat dalam Alquran. Posisi Hadis adalah penjelas dan sumber kedua setelah Alquran.

Pendidikan Islam Pasca Runtuhnya Bagdad

I.               PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Masalah Kemunduran umat Islam dalam peradabannya terjadi pada sekitar tahun 1250 M. s/d tahun 1500 M.   Kemunduran itu terjadi pada semua bidang terutama dalam bidang Pendidikan Islam. Di dalam Pendidikan Islam kemunduran itu sebagian diyakini karena berasal dari berkembangnya secara meluas pola pemikiran tradisional. Adanya pola itu menyebabkan hilangnya kebebasan berpikir, tertutupnya pintu ijtihad, dan berakibat langsung kepada menjadikan fatwa ulama masa lalu sebagai dogma yang harus diterima secara mutlak (taken for garanted). Saat umat Islam mengalami kemunduran, di dunia   Eropa   malah   sebaliknya   mengalami   kebangkitan   mengejar ketertinggalan mereka, bahkan mampu menyalib akar kemajuan-kemajuan Islam.   Ilmu Pengetahuan dan filsafat   tumbuh   dengan   subur   di   tempat...