Tulisan ini adalah hasil diskusi bersama Pengurus Cabang Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia Cab. Gowa beberapa hari yang lalu. Tema pembahasan
adalah Filsafat Aksiologi kemudian mengangkat pembahasan tentang media terhadap
aktivitas manusia.
Pada Diskusi ini, hanya dihadiri oleh sedikit peserta, namun sumbangsi pemikiran serta gagasan-gagasan kritis banyak yang tercipta melalui forum diskusi ini.
Pada Diskusi ini, hanya dihadiri oleh sedikit peserta, namun sumbangsi pemikiran serta gagasan-gagasan kritis banyak yang tercipta melalui forum diskusi ini.
Pembicara pertama mengangkat tema tentang pembunuhan karakter bangsa
oleh kaum neoliberalisme melalui media. Yang ditekankan adalah buruknya dampak
dari Issue publik yang disalurkan
kemasyarakat umum, khususnya dinegeri ini. Dalam pemaparannya diungkapkan bahwa
gejala sosial yang terjadi tidak lepas dari doktrin pengetahuan yang lebih
dominan terhadap pola hidup masyarakat. Tentunya pandangan pembicara disini
menganggap bahwa penanaman informasi tidak bebas nilai dan juga berarti bahwa
pengetahuan sebetulnya juga demikian, yaitu tidak bebas nilai sehingga butuh
penyaring yang kuat untuk menyeleksi batasan informasi yang bisa diamalkan.
Contoh yang diangkat ialah penanaman ilmu pengetahuan tentang positivisme
yang sebetulnya tidak tepat diberlakukan secara total di Negeri ini. Terkait
dengan doktrin pengetahuan, tentunya kurang tepat jika ini diberikan karena pola
penalaran yang ditanamkan hanyalah yang bersifat rasio sementara menolak
pengetahuan yang bersifat mistik atau di luar rasio. Di negeri ini, etika lebih
penting (apalagi bagi kelompok tradisional) sehingga untuk pengetahuan tidak
bebas dipaparkan jika dilihat secara aksiologi tidak memberikan faedah atau
nilai yang positif untuk masyarakat.
Persolan lain tentang aksiologi ialah budaya atau sikap bangsa asing
yang perlu disaring, termasuk yang ditampilkan melalui film, baik film laga
maupun tayangan-tayangan kartun tentunya sangat merusak karakter generasi
bangsa jika tidak mampu menyaring informasi atau nilai yang beriringan dengan
film tersebut. Pembicara pertama menegaskan bahwa “jangan-jangan film-film
karya Barat merupakan doktrin pengetahuan untuk penjajahan karakter mengingat
pesan-pesan serta dialektika yang dibawakan oleh film-film” dalam tuturnya.
Tentunya sasarannya adalah agar bangsa ini mudah dikuasai Ekonominya.
Pembahasan oleh pemateri pertama sesunggunya lumayan panjang namun tulisan ini
dibatasi karena fokusnya adalah pengaruh media terhadap pembentukan karakter
dan selebihnya dua pembicara masing-masing memiliki uraian yang berbeda tentang
aksiologi, namun fokusnya tetap pada penanaman nilai-nilai oleh kelompok
Neolib.
Pembicara kedua memfokuskan pembahasannya pada bahaya film kartun
seperti Spongebob, Tom & Jerry, Chincan dan lain-lain yang sengaja
diproduksi oleh kelompok Neolib untuk merusak karakter generasi bangsa. Watak
yang diperankan oleh film kartun tersebut semuanya bertentangan dengan karakter
dasar yang ada di Negeri ini, kata pembicara kedua. Karakter tokoh atau aktor
film tersebut akan dipaparkan berikut.
Pembicara ke-dua ini memulai pembicaraannya melalui kritik terhadap 3
film kartun favorit untuk anak-anak maupun remaja yaitu Shinchan, Tom and Jerry
serta Spongebob. Shincan dinilai tidak beretika karena perilakunya yang tidak
sopan terhadap orang tua serta suka terhadap pornografi. Jika ini disaksikan
oleh anak-anak, maka perilakunya akan mendapat pengaruh oleh kebiasaan aktor
yang ditontonnya. Begitupun Tom & Jerry yang menampilkan kekerasan serta
mengubah pola mindset anak-anak bahwa yang jahat sebetulnya adalah kucing
sementara tikus adalah pahlawan yang telah menciptakan suasana damai dalam
komunitasnya. Tentunya ini berbeda dengan realitas di Dunia nyata bahwa
sesunggunya yang merusak adalah Tikus dan biarlah kucing membasmi tikus yang
merusak tatanan hidup manusia, baik tikus secara symbol maupun tikus secara
nyata.
Untuk Spongebob, Pembicara bahkan mengurai lebih jauh watak yang
diperankan oleh masing-masing tokoh dan semuanya bertentangan dengan etika dan
norma yang berlaku di Indonesia. Pemeran Utama adalah Spongebob, tokoh ini
dinilai oleh pembicara sebagai tokoh yang hidupnya hanya untuk menjadi bawahan
(anggota yang selalu ingin diperintah untuk melakukan sesuatu) oleh kaum
pengusaha dan pemodal dan mengikhlaskan hidupnya untuk mengabdi sepanjang
usianya meskipun dengan gaji yang rendah atau bahkan tidak mendapatkan Upah. Spongebob
ini sebenarnya memiliki kekuatan dan kreativitas yang memadai untuk bangkit karena
potensi yang dimilikinya lumayan baik untuk membangun usaha sendiri namun
karena ia bodoh “karena rela dipekerjakan meskipun tanpa upah”, ia juga tidak
menyadari kalau dirinya (Spongebob) diperebutkan oleh dua pengusaha besar
karena potensinya. Saya kira karakter Indonesia sudah banyak yang lebai seperti
yang ditayangkan pada film Spongebob.
Tokoh lain yang sering hadir pada Film Spongebob SqwarePants adalah Squidward,
Patrick, Krabs, Plankton, Shandi, Gary dan lain-lain juga menampilan karakter
yang berbeda. Petrik misalnya adalah sahabat spongebob yang sangat bodoh namun
karena kesetiaannya sehingga ia dianggap baik, padahal sejatinya kesetiaan
hanya boleh dilakukan untuk tujuan kebaikan. Anehnya adalah, petrik rela dengan
ketulusan dan kesetiaannya melihat spongebob diperdaya oleh Krab di CrustyCrab
tempat ia bekerja. Tokoh lain, seperti Shandy menampilkan karakter yang
maskulin meskipun sebenaarnya dia adalah peminin sementara spongebob dan patrik
yang sebenarnya adalah maskulin bersifat seperti peminin dan inilah yang akan
ditiru oleh generasi, terlebih lagi yang suka dengan tayangan terfavorit
tersebut, yaitu spongebob.
Seperti inilah kelompok neoliberalis melakukan pembusukan karakter
terhadap bangsa ini. Tentunya dengan keadaan seperti ini, mereka akan lebih
mudah menjajah bangsa ini karena karakter serta mindset generasi muda di negeri
ini telah dikondisikan jauh sebelumnya.
Comments
Post a Comment
شُكْرًا كَثِرًا
Mohon titip Komentarnya yah!!
وَالسَّلامُ عَليْكُم