Hingga 1 syawal, tema yang paling sering
diperbincangkan oleh pemuda Desa adalah tentang pernikahan saat ada kegiatan
ngumpul. Mungkin karena yang mulai angkat bicara adalah kaum pemuda yang belum
nikah sehingga tema ini menjadi serius dan selalu diperbincangkan.
Meski sesekali
ada yang telah nikah ikut dalam perbincangan namun alur pembicaraan juga
cenderung ikut dengan forum. “Ternyata banyak hal unik terkait dengan
pernikahan”, itu kata mereka yang telah nikah, sementara yang belum nikah juga
memiliki imajinasi ektra tinggi tentang hubungan pernikahan. Beberapa hal yang
menjadi perbincangan dalam forum tersebut akan di uraikan berikut:
Catatan pertama adalah tentang
rasa. Seorang dari forum mengatakan,
tidak usah berbagi tentang cara dan rasa karena nantinya akan ada ekspresi dan
cara masing-masing dalam bergaul (bercinta suami istri). “Mengatur posisi dan
gaya bercinta itu akan muncul dan menghidupkan suasana dengan sendirinya bila
nanti anda telah menikah”, itu kata teman saya yang ikut meramaikan acara
ngumpul tersebut. Masih hal terkait, seorang teman lain bertutur “Enak sekali
rasanya”, lalu dia lanjutkan dengan sebuah pesan “jangan coba bila belum mampu
bertanggung jawab. Penekanan bahasanya yang mengatakan “enaaaaa…k sekaaaali ……….”
Telah memberikan gambaran yang super. Enaknya seperti apa? Saya juga belum tau
tapi setidaknya saya punya imajinasi tentang hal tersebut. ada juga yang mengatakan
“pertama kali rasakan itu, terasa hingga seminggu enaknya.
Catatan kedua adalah tentang
beban moral dan tanggung jawab. Dalam forum tersebut, Juga ada yang
mengatakan berat karena harus memikul tanggung jawab dan beban moral. Hal tersebut
memang dibenarkan oleh budaya, namun berat tentunya jika pekerjaan belum mapan
lantas hasrat untuk menikah telah ada. Istilah yang populer adalah “jika
menikah tanpa kerja, apakah kalian tega memberi makan anak dan istri anda pake
batu?” tentu anda tidak tega. Teori tersebut ternyata dibantah oleh orang yang
berpengalaman. Anti tesa yang lahir adalah “Tentang tanggung jawab, kata orag
yang berpengalaman (telah menjalani ikatan pernikahan) bahwa tanggaung jawab
dan semangat untuk kerja itu akan lahir dengan sendirinya, begitupun rejeki
akan ada dari Tuhan”. Untuk bahasan ini, sama sekali saya tidak punya komentar
dan hanya bisa membenarkan ungkapan mereka semua.
Soal memilih pasangan juga
menjadi pembahasan, ini catatan ketiga. Kebetulan di Desa kami
lumayan mahal untuk mempersiapkan biaya pernikahan. Untuk keluarga sederhana
saja, minimal harus mempersiapkan Rp. 25 Juta untuk membiayai acara mempelai
wanita, belum lagi biaya untuk keluarga mempelai pria. Mungkin bisa dihitung
secara total sekitar Rp. 50 Juta untuk keluarga sederhana. Dari pembahasan ini,
muncul beberapa kesan negatif antara lain, kalau ingin menikah, carilah
diperantauan agar tidak terlalu terkendala dalam hal biaya pernikahan, dengan
nada bercanda, beberapa pemuda yang menikah diperantauan sengaja disinggung,
maksudnya tidak menjatuhkan tapi ingin memberi semangat untuk menjadi lebih
baik. Kesan lain yang agak serupa adalah memilih pasangan dari keluarga tajir
agar bisa mewariskan kekayaan keluarga wanita. Dalam forum ini, ada juga yang
memberi pandangan lain, katanya dibayar mahal itu dilakukan agar “menganggap”
apa yang telah dikorbankan tidak akan disia-siakan. Ini pula yang mengikat
orang untuk tetap setia hingga ajal menjemput.
Beberapa embel-embel yang mesti dipertimbangkan dalam memilih pasangan
hidup juga penting. Ini bahasa saya, tapi
masalah ini juga tidak lepas dari perbincangan di forum yang bebas dan lepas
itu. Kata teman-teman, memilih pasangan itu harus melihat Usia pasangan,
Pendidikan, Pekerjaan, Postur tubuh dan sebagainya. Ini tentunya sedikit
berbeda dengan sunnah Rasul tapi untuk dikampung memang mesti dipertimbangkan
mengingat tuntutan budaya yang demikian kompleks. Imajinasi ini dilontarkan
oleh teman-teman forum versi pribadi masing-masing. Tapi yang saya akan
bahasakan disini adalah versi yang lebih banyak diminati forum. Bahasannya seperti
apa? Ternyata saya menemukan diantara pemuda ingin body yang aduhai, bukan
sekedar dipandang dan dirasa tetapi yang membuat kita selalu teringat padanya
adalah ketika membayangkan body empuk dan sejuk dipandang. Mempertimbangkan usia
pasangan juga harus memiliki hitungan yang detail, pasalnya adalah soal percaya
diri dan keharmonisan rumah tangga, kata seorang teman yang barusan bicara pada
kesempatan lain dan di forum yang berbeda. Selebihnya, memilih pasangan mesti
mempertimbangkan pendidikan dan pekerjaannya. Bukan berarti mencari wanita yang
berpendidikan tinggi sementara pria hanya memiliki pendidikan dasar. Kata salah
satu teman, sejatinya keseimbangan yang diutamakan!, baik usia, pendidikan,
pekerjaan dan sebagainya.
Pandangan pribadi adalah, memutuskan untuk nikah itu
butuh pertimbangan karena menikah tidak hanya sebagai jalan untuk menyalurkan
nafsu duniawi tapi untuk membangun hubungan keluarga yang sakinah, mawaddah
wa rahmah, tentunya jalan ini harus berpedoman sesuai dengan Al-Qur’an, As-Sunnah
dan sesuai dengan budaya (norma yang berlaku). Bahasa sederhanya adalah memilih
sesuatu itu harus dengan yang benar-benar pas untuk anda.
Comments
Post a Comment
شُكْرًا كَثِرًا
Mohon titip Komentarnya yah!!
وَالسَّلامُ عَليْكُم