Masih teringat jelas kalimat yang berbunyi “di Kota
Metropolitan ini, tantangannya sangat tinggi – orang-orang yang hidup disini
sungguh sangat beragam tingkah laku, ada yang benar-benar polos tanpa ragu akan
dampak perbuatan atau pembicaraannya, juga ada orang yang berwajah seribu,
bertopeng pahlawan, bermuka dua atau sifat yang senada dengan itu”.
Pesan itu
masih terngiang jelas olehku sebagaimana disampaikan oleh Dosen saya yang
ketika belajar pada Prodi Kesejahteraan Sosial UIN Alauddin Makassar beberapa
tahun yang lalu. Bahkan karena berharganya pesan ini, sehingga suatu masa yang
telah berlalu, saya mengangkat sebuah materi kajian tentang “Anropologi
Masyarakat Kota” karena pentingnya infomasi ini disampaikan pada
khayalak ramai agar tidak terjebak pada banyaknya kepalsuan yang
terdapat di kota metropolitan. Yang juga terngiang jelas, ialah pesan “orang
yang kelihatan baik, bisa jadi membawa suatu keburukan, begitupun sesuatu yang
kelihatan tidak bersahabat bisa jadi itu adalah sesuatu yang baik, hanya karena
sesuatu yang belum dikenal secara total hingga kita salah memilih”.
Suatu yang pasti bahwa nilai itu berada pada dua hal
yaitu baik dan buruk, bahasa lain adalah negatif dan positif, bisa juga besar
atau kecil. Sebetulnya ada yang mengantarai itu, yaitu sedang atua yang menjadi
penengah, namun yang pasti adalah setiap sesuatu yang tampil dipermukaan,
anggaplah itu gejala sosial, perilaku sosial, atau tingkah laku yang diekpresikan
oleh manusia sudah semakin sulit dideteksi. Meskipun nilai hanya ada dua hal “baik
atau buruk” tapi masyarakat kota sudah banyak yang keluar dari norma, adat,
serta tradisi yang beretika. Semua itu telah tergeser oleh zaman, bahkan ada
yang hilang sama sekali dari pola tingkah laku manusia. Inilah realitas yang
terjadi di Kota, namun yang kurang baik adalah – kenyataan ini juga disaksikan
oleh masyarakat Desa yang tidak terbiasa dengan hal-hal seperti ini. Parahnya lagi,
masyarakat desa lebih sedikit memiliki filter untuk menyaring segala pengaruh
negatif yang datang dari luar. Disangkanya segala informasi yang bersumber dari
berita adalah suatu kenyataan, yang bersumber dari buku dikira bahwa itu suatu
kebenaran, dan jika disampaikan oleh Tokoh agama, maka itu adalah suatu ajaran
Agama. Parahnya lagi, masih ada masyarakat yang menilai sinema dan sinetron
sebagai kejadian yang benar-benar terjadi.
Sempat risau ketika mendengar seorang yang teramat
sedih menyaksikan sinetron karena perlakuan kasar salah seorang antagonis
terhadap pemeran lain dalam suatu episode. Disangkanya kalau yang tayang di
Televisi adalah sesuatu yang benar-benar terjadi. Sungguh ini sangat
menyedihkan! Bagaimana kalau yang disaksikannya adalah melalui berita resmi
lewat Televisi, Radio, Media Cetak seperti surat kabar atau Buku. Kemungkinan hal
tersebut akan ditanggapinya sebagai suatu kebenaran.
Suatu hal yang pasti bahwa buku itu adalah pruduk dan
sifatnya manusiawi sehingga wajar kalau isinya seringkali ditemukan ketidak-sesuaian
dengan kenyataan, hal ini juga berarti bawa buku ditulis berdasarkan pandangan
pribadi penulis atau pada tingkatan tertentu yang lebih politis bisa jadi buku
ditulis untuk kepentingan kelompok atau pribadi. Kenyataannya adalah sangat
banyak buku yang kontroverial. Ada buku yang muncul membela atau mengjatuhkan
suatu ideologi, maka buku tandingan akan muncul, seperti itulah pertarungan ideologi.
Media lain yang dianggap eksis terhadap pemberitaan,
misalnya Surat Kabar terpopuler, Televisi Nasional, atau Radio komersial jika
membawakan berita masih subjektif. Yang pasti adalah, tidak mungkin suatu media
mampu memberikan penjelasan secara akurat dan benar-benar detail terhadap suatu
fenomena. Alasannya adalah seorang wartawan memiliki sifat yang manusiawi
sehingga tidak lengkap dalam memberikan informasi atau bisa jadi disebabkan
oleh kesaksiannya yang tidak mengena karena perbedaan sudut pandang. yang kedua
adalah ketika berita dikelolah oleh editor (bukan disampaikan langsung oleh
wartawan) menyebabkan kurangnya nilai akurasi berita. Terlebih lagi ketika
berita dijadikan sebagai wahana politik ada sekedar komersialisasi belaka biar
kelihatan menarik.
Bukan berarti bahwa pribadi tidak percaya sama sekali
dengan berita, tapi yang terpenting adalah mari kita menyaring berita dan mengelolah
isu positif untuk masyarakat. Pesan pembuka pada awal paragraf di atas
sebetulnya menginginkan masyarakat untuk berhati-hati dan tetap memelihara
etika dan pola laku yang sesuati dengan Norma dalam masyarakat.
Comments
Post a Comment
شُكْرًا كَثِرًا
Mohon titip Komentarnya yah!!
وَالسَّلامُ عَليْكُم