Skip to main content

Naturalistik Fenomenologis



oleh : H. Iqbal Djalil

I. PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang Masalah

Buku-buku metodologi penelitian sudah banyak beredar dalam dunia akademik. Akan tetapi, sejumlah buku-buku metodologi penelitian tersebut, sangat terbatas atau kurang sekali yang membicarakan jenis-jenis penelitian dengan corak filsafat tertentu yang mewarnainya, termasuk jenis penelitian dengan corak naturalistik-fenomenologis sebagaimana yang dijadikan objek pembahasan dalam makalah ini.
Sebagai akibat dari kurangnya buku metodologi penelitian yang membicarakan jenis penelitian dengan corak naturalistik-fenomenologis tersebut di atas, tentu saja hampir dapat dipastikan, bahwa jenis penelitian ini boleh jadi masih sangat terbatas orang yang mengetahuinya, baik mengenai pengetahuan teoritis yang bertalian dengan penelitian yang dimaksud maupun dengan praktek penerapannya sebagai suatu kegiatan yang bersifat ilmiah. Barangkali dari sisi inilah sehingga penelitian ini dipandang ada urgensinya untuk dikaji, agar ia dapat diketahui secara jelas, bahwa apa sesungguhnya yang dimaksud penelitian dengan corak naturalistik-fenomenologis.
1
 
Penelitian dengan corak naturalistik-fenomenologis sebenarnya merupakan suatu jenis penelitian tertentu yang perlu diketahui secara konseptual. Mungkin semua pihak sepakat bahwa sungguh tidak logis jika seseorang telah melakukan suatu penelitian dan ia sendiri tidak dapat atau belum memahami jenis penelitian apa yang dilakukannya itu. Dengan demikian, agar kita terlepas dan dapat terhindar dari hal seperti ini, tentu saja semakin terasa betapa perlunya mengkaji apa yang dimaksud penelitian dengan corak naturalistik-fenomenologis tersebut.
Perlunya pemahaman mengenai penelitian dengan corak naturalistik-fenomenologis dapat dirasakan selain karena faktor tersebut di atas, juga karena pengetahuan terhadap hal itu, sesungguhnya merupakan khasanah keilmuan yang mungkin pada suatu ketika akan dapat diterapkan, atau paling tidak akan menjadi modal pengetahuan, sehingga bisa memahami secara teoritis mengenai jenis penelitian itu.

B.   Rumusan Masalah

Berdasar dari uraian latar belakang di atas, maka permasalahan yang dibahas dalam makalah ini adalah :
1.     Apa yang dimaksud penelitian dengan corak naturalistik-fenomenologis ?
2.     Bagaimana desain operasional penelitian dengan corak naturalistik-fenomenologis dalam penelitian agama ?
II. PEMBAHASAN
A.   Pengertian Penelitian dengan Corak Naturalistik-Fenomenologis
Dalam bahasa Indonesia, penelitian berarti pemeriksaan yang teliti atau penyelidikan.[1] Kata penelitian ini di dalam bahasa Inggris disebut research yang merupakan gabungan dari kata re dan search. Re artinya kembali, sedangkan search berarti mencari. Dengan demikian, kata research dalam bahasa Inggris berarti mencari kembali.[2]
Pengertian penelitian atau research, secara terminologi telah dikemukakan oleh Sutrisno Hadi dengan menyatakan, bahwa research dapat didefinisikan sebagai usaha untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu pengetahuan, usaha mana dilakukan dengan menggunakan metode-metode ilmiah.[3] Sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Sutrisno Hadi ini, H. Hadari Nawawi juga telah menegaskan, bahwa suatu penelitian secara keseluruhan merupakan rangkaian proses berpikir ilmiah dalam rangka menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran pengetahuan.[4]
Melalui pengertian dari segi bahasa dan dua pendapat pakar tersebut di atas, tampaknya sudah dipahami bahwa yang dimaksud penelitian adalah suatu penyelidikan yang bertujuan untuk menemukan, mengembangkan dan menguji atau memverifikasi kebenaran suatu pengetahuan.
Selanjutnya, istilah naturalistik dari segi etimologinya, ia berasal dari kata natural yang berarti alamiah, atau dari kata nature yang berarti alam sebagai dunia nyata sekitar manusia dan juga berarti sifat esensial dari suatu organisme. Dalam literatur filsafat, kata alam mencakup arti yang sangat luas, yaitu mulai dari dunia fisika yang dapat dilihat oleh manusia, sampai kepada sistem total dari fenomena ruang dan waktu.[5]
Naturalistik sebagai suatu corak penelitian, ada yang memandangnya sebagai metode penelitian yang ditekankan dalam mempelajari sesuatu yang dianggap penting dalam kehidupan sosial (social life) mengenai keadaan-keadaan tertentu secara alami.[6] Barangkali karena objek yang diteliti adalah mengenai dunia nyata sekitar manusia yang terdapat dalam kehidupan sosial, maka corak penelitian ini dihubungkan pada hal-hal yang bersifat fenomenologis.
Sedangkan istilah fenomenologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata phainestan yang berarti menunjukkan dan menampakkan dirinya sendiri.[7] Save M. Dagung, telah menyebutkan sejumlah arti dari kata fenomenologi tersebut yang meliputi objek persepsi, apa yang diamati, apa yang tampak pada kesadaran kita, pengalaman indrawi, apa yang tampak pada panca indera kita, dan peristiwa yang dapat diamati.[8] Dalam Ensiklopedi Indonesia, istilah fenomenologi diartikan sebagai pengamatan teliti atas sesuatu gejala, tanpa mempermasalahkan gejala tersebut. Lebih jauh dikemukakan, bahwa fenomenologi merupakan suatu metode untuk memandang suatu gejala sebagaimana adanya, sebelum menyatakan suatu kesimpulan dan dalam apa yang disebut pengamatan hakekat.[9] Untuk jelasnya pengertian fenomenologi ini, mungkin menarik pula dikemukakan di sini pendapat K. Bertens yang menyatakan, bahwa setiap penelitian atau setiap karya yang membahas cara penampakan dari apa saja sudah merupakan fenomenologi.[10]
Jadi, dapat dirumuskan bahwa penelitian dengan corak naturalistik-fenomenologis yang dimaksudkan adalah suatu penyelidikan yang bertujuan untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran pengetahuan sebagai data mengenai dunia nyata sekitar manusia yang terdapat dalam kehidupan sosialnya, berdasarkan pada apa yang ditangkap oleh kesadaran dan panca indera, baik yang berupa pengalaman indrawi maupun dalam bentuk peristiwa yang dapat diamati di lapangan yang memungkinkan terbentuknya suatu teori ilmu pengetahuan.
B.   Desain Operasional Penelitian dengan Corak Naturalistik-Fenomenologis dalam Penelitian Agama
Penelitian dengan corak naturalistik-fenomenologis tampaknya merupakan sebuah penelitian lapangan yang dilaksanakan dalam konteks natural melalui fenomena-fenomena yang dapat ditangkap oleh panca indera secara empiris. Dalam penelitian ini, manusia dijadikan sebagai instrumen penelitian karena dipandang lebih mampu mengadakan penyesuaian pada situasi tak tentu, dapat membangun pengetahuan yang tak terkatakan di samping yang terkatakan, dan sesuai metode pengumpulan datanya, yaitu interviu dan observasi, sebab keduanya dapat menangkap nuansa yang tak terungkap oleh metode lainnya.[11]
Metodologi model paradigma naturalistik rupanya menuntut peneliti untuk terjun secara langsung ke lapangan dengan sekaligus menata dan mengembangkan empat unsur, yaitu menetapkan sampel secara purposive, mengadakan analisis data secara kualitatif, mengembangkan grounded theory secara induktif, dan mengembangkan desain penelitiannya. Ketika peneliti terjun ke lapangan, ia tidak membawa desain dan instrumen penelitian, demikian pula, ia tidak membawa prakonsep tertentu.[12]
Dengan demikian, sudah dapat dipahami bahwa desain penelitian dengan corak naturalistik-fenomenologis, secara keseluruhannya terjadi dan berlangsung di lapangan. Jenis penelitian ini benar-benar merupakan penelitian lapangan tanpa membawa prakonsep tertentu. Hipotesis yang dijadikan acuan penelitian, juga dirumuskan oleh peneliti ketika ia berada di lapangan yang sewaktu-waktu direvisi karena berbeda atau tidak sesuai dengan konteks natural yang ditelitinya.
Desain operasional penelitian dengan corak naturalistik-fenomenologis yang disusun adalah bersifat sementara. Pada waktu tertentu, mungkin peneliti akan mengubahnya dan dikembangkan sesuai dengan konteksnya. Boleh jadi karena peluang terjadinya perubahan desain penelitian tersebut sangat besar kemungkinannya, maka Noeng Muhadjir menganggapnya sebagai desain sementara.[13]
Adapun data yang dikumpulkan melalui penelitian dengan corak naturalisme dan fenomenologis, sama halnya dengan penelitian lain yang mengambil bentuk field research (penelitian lapangan), yakni dengan teknik interviu dan observasi. Setelah data berhasil dikumpulkan melalui kedua metode ini, peneliti melakukan analisis data induktif. Menurut paradigma naturalistik, bahwa yang dimaksud dengan analisis data induktif adalah analisis atas data spesifik dari lapangan menjadi unit-unit yang dilanjutkan dengan kategorisasi.[14] Sesudah data dianalisis, peneliti menyusun laporan penelitiannya dalam bentuk laporan penelitian kasus yang merupakan pengungkapan fakta dan penafsiran.[15]
Dapat dirumuskan bahwa penelitian dengan corak naturalistik-fenomenologis, dapat diterapkan dalam penelitian agama. Penegasan ini didasari oleh pandangan, bahwa agama sebagai fenomena dapat dijadikan subject matter penelitian dalam tiga kategori, yaitu agama sebagai doktrin, dinamika dan struktur masyarakat yang dibentuk oleh agama dan sikap masyarakat pemeluk terhadap doktrin agama yang dianut. Dengan kata lain, penelitian dengan corak naturalistik-fenomenologis memang dapat diterapkan dalam penelitian agama, sebab di dalam agama terdapat beberapa fenomena tertentu yang bisa dijadikan subject matter penelitian.
III. PENUTUP
Berdasar pada uraian-uraian terdahulu, maka dapat disimpulkan bahwa penelitian dengan corak naturalistik-fenomenologis adalah salah satu jenis penelitian lapangan yang dilaksanakan secara grounded research dengan objek penelitiannya, yaitu mengenai dunia nyata sekitar manusia yang dapat ditangkap oleh kesadaran dan panca indera, baik yang berupa pengalaman individu maupun dalam bentuk peristiwa yang dapat diamati di lapangan yang memungkinkan terbentuknya suatu teori ilmu pengetahuan.
Secara operasional, penelitian dengan corak naturalistik-fenomenologis dalam proses pengumpulan datanya di lapangan adalah melalui metode interviu dan observasi, sebab keduanya dipandang paling tepat digunakan untuk memperoleh data yang sesuai dengan konteks fenomena natural yang ditelitinya dalam suatu kehidupan sosial tertentu. Sebagai corak penelitian, maka tentu saja penelitian dengan corak naturalistik-fenomenologis dapat diterapkan dalam penelitian agama, sebab terdapat fenomena-fenomena tertentu dari agama yang dapat dijadikan subject matter penelitian.

 DAFTAR PUSTAKA
Bertens, K. (ed), Fenomenologi Eksistensial. Cet I; Jakarta: PT. Gramedia, 1987.
Dagung, Save M. Filsafat Eksistensialisme. Cet I; Jakarta: Rineka Cipta, 1990.
Hadi, Sutrisno. Metodologi Research, Jilid I. Cet  XXIII; Yogyakarta: Penerbit Andi Offset, 1991
Jary,  David Jary and Julia. The Harper Collings Dictionary of Sosiology. Cet I; New York: Library of Congress Catalog, 1991
Mahmud, Moh. Natsir. Orientalisme, Al-qur’an di Mata Barat, Sebuah Studi Evaluatif. Semarang: Dina Utama Semarang, 1997.
Nawawi, H. Hadari. Metode Penelitian Bidang Sosial. Cet IV; Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1990
Nazir, Moh. Metode Penelitian. Cet III; Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988
Poerwadarminta, W. J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Cet VIII; Jakarta: PN. Balai Pustaka, 1985
Shadily, Hassan, dkk, Ensiklopedi Indonesia, jilid II. Cet I; Jakarta: Ichtiar Baru-Van Hoeve, 1982.
Titus, Harold H. dkk. Living Issues In Pholosophy, diterjemahkan oleh H.M Rasjidi dengan judul “Persoalan-persoalan Filasfat”. Cet I; Jakarta : PT. Bulan Bintang, 1984



[1]W. J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Cet VIII; Jakarta: PN. Balai Pustaka, 1985), h. 1039.
[2]Lihat Moh. Nazir, Metode Penelitian (Cet III; Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988), h. 13
[3]Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Jilid I (Cet  XXIII; Yogyakarta: Penerbit Andi Offset, 1991), h. 4
[4]H. Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial (Cet IV; Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1990), h. 34
[5]Lihat Harold H. Titus dkk. Living Issues In Pholosophy, diterjemahkan oleh H.M Rasjidi dengan judul “Persoalan-persoalan Filasfat” (Cet I; Jakarta : PT. Bulan Bintang, 1984), h. 293
[6]Lihat David Jary and Julia Jary, The Harper Collings Dictionary of Sosiology (Cet I; New York: Library of Congress Catalog, 1991), h. 324
[7] Lihat Moh. Natsir Mahmud, Orientalisme, Al-qur’an di Mata Barat, Sebuah Studi Evaluatif (Semarang: Dina Utama Semarang (Toha Putra Group), 1997), h. 70
[8]Lihat Save M. Dagung, Filsafat Eksistensialisme (Cet I; Jakarta: Rineka Cipta, 1990), h. 37
[9]Lihat Hassan Shadily dkk, Ensiklopedi Indonesia, jilid II (Cet I; Jakarta: Ichtiar Baru-Van Hoeve, 1982),h. 998.
[10]Lihat K.Bertens (ed), Fenomenologi Eksistensial (Cet I; Jakarta: PT. Gramedia, 1987), h. 3
[11]Lihat ibid, h. 118-120
[12]Lihat ibid., h. 120
[13]Lihat ibid., h. 124
[14]Lihat ibid., h. 123
[15]Lihat ibid., h. 124

Comments

Popular posts from this blog

Strategi Kepemimpinan Ali Bin Abu Thalib

BAB I PENDAHULUAN A.       Latarbelakang Masalah Nabi Muhammad saw. Tidak meninggalkan wasiat tentang siapa yang akan menggantikan beliau sebagai pemimpin politik umat Islam setelah beliau wafat. Beliau tampaknya menyerahkan persoalan tersebut kepada kaum Muslimin untuk menentukannya sendiri. Kaena itu, tidak lama setelah beliau wafat; belum lagi jenazahnya dimakamkan, sejumlah tokohMuhajirin dan Ashor Berkumpul dibalai kota   Bani Sa’dah, Madinah.  

Kedudukan Ar-ra'yu sebagai Landasan Hukum Islam

Referensi Pada dasarnya umat Islam yang beriman Kepada Allah swt. Meyakini bahwa Sumber utama Ajaran Islam yaitu Alquran dan Hadis sudah sempurna. Firman Allah dalam Alquran sudah sempurna membahas aturan-aturan, hukum, ilmu pengetahuan (filsafat), kisah, ushul fiqh dan lain-lain. Begitu juga Hadis Rasulullah yang salah satu sifatnya menjadi penjelasan ayat-ayat dalam Alquran. Posisi Hadis adalah penjelas dan sumber kedua setelah Alquran.

Pendidikan Islam Pasca Runtuhnya Bagdad

I.               PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Masalah Kemunduran umat Islam dalam peradabannya terjadi pada sekitar tahun 1250 M. s/d tahun 1500 M.   Kemunduran itu terjadi pada semua bidang terutama dalam bidang Pendidikan Islam. Di dalam Pendidikan Islam kemunduran itu sebagian diyakini karena berasal dari berkembangnya secara meluas pola pemikiran tradisional. Adanya pola itu menyebabkan hilangnya kebebasan berpikir, tertutupnya pintu ijtihad, dan berakibat langsung kepada menjadikan fatwa ulama masa lalu sebagai dogma yang harus diterima secara mutlak (taken for garanted). Saat umat Islam mengalami kemunduran, di dunia   Eropa   malah   sebaliknya   mengalami   kebangkitan   mengejar ketertinggalan mereka, bahkan mampu menyalib akar kemajuan-kemajuan Islam.   Ilmu Pengetahuan dan filsafat   tumbuh   dengan   subur   di   tempat...