Bukan di sekolah,
bukan di kampus, bukan pula di forum resmi tempat kajian tapi berada pada alam
terbuka di salah satu gunung Kabupaten Bantaeng kemarin, tanggal 18 Desember
2012. Di tempat itulah kami menemukan pelajaran berharga melebihi ilmu yang
didapatkan pada tempat belajar formal. Kalau kembali pada model belajar tempo
dulu jaman penundukan kolonial Belanda atau jaman-jaman sebelumnya, maka ini
agak mirip dengan sistem padepokan, ashram atau pesantren yang benar-benar
membina mental, gerak dan tanpa mengabaikan nalar. Sungguh kami telah merasakan
belajar yang sesungguhnya.
Kegiatan yang kami
telah selenggarakan sebagaimana tersebut di atas adalah mengeksekusi pusaka
yang telah diwasiatkan dari sesepu sang pemilik dan penjaga bukit Ereng-ereng
Bantaeng. Pesan sesepu untuk mengeksekusi pusaka yang telah diwasiatkan
tersebut sungguh sangat berat. Dibutuhkan jiwa yang Sabar, sungguh-sungguh,
semangat, patuh, ulet, kekompakan, kesedehanaan, keyakinan, kekuatan, nalar,
logika, perhatian, kesetiaan, kejujuran, persahabatan, kesetiakawanan, jiwa
yang bersih dan sebagainya untuk menyelesaikan tugas berat tersebut.
Peserta yang ikut
pada kegiatan ini telah terbiasa dengan kesederhanaan sehingga dengan kesederhanaan
tersebut, kami mampu bertahan dari segala godaan untuk menyurutkan kami dari
tugas mengeksekusi pusaka tersebut. Oleh guru spiritual kami juga telah
mendukung dan memimpin langsung do’a dan kerja kami.
Beberapa teman tidak
mampu melakukan tugas ini karena secara mental telah menyerah sebelum bertarung
sementara lainnya tidak ikut berpartisipasi karena takdir tidak mempertemukan
kami di medan tersebut meski kami seperguruan.
Dari perjalanan
spiritual tersebut telah mengajarkan kami untuk Sabar, sungguh-sungguh,
semangat, patuh, ulet, berorientasi pada tujuan, kekompakan, kesedehanaan,
keyakinan, kekuatan, penguatan nalar, logika, perhatian, kesetiaan, menemukan
inspirasi, menciptakan warna, berkarya, persahabatan, kesetiakawanan dan
nilai-nilai lainnya dikemas pada satu kegiatan yang saya sebut sebagai model belajar
yang sesungguhnya.
Selamat karena itu merupakan perjalanan yang fantastik ketika saya baca bait demi bait, hasil inspirasiTa" kawan...
ReplyDeleteakh, ini biasa-biasa saja, kegiatannya pun sungguh sederhana. itu karana yang ikut cuma orang-orang sederhana. mungkin akan berbeda kalau orang yang luar biasa seperti kita yang ikut.
DeleteJadi Terharu membacanya...
ReplyDeletedengan segenap rasa maaf karena z tak bisa ikut...
tidak masalah, tidak ada yang salah,
Deletetapi kami akan lebih sering kesana lagi/
boleh ikutan kalau mau.
diperlukan suatu kesabaran yg tinggi...ritual yang langka dijaman ero modern ini.
ReplyDeleteiya Mbak Lis, sebetulnya kegiatannya biasa-biasa saja. kesabatan team yang mampu menyelesaikan tugas tersebut.
ReplyDeleteLain waktu saya akan ikut, jika konsep spiritual Z sdh ada Hidayahnya, oke Dan...
ReplyDeleteinsya Allah setiap orang bisa ikutan tapi tidak boleh banyak protes ketika sudah mulai beraksi.
Deletekemarin kami disana sekitar 15 orang
salut atas kesabarannya. Ngomong2 dapet gak tuh pusakanya? salam:)
ReplyDelete@Ibrahim Sukman, gak tuntas Bang tapi udah melatih kami bersabar, kompak, arti persahbatan dll.
Deletetrimakasih & salam:)
tetap semangat
ReplyDeletemakasih atas semangat dan motivasinya sahabat blogger. kalian telah hadir dan memperkaya warna blogQ
ReplyDeletememang belajar bukan dari suatu yg formal aja, belajar kesabaran dari keluhuran adat istiadat bangsa Indonesia juga merupakan suatu proses pembelajaran yang riil dengan kondisi bangsa Indonesia itu sendiri
ReplyDeletesepakat bang! belajar dan berlatih itu harus lahir dan batin biar jiwa dan raga kita bisa seimbang
ReplyDeletebelajar yg sesungguhnya.. belajar mengerti apa itu hidup, untuk apa kita hidup :D
ReplyDeletedone follback .
iya Miz Tia, sepakat bangget. makasih telah melengkapi pesan-pesan pada pos ini
Delete