DASAR-DASAR
PENDIDIKAN ISLAM
(Tinjauan
al-Qur'an dan Hadis)
Oleh
: Kelompok 2
A. Pendahuluan
Islam mempunyai
berbagai macam aspek, di antaranya adalah pendidikan (Islam). Pendidikan Islam
bermula sejak nabi Muhammad Saw, menyampaikan ajaran Islam kepada umatnya.[1] Pendidikan adalah proses atau upaya-upaya
menuju pencerdasan generasi, sehingga menjadi manusia dalam fitrahnya. Itu
artinya bahwa pendidikan merupakan conditio sine quanon yang harus
dilakukan pada setiap masa. Berhenti dari gerakan pendidikan berarti lonceng kematian (baca; kemunduran atau
keterbelakangan) telah berbunyi dalam masyarakat atau negara.
Dengan demikian,
dapat dikatakan bahwa pendidikan (Islam) merupakan suatu upaya untuk menambah
kecakapan, keterampilan, pengertian dan sikap melalui belajar dan pengalaman
yang diperlukan untuk memungkinkan manusia mempertahankan dan melangsungkan
hidupnya, pada gilirannya dapat mencapai tujuan hidupnya. Usaha itu terdapat
baik dalam masyarakat yang terkebelakang, maupun masyarakat yang sudah maju.
Oleh karena itu, pendidikan mempunyai peranan penting dalam melakukan
perubahan-perubahan dan rekayasa sosial dalam tatanan kehidupan. Bahkan tidak
berlebihan jika dikatakan bahwa perubahan-perubahan (baca; kemajuan) hanya
dapat diwujudkan melalui pendidikan.
Dalam
implementasinya pendidikan Islam tidak hanya terbatas pada satu dimensi
tertentu, akan tetapi meliputi dan melingkupi semua aspek kehidupan manusia,
baik yang berdimensi ukhrawi maupun yang berdimensi duniawi. Hal ini penting
diketahui, karena pendidikan Islam sering disalahterjemahkan oleh orang-orang
yang berpikiran picik dan sempit. Pendidikan Islam dipresepsikan sebagai
pendidikan yang hanya bergerak pada aspek-aspek tertentu dan terbatas, dalam
hal ini hanya menyangkut dimensi ukhrawi. Sehingga yang terjadi adalah
pendidikan Islam menjadi marginal dalam operasionalisasinya, bahkan ada
kecenderungan dijauhi oleh orang-orang Islam sendiri. Pada gilirannya terbangun
sebuah paradigma bahwa pendidikan Islam tidak sesuai (baca; menyentuh)
kebutuhan manusia dalam menata dan meniti kehidupan di dunia.
Kesalahan paradigma
terhadap pendidikan Islam tersebut, pada dasarnya disebabkan oleh pemahaman
yang sempit terhadap Islam, yang menganggap bahwa Islam yang bersumber pada
al-Qur'an dan hadis hanya mengurusi masalah-masalah ibadah dan tidak terlalu
jauh mengurusi masalah muamalah. Di samping itu, kesalahan dalam mengartikan
pendidikan Islam juga disebabkan oleh adanya keterputusan sejarah pendidikan
Islam itu sendiri mulai dari masa Nabi sampai pada saat ini. Oleh karena itu,
menyikapi kondisi seperti ini, dirasakan perlunya pelurusan paradigma terhadap
pendidikan Islam yang dilakukan melalui pendidikan.
Sekaitan dengan hal
tersebut, maka dalam memahami pendidikan Islam tidak dapat dilepaskan dari
al-Qur'an dan hadis sebagai masdar masadirnya serta sejarah pendidikan
Islam itu sendiri. Sebagaimana diketahui bahwa pasca kejatuhan (baca;
kekalahan) Baghdag, umat Islam mengalami kemunduran, yang berimplikasi pada
kemunduran pendidikan Islam itu sendiri. Pertanyaan yang muncul adalah mengapa
pendidikan Islam mengalami kemunduran. Secara sederhana dapat diajukan hipotesa
terhadap pertanyaan ini bahwa kemunduran pendidikan Islam karena meninggalkan
dasar-dasar pendidikannya.
Pada tataran inilah
dirasakan signifikansinya untuk mengurai kembali dasar-dasar pendidikan Islam
yang oleh sebahagian pihak (Islam) telah ditinggalkan. Oleh karena itu, dalam
makalah ini penulis akan mengkonsentrasikan pembahasan pada bagaimana
dasar-dasar pendidikan Islam dalam tinjauan al-Qur'an dan hadis sebagai masdar
masadirnya, sehingga pendidikan Islam tidak terlepas dari
identitasnya.
B. Sekilas Tentang Pengertian Pendidikan Islam
Pendidikan Islam
telah didefenisikan secara berbeda-beda oleh orang yang berlainan sesuai dengan
pendapatnya masing-masing. Tetapi semua pendapat itu bertemu dalam pandangan
bahwa “pendidikan adalah suatu proses di mana suatu bangsa mempersiapkan
generasi mudanya untuk menjalankan kehidupan dan untuk memenuhi tujuan hidup
secara efektif dan efisien. Karena itu pendidikan lebih dari sekedar pengajaran
karena dalam kenyataannya, pendidikan adalah suatu proses di mana suatu bangsa
atau negara membina dan mengembangkan kesadaran diri di antara
individu-individu. Dengan kesadaran tersebut, suatu bangsa atau negara mewariskan
kekayaan budaya atau pemikiran kepada generasi berikutnya. Sehinga menjadi
inspirasi bagi mereka dalam setiap aspek kehidupan.[2]
Istilah pendidikan
dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah tarbiyah yang berakar akar kata
rabba, berarti mendidik. Dengan demikian, tarbiyah Islamiyah
diterjemahkan dengan Pendidikan Islam.[3]
Dalam kamus bahasa Arab ditemukan tiga akar kata untuk istilah tarbiyah, yaitu:
1.
Raba-yarbu yang berarti
bertambah dan berkembang. Hal ini senada dengan firman Allah dalam al-Qur'an
surah al-Rum ayat 39 yang berbunyi :وما ءاتيتم من ربا ليربوا في أموال الناس فلا يربوا عند الله (artinya dan sesuatu riba atau tambahan yang
kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak
menambah pada sisi Allah).
2. Rabiya-yarba
yang dibandingkan dengan khafiya-yakhfa yang berarti tumbuh dan
berkembang.
3.
Rabba-yarubbu yang dibandingkan
dengan madda-yamuddu yang berarti memperbaiki, mengurusi kepentingan,
mengatur, menjaga dan memperhatikan.[4]
Sekaitan dengan hal
tersebut al-Baidhawi mengatakan bahwa pada dasarnya al-rabb yang
bermakna tarbiyah selengkapnya berarti menyampaikan sesuatu hingga mencapai
kesempurnaan, sementara rabb yang menyipati Allah menunjukkan arti yang
lebih khusus yaitu sangat atau paling. Al-Ashfahani mengatakan bahwa al-rabb berarti tarbiyah menunjuk kepada arti
menumbuhkan prilaku secara bertahap hingga mencapai batasan kesempurnaan. Lebih
jauh al-Bani menyatakan bahwa di dalam pendidikan tercakup tiga unsur yaitu; menjaga dan
memelihara anak; mengembangkan bakat
dan potensi anak
sesuai dengan kekhasan
masing-masing; mengarahkan potensi dan bakat agar mencapai kesempurnaan dan
kebaikan.[5]
Secara terminologis
menurut al-Nahlawi bahwa pendidikan Islam adalah pengaturan pribadi dan
masyarakat yang karenanya dapatlah memeluk Islam secara logis dan sesuai secara
keseluruhan baik dalam kehidupan individu maupun kolektif.[6]
Sementara Yusuf al-Qardhawi memberi pengertian pendidikan Islam sebagai
Pendidikan manusia seutuhnya, akal dan
hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan keterampilannya.[7]
Pengertian yang senada dikemukakan oleh Mustafa al-Gulayaini bahwa pendidikan
Islam adalah menanamkan akhlak yang mulia di dalam jiwa anak dalam masa
pertumbuhannya dan menyiraminya dengan air petunjuk dan nasehat, sehingga
akhlak itu menjadi salah satu kemampuan meresap dalam jiwanya kemudian buahnya
berwujud keutamaan, kebaikan dan cinta bekerja untuk kemanfaatan tanah air.[8]
Sedangkan secara
teknis Endang Syaifuddin Anshori memberikan pengertian bahwa pendidikan Islam
adalah proses bimbingan (pimpinan, tuntunan, usulan) oleh obyek didik terhadap
perkembangan jiwa (pikiran, perasaan, kemauan, intuisi dan lain-lain) dan raga
obyek didik dengan bahan-bahan materi tertentu dan dengan alat perlengkapan
yang ada ke arah terciptanya pribadi tertentu diserta evaluasi sesuai dengan
ajaran Islam. Sementara itu Ahmad D. Marimba mendefenisikan pendidikan Islam
dengan bimbingan jasmani-rohani, berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju
kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.[9]
Dipahami dari pengertian
dasar di atas, bahwa pada dasarnya pendidikan Islam adalah suatu proses
pembentukan individu berdasarkan ajaran-ajaran Islam yang diwahyukan Allah
kepada Muhammad. Melalui proses pendidikan
seperti itu individu dibentuk agar dapat mencapai derajat yang tinggi
supaya ia mampu menunaikan fungsinya sebagai khalifah di muka bumi, dan
berhasil mewujudkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Oleh karena itu,
pendidikan Islam memadukan pendidikan
iman dan pendidikan amal
sekaligus yang bertujuan untuk membentuk kepribadian muslim yang tangguh, baik
secara individual maupun secara kolektif.
Dengan demikian,
istilah pendidikan Islam berdasarkan butir-butir ajaran agama Islam yang
menyatakan bahwa pendidikan Islam adalah suatu usaha untuk mengembangkan fitrah
manusia dengan ajaran agama Islam agar terwujud kehidupan manusia yang makmur
dan bahagia. Olehnya itu, syariat Islam tidak akan dihayati dan diamalkan orang
kalau hanya diajarkan, tetapi harus dididik melalui proses pendidikan, karena
pendidikan Islam tidak hanya bersifat teoritis, tetapi juga praktis karena
ajaran Islam tidak memisahkan antara iman dan amal shaleh, oleh karena itu
pendidikan Islam juga merupakan pendidikan iman dan pendidikan amal.
Selanjutnya Hasan Langgulung memberikan pengertian bahwa pendidikan Islam adalah proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan, memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di akhirat.[10]
Ungkapan senada juga dikemukakan oleh Naquib al- Attas bahwa pendidikan Islam adalah upaya yang dilakukan pendidikan terhadap anak didik untuk pengenalan dan pengakuan tempat-tempat yang benar dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan sehingga membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan akan tempat Tuhan yang tepat di dalam tatanan wujud dan kepribadian.[11]
Dari uraian tersebut di atas, diambil kesimpulan bahwa para ahli didik berbeda pendapat mengenai rumusan pendidikan Islam. Ada yang menitikberatkan pada segi pembentukan, akhlak, ada pula yang menuntut kepribadian muslim dan lain-lain. Namun dari perbedaan pendapat tersebut dapat dipahami bahwa pendidikan Islam adalah bimbingan yang dilakukan orang dewasa kepada terdidik dalam masa pertumbuhannya agar si terdidik memiliki kepribadian muslim.
III. DASAR-DASAR PENDIDIKAN DALAM AL-QUR'AN
Sebagaimana
diketahui bahwa Islam adalah agama universal dan menyeluruh, ia mengatur
seluruh aspek kehidupan manusia, baik dalam urusan-urusan keduniawian maupun
hal-hal yang menyangkut keakhiratan. Pendidikan adalah bagian integral yang tak
terpisahkan dari ajaran Islam secara keseluruhan. Karena itu, dasar-dasar
pendidikan Islam inheren dengan sumber utama ajaran Islam itu sendiri. Dalam
artian bahwa pendidikan Islam bersumber dari prisnsip-prinsip Islam dan seluruh
perangkat kebudayaannya. Itu artinya bahwa al-Qur'an abg dasar utama pendidikan
Islam tidak terlepas dan senantiasa menjadikan al-Qur'an sebagai dasar dan
sumber dalam melakukan proses Pendidikan .
Al-Qur'an sebagai kalamullah
yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad menjadi dasar sumber pendidikan Islam yang
utama dan pertama. Al-Qur'an menempati posisi yang paling sentral sebagai dasar
dan sumber pendidikan Islam. Oleh karena itu, segala kegiatan dan proses
pendidikan Islam harus senantiasa beroroentasi pada prinsip dan nilai-nilai
al-Qur'an. Dalam hal ini menurut Azyumardi Azra bahwa al-Qur'an sebagai dasar
pendidikan Islam mengandung beberapa hal positif bagi pengembangan Pendidikan,
yaitu antara lain penghormatan dan penghargaan kepada akal manusia, bimbingan
ilmiah, tidak menentang fitrah manusia dan memelihara keutuhan dan kebutuhan
sosial.[12]
Kelebihan al-Qur'an
sebagai dasar pendidikan Islam tampak pada metodenya yang unik dan menakjubkan,
sehingga dalam konsep Pendidikan yang
terkandung di dalamnya bertujuan untuk menciptakan individ yang berilmu dan
beriman, senantiasa mengesakan Allah serta mengimani hari akhir. Al-Qur'an
memberikan kepuasan penalaran yang sesuai dengan kesedehanaan dan fitrah
manusia tanpa unsur paksaan dan di sisi lain disertai dengan pengutamaan afeksi
dan emosi manusiawi.[13] Oleh karena itu, al-Qur'an mengetuk akal dan
hati sekaligus sehingga mewujudkan ilmu pengetahuan yang sinergis dengan iman
sebagaimana firman Allah dalam QS.
Al-Mujadalah: 11 sebagai berikut:
… يرفع الله الذين ءامنوا منكم والذين أوتوا العلم درجات والله بما تعملون خبير
Terjemahnya
: … Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah maha
mengetahuai apa yang kamu kerjakan.[14]
Di samping itu, ayat
yang pertama turun dimulai dengan ayat
yang mengandung konsep Pendidikan Islam. Sehingga dipahami dari ayat itu bahwa
tujuan al-Qur'an yang terpenting adalah mendidik manusia melalui metode bernalar
serta sarat dengan kegiatan ilmiah, meneliti, membaca, mempelajari dan
observasi terhadap manusia sejak masih dalam bentuk segumpal darah dan
seterusnya, sebagaimana irman Allah dalam
QS. al-‘Alaq : 1-5 sebagai berikut:
اقرأ باسم ربك الذي خلق . خلق الانسان من علق . اقرأ وربك الاكرم ز. الذي علم بالقلم . علم الانسان ما لم يعلم .
Terjemahnya:
Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang mencptakan. Dia telah menciptakan
manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah yang maha pemurah. Yang
mengajar manusia dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa
yang tidak diketahuinya.[15]
Hal tersebut
menunjukkan bahwa Islam melalui al-Qur'an menempatkan Pendidikan pada segmen yang terpenting. Bahkan menurut
penulis bahwa perintah Allah yang pertama dalam al-Qur'an adalah masalah
Pendidikan dengan perintah untuk
membaca. Itu artinya bahwa kebesaran dan kejayaan Islam karena dibangun melalui
Pendidikan. Oleh karena itu, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa semua ayat dalam
mengandung nilai-nilai pendidikan baik secara tersurat maupun tersirat.
Metode Pendidikan
al-Qur'an dapat dianalisis dari surah al-Rahman. Dalam surah ini, Allah
mengawali dengan menuturkan eksistensi manusia, kekuasaannya dalam mendidik
manusia, hingga apa yang dianugerahkan kepada manusia seperti matahari, bulan,
bintang, pepohonan, buah-buahan, langit dan bumi. Pada setiap atau bahkan
sejumlah ayat Allah membuktikan anugerahnya dengan menempatkan manusia di
hadapan benda nyata, pengalaman, suara hati dan jiwa. Sehingga manusia tidak
akan pernah mampu mengingkari apa yang telah dirasakan dan diterima oleh akal
dan hatinya. Hal ini menunjukkan bahwa al-Qur'an memberikan metode
Pendidikan yang sangat edukatif.[16]
Sekaitan dengan hal
tersebut, kiranya patut dikemukakan tujuan Pendidikan Islam dalam perspektif Qur’ani, yaitu sebagai
berikut;
1. Mengenalkan
manusia akan perananya di antara sesama titah (baca; makhluk) dan tanggung
jawab pribadinya sebagai khalifah fi al-ardhi.
2. Mengenalkanmanusia
akan interaksi sosial dan tanggung jawabnya dalam tata hidup bermasyarakat.
3. Mengenalkan
manusia akan alam ini dan mengajak mereka untuk mengetahui hikmah diciptakannya
serta memberikan kemungkinan kepada mereka untuk mengambil manfaat dari alam
ini.
4. Mengenalkan
manusia akan pencipta alam ini (Allah Swt.) dan memerintahkan untuk beribadah
kepadanya.[17]
Dari keempat tujuan
ini, meskipun saling berkaitan, namun dapat dipahami bahwa tiga tujuan pertama
adalah merupakan sarana untuk mewujudkan tujuan keempat yakni ma’rifatullah dan
taqwa kepadaNya. Oleh karena itu, pada prinsipnya pendidikan Islam akan
membentuk manusia bertaqwa kepada Allah dan memperoleh keridhaanNya dengan
menjalankan segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya.
IV. DASAR-DASAR PENDIDIKAN ISLAM DALAM HADIS
Selain al-Qur'an,
dasar pendidikan Islam adalah al-hadis yang mecerminkan prinsip manifestasi wahyu dalam segala perbuatan,
perkataan dan taqrir nabi. Oleh karena itu, Rasulullah menjadi teladan yang
harus diikuti, baik dalam ucapan, perbuatan maupun taqrirnya. Dalam keteladanan
Rasulullah mengandung nilai-nilai dan dasar-dasar Pendidikan yang sangat berarti.[18]
Dikatakan demikian karena di samping segala ucapan, perbuatan dan taqrir
Rasulullah diyakini validitas kebenarannya karena merupakan wahyu, juga
diyakini bahwa Rasululah adalah pendidik yang teladan dan integritas.
Dalam suatu riwayat
dikatakan bahwa pada suatu hari Rasulullah keluar dari rumahnya dan beliau
menyaksikan adanya dua pertemuan; dalam pertemuan pertama, orang-orang berdoa
kepada Allah Azza wajalla, mendekatkan diri kepadanya; dalam pertemuan kedua
orang sedang memberikan pelajaran. Langsung belaiu bersabda :
أما هؤلاء فيسئلون الله فان شاء أعطاهم وان شاء معنهم أما هؤلاء
فيعلمون الناس وانما بعثت معلما
Artinya:
Mereka ini (pertemuan pertama) minta kepada Allah, bila Tuhan menghendaki maka
ia memenuhi permintaan tersebut, dan jika ia tidak menghendaki maka tidak akan
dikabulkan, sedangkan saya sendiri diutus menjadi juru didik.[19]
Di
samping itu, juga terdapat hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Madjah yang
mengatakan :
من كتم علما الجمه الله بلجام من النار
Artinya :
Barang siapa yang menyembunyikan ilmunya maka Allah akan mengekangnya dengan
kekang berapi.[20][21]
Selain itu, hadis yang diriwayatkan oleh Abu
al-Hasan bin Khazem dari Anas bahwa Rasulullah bersabda :
تعلموا من العلم ما شئتم فوالله لا تؤجرون بجمع العلم حتي تعلموا
Artinya :
tuntutlah olehmu ilmu pengetahuan sekehendakmu, tetapi demi Allah mereka tidak
akan memperoleh pahala karena sekedar menuntut ilmu tanpa diamalkan.[22][23]
Hadis pada hakekatnya keberadaannya ditujukan untuk mewujudlkan dua sasaran, yaitu pertama, menjelaskan apa yang terdapat dalam al-Qur'an, sebagaimana diisyaratkan Allah dalam firmannya dalam QS. al-Nahl : 44 بالبينات والزبر وأنزلنا اليك الذكر لتبين للناس ما نزل اليهم ولعلهم يتفكرون (Keterangan-keterangan (mu’jizat) dan kitab-kitab. Dan kami turunkan kepadamu Al-Qur'an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan).[24]. Kedua, menjelaskan syari’at dan pola prilaku, sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah (QS. al-Jumu’ah : 2). Kedua ayat ini merujuk pada keberadaan sunnah (hadis) sebagaimana ditafsirkan imam Syafi’ dan jalan ilmiah untuk mewujudkan ajaran-ajaran al-Qur'an. Tujuan ditegaskan oleh Rasululah sendiri dalam sabdanya : ألا واني أوتيت الكتاب ومثله معه (artinya : ketahuilah, sesungguhnya aku diberi al-kitab dan sesuatu seperti al-kitab itu).[25]
Dalam dunia
pendidikan, hadis memiliki dua manfaat pokok. Manfaat pertama, hadis mampu
menjelaskan konsep dan kesempurnaan pendidikan Islam sesuai dengan konsep
al-quran. Kedua, hadis dapat menjadi contoh yang tepat dalam penentuan metode
pendidikan. Misalnya, menjadikan kehidupan kehidupan Rasulullah saw. dengan
para sahabat ataupun anak-anak sebagai sarana penanaman keimanan.[26]
Rasulullah saw.
adalah sosok pendidik yang agung dan pemilik metode pendidikan yang unik.
Beliau sangat memperhatikan manusia sesuai dengan kebutuhan, karakteristik, dan
kemampuan akalnya, terutama jika beliau berbicara dengan anak-anak. Jenis bakat
dan kesiapan pun merupakan pertimbangan beliau dalam mendidik manusia. Kepada
wanita, beliau memahami fitrahnya sebagai wanita, kepada laki-laki, beliau
memahaminya fitrahnya sebagai laki-laki; kepada orang dewasa, beliau memahami
identitasnya sebagai manusia dewasa; dan kepada anak-anak, beliau memahami
karakternya sebagai anak-anak. Beliau sangat memahami kondisi naluriah setiap
orang sehingga beliau mampu menjadikan mereka suka cita, baik material maupun
spritual. Beliau senantiasa mengajak setiap orang untuk mendekati Allah dan
syariat Nya sehingga terpeliharalah fitrah manusia melalui pembinaan diri
setahap demi setahap, penyatuan kecenderungan hati, dan pengarahan potensi
menuju derajat yang lebih tinggi. Lewat cara seperti itulah beliau membawa
masyarakat pada kebangkitan dan ketinggian derajat.[27]
Dengan demikian,
jelaslah bahwa pendidikan Islam dalam perspektif hadis senantiasa searah dan
seiring dengan al-Qur'an, sehingga dapat dikatakan bahwa pada dasarnya
pendidikan Islam dalam perspektif hadis merupakan cerminan dari konsep
Pendidikan dalam al-Qur'an. Kendatipun
konsep Pendidikan telah terdapat dalam
al-Qur'an dan hadis, namun demikian tetap terbuka untuk menafsirkan
konsep-konsep Pendidikan, sehingga dapat diterjemahkan dalam semua zaman dan
kondisi sesuai dengan tuntutan perubahan. Dalam artian bahwa konsep-konsep
Pendidikan yang tertuang dalam al-Qur'an
dan hadis tidak harus dimaknai secara sempit dan picik, akan tetapi hendaknya
dimaknai sebagai konsep universal yang tidak terbatas dalam suatu ruang waktu
tertentu.
Selain al-Qur'an dan hadis, ijtihad juga
dapat dijadikan dasar pendidikan Islam. Ijtihad adalah usaha yang dilakukan
oleh para ulama (mujtahid) untuk menetapkan/menentukan sesuatu hukum syari’at
Islam terhadap hal-hal yang ternyata belum ditegaskan hukumnya dalam al- Qur’an
dan sunnah. Ijtihad dalam hal ini dapat saja meliputi seluruh aspek kehidupan
termasuk aspek pendidikan, tetapi tetap berpedoman pada al- Qur’an dan sunnah.
Namun demikian, ijtihad harus mengikuti kaidah-kaidah yang diatur oleh para
mujtahid, tidak boleh bertentangan dengan al- Qur’an dan sunnah. Ijtihad dalam
pendidikan harus tetap bersumber dari
al- Qur’an dan sunnah yang diola oleh akal yang sehat dari para ahli
pendidikan Islam. Ijtihad tersebut haruslah dalam hal-hal yang berhubungan
langsung dengan kebutuhan hidup di suatu tempat pada kondisi dan situasi
tertentu. Teori-teori baru dari hasil pendidikan harus dikaitkan dengan ajaran
Islam yang sesuai dengan kebutuhan hidup.[28]
Ijtihad di bidang pendidikan ternyata
semakin dibutuhkan, sebab ajaran yang terdapat dalam al- Qur’an dan sunnah
hanya sebatas pokok-pokok dan prinsip-prinsipnya saja. Bila ternyata ada agama
terperinci, maka perincian itu sekedar contoh dalam menerapkan yang prinsip itu
karena sejak diturunkan sampai Nabi Muhammad saw wafat, ajaran Islam telah
tumbuh dan berkembang melalui ijtihad yang dituntut oleh perubahan zaman.
Karena ajaran Islam sendiri telah berperan mengubah kehidupan manusia yang menjadi kehidupan muslim.
Dalam hal ini pemikiran para filsafat,
pemikir, pemimpin dan intelektual muslim berijtihad khususnya dalam bidang
pendidikan menjadi referensi (sumber) pengembangan pendidikan Islam. Hasil
pemikiran itu baik dalam bidang filsafat, ilmu pengetahuan, fikih Islam,sosial
budaya, pendidikan dan sebagainya menyatu sehingga membentuk suatu pemikiran
dan konsepsi komprehensif yang saling menunjang khususnya bagi pendidikan
Islam.[29]
Dalam usaha modernisasi pendidikan Islam, pemikiran kalangan intelektual
pembaharu yang dapat dijadikan referensi bagi pengembangan pendidikan Islam.
Pergantian dan perbedaan zaman terutama
karena kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang bermuara kepada perubahan
kehidupan sosial, telah menuntut ijtihad dalam bentuk penelitian dan pengkajian
kembali prinsip-prinsip ajaran Islam, apakah ia boleh ditafsirkan dengan yang
lebih relevan dengan lingkungan dan kehidupan sosial yang tidak boleh diubah,
maka lingkungan dan kehidupan sosial yang perlu diciptakan sehingga sesuai
dengan prinsip tersebut. sebaliknya, jika ditafsir, maka ajaran-ajaran itulah
yang menjadi kehidupan muslim. Zaman sekarang sudah berbeda dengan zaman ketika
ajaran Islam pertama kali diterapkan. Di samping itu diyakini pula bahwa ajaran
Islam berlaku di segala zaman dan tempat (Shalih Li Kulli Zaman wa Makan),
di segala situasi dan kondisi lingkungan sosial. Kenyataan yang dihadirkan oleh
perubahan zaman dan perkembangan IPTEK menyebabkan kebutuhan manusia semakin
meningkat.
Sebagai makhluk individu dan sekaligus
sebagai makhluk sosial, manusia tentu saja mempunyai kebutuhan individu dan
kebutuhan sosial menurut tingkatan-tingkatannya. Dalam kehidupan bersama mereka
mempunyai kebutuhan bersama untuk kelanjutan hidup kelompoknya. Kehidupan itu
meliputi berbagai aspek kehidupan individu dan sosial. Seperti sistem politik,
ekonomi, sosial budaya dan pendidikan, yang tersebut terakhir adalah kebutuan
yang terpenting karena ia menyangkut pembinaan generasi mendatang dalam rangka
memenuhi kebutuhan yang tersebut sebelumnya.[30]
Sistem pembinaan di satu pihak dituntut agar
senantiasa sesuai dengan perkembangan zaman, ilmu dan teknologi yang berkembang
pesat. Di pihak lain dituntut agar tetap bertahan dalam hal sesuai dengan
ajaran Islam. Hal ini merupakan masalah yang senantiasa menuntut mujtahid di
bidang pendidikan untuk selalu berijtihad sehingga teori pendidikan Islam
senantiasa relevan dengan tuntutan zaman dan perubahan.
Bangsa Indonesia sebagai suatu bangsa yang
terdiri dari berbagai suku mempunyai filsafat dan pandangan hidup yang beragam.
Sebagai suatu bangsa mereka menganut
satu falsafah dan pandangan hidup bangsa. Falsafah dan pandangan hidup itu
diramu dari nilai-nilai yang dianut oleh
masing-masing suku bangsa. Falsafah dan pandangan hidup itu harus mengandung
pikiran-pikiran yang mendalam dari gagasan bangsa untuk mewujudkan kehidupan
bangsa yang baik, makmur dan tenteram. Falsafah dan pandangan hidup yang
dimaksud adalah pancasila.
Pancasila sebagai falsafah dan dasar negera
merupakan hasil rumusan (ijtihad) manusia dari kombinasi dan godokan yang diserasikan
dari berbagai unsur tradisi dan kebudayaan daerah. Pekerjaan ini merupakan
ijtihad manusia, ijtihad para pemimpin bangsa dan menciptakan prinsip ide
kesatuan seluruh rakyat Indonesia. Semua ajaran yang terdapat dalam negara
Indonesia tidak boleh bertentangan dengan Pancasila sebagai falsafah dan
pandangan hidup bangsa dalam bernegara. Di lain pihak, ajaran Islam harus pula
diamalkan oleh penganutnya dalam kehidupan bernegara dengan cara yang tidak
bertentangan dengan pancasila.
Sejalan dengan hal
itu maka pendidikan agama (Islam) sebagai suatu tugas dan kewajiban pemerintah
dalam mengembangkan harus mencerminkan dan menuju ke arah tercapainya
masyarakat pancasila dengan warna agama. Dalam kegiatan pendidikan agama dan
pancasilais harus dapat mengisi dan saling menunjang pancasila harus dapat
meningkatkan dan mengembangkan kehidupan beragama termasuk pendidikan agama.
Ini berarti bahwa pendidikan Islam selain berdasarkan al- Qur’an dan sunnah
juga berdasarkan ijtihad dalam menyesuaikan diri dengan kebutuhan bangsa yang
selalu berubah dan berkembang. Dengan ijtihad itu ditemukan persesuaian antara
Pancasila sebagai dasar dan falsafah negara dengan ajaran agama Islam yang
secara bersamaan dijadikan landasan atau dasar pendidikan termasuk pendidikan
agama.
E. Kesimpulan
Dari beberapa uraian
yang telah dikemukakan dapat ditarik suatu kesimpulan, yaitu sebagai berikut:
1. al-Qur'an
merupakan dasar-dasar pendidikan Islam yang utama dan pertama. Konsep
pendidikan Islam dalam perspektif al-Qur'an bertujuan untuk mengangkat harkat
dan martabat manusia serta menciptakan insan-insan yang intelek yang
disinergikan dengan keimanan.
2. Hadis
merupakan sumber dan dasar pendidikan Islam setelah al-Qur'an yang pada prinsipnya mempunya
dua manfaat pokok. Manfaat pertama, hadis mampu menjelaskan konsep dan
kesempurnaan pendidikan Islam sesuai dengan konsep al-quran. Kedua,
hadis dapat menjadi contoh yang tepat dalam penentuan metode pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Anshori,
Endang Syaifuddin, Pokok-Pokok Pikiran Tentang Islam, Cet. I; Jakarta:
Usaha Interprises, 1976
Azra,
Azyumardi, Esei-Esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam, Cet. I;
Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1998
Darajat,
Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, Cet. II; Jakarta: Bumi Aksara, 1992
al-Jamaly,
Muhammad Fadhil, Filsafat Pendidikan
Dalam al-Qur'an, Cet. I; Surabya: PT. Bina Ilmu, 1996
Mappanganro,
Implementasi Pendidikan Islam di Sekolah, Ujung Pandang: Yayasan
al-Ahkam, 1996
Marimba,
Ahmad D. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Cet. I; Bandung:
al-Ma’arif, 1980
al-Nahlawi,
Abd. Rahman, al-Tabiyah al-Islamiyah Wa Asalibuha Fi al-Bait Wa al-Madrasah
Wa al-Mujtama’, alih bahasa Shihabuddin dengan Judul; Pendidikan Islam
di Rumah, di Sekolah dan di Masyarakat, Cet. II; Jakarta: Gema Insan Press,
1996
al-Qardhawi,
Yusuf, Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan al-Banna, alih bahasa Bustani
A. Gani dan Zainal Abidin Ahmad, Cet. I; Jakarta: Bulan Bintang, 1980
Uhbiyati,
Nur, Ilmu Pendidikan Islam, Cet. II; Bandung : Pustaka Setia, 1998
[1]Lihat, Mappanganro,
Implementasi Pendidikan Islam di Sekolah (Ujung Pandang: Yayasan
al-Ahkam, 1996), h. 1
[2] Azyumardi Azra, Esei-Esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam (Cet.
I; Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1998), h. 3
[4] Abd. Rahman al-Nahlawi, al-Tabiyah al-Islamiyah Wa Asalibuha Fi
al-Bait Wa al-Madrasah Wa al-Mujtama’, alih bahasa Shihabuddin dengan
Judul; Pendidikan Islam di Rumah, di Sekolah dan di Masyarakat (Cet. II;
Jakarta: Gema Insan Press, 1996), h. 20
[7]Yusuf
al-Qardhawi, Tarbiyah al-Islam Wa Madrasah Hasan al-Banna, alih bahasa
Bustani A. Gani dan Zainal Abidin Ahmad : Pendidikan Islam dan Madrasah
Hasan al-Banna, (Cet. I; Jakarta: Bulan Bintang, 1980), h. 39
[9]Lihat, Ahmad D.
Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam (Cet. I; Bandung:
al-Ma’arif, 1980), h. 23
[16]Abdurrahmnan
al-Nahlawi, Op.cit., h. 30
[17] Muhammad Fadhil al-Jamaly, Filsafat Pendidikan Dalam al-Qur'an (Cet. I; Surabya: PT.
Bina Ilmu, 1996), h. 3
[19] M. Athiyah al-Abrasyi, Dasar-Dasar dan Pokok Pendidikan Islam
(Jakarta: Bulan Bintang, 1970), h. 36-37
[22]al-Sayid Ahmad
al-Hasyimi, Mukhtar Ahadis al-Nabawiyah (Qahirah: Mathba’ah al-Hijazi,
1967), h. 128
[28]Zakiah Darajat, Op.cit., h. 21-22
[29] Azyumardi Azra, Op.cit., h. 11
[30] Zakiah Darajat, Op.cit., h. 22-23
ass...kunjungan mlm hari.sekedar memberi tahu,anda dapat award dari majelis jagad kawula...silakan dibungkus dan dibawa p[ulang...salam hangat dan doa saya sukses selalu buat anda aamiin ^_^
ReplyDelete