Skip to main content

TIK dan Budaya Lokal


Oleh : Abdul Haris Mubarak
Budaya di Sulawesi “Sirik na Pacce” merupakan konsep akhlak dan mental orang Bugis Makassar. Pada awalnya, bahkan hingga 20 tahun terakhir, budaya Sirik na Pacce masih kental di Sulawesi Selatan. Kata “sirik” bisa memiliki banyak makna, antara lain malu jika berbuat salah, berani menegakkan kebenaran dan menumpas kebatilan, saling menghargai dan banyak lagi. Namun secara laterlate, istilah sirik dapat diartikan “malu” dalam kehidupan sehari-hari. Adapun istilah Pacce[1] atau Pesse[2] diartikan “Pedis” dalam bahasa sehari-hari orang Sulawesi Selatan. Makna Pacce juga sangat luas yang bisa berarti “sangat pahit atau pedih jika dikhianati”. Sirik Na Pacce telah menyatu dalam jiwa dan raga masyarakat Sulawesi Selatan hingga munculnya dunia baru yang lebih dikenal dengan jaman teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Zaman TIK telah mengantar manusia menuju konsep hidup baru yaitu penyatuan budaya-budaya dunia serta nilai-nilai yang terkandung didalamnya.

Budaya sirik na pacce saat ini masih menyimpan benih bagi gerenasi bangsa Bugis dan Makassar di Sulawesi Selatan maupun bangsanya di perantauan. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa pergeseran waktu telah mengikis nilai-nilai budaya lokal sehingga yang tersisa semakin menipis dan samar oleh hantaman Multikulturalisme yang telah mewabah sejak zaman teknologi infomasi dan komunikasi mengalami perkembangan pesat. Salah satu bentuk mental atau akhlak Bugis Makassar yang bergeser adalah model perkawinan cengan cara kekeluargaan menjadi sistem monopoli. pada masanya, orang tua (keluarga besar) yang menawarkan calon pasangan terhadap anak. Selanjutnya anak berhak memberikan pertimbangan terhadap orang tua. Lalu muncul zaman baru ketika dunia pacaran populer, pada masa ini anak yang menawarkan calon (istri/suami) pada orang tua sementara orang tua memberikan pertimbangan berdasarkan pengalaman mereka dalam memilih pasangan hidup maupun membangun rumah tangga.
Sebetulnya, budaya manusia telah membentuk masing-masing karakter individual. Bahkan kemajuan zaman yang banyak mempengaruhi tingkah laku manusia yang menuntut cara-cara instan tidak selalu baik. Sangat disayangkan jika identitas suatu Daerah, bahkan Negara harus menjadi samar atau hilang sama sekali dari ciri budayanya masing-masing.



[1] Dialeg Makassar
[2] Dialeg Bugis

Comments

Popular posts from this blog

Strategi Kepemimpinan Ali Bin Abu Thalib

BAB I PENDAHULUAN A.       Latarbelakang Masalah Nabi Muhammad saw. Tidak meninggalkan wasiat tentang siapa yang akan menggantikan beliau sebagai pemimpin politik umat Islam setelah beliau wafat. Beliau tampaknya menyerahkan persoalan tersebut kepada kaum Muslimin untuk menentukannya sendiri. Kaena itu, tidak lama setelah beliau wafat; belum lagi jenazahnya dimakamkan, sejumlah tokohMuhajirin dan Ashor Berkumpul dibalai kota   Bani Sa’dah, Madinah.  

Kedudukan Ar-ra'yu sebagai Landasan Hukum Islam

Referensi Pada dasarnya umat Islam yang beriman Kepada Allah swt. Meyakini bahwa Sumber utama Ajaran Islam yaitu Alquran dan Hadis sudah sempurna. Firman Allah dalam Alquran sudah sempurna membahas aturan-aturan, hukum, ilmu pengetahuan (filsafat), kisah, ushul fiqh dan lain-lain. Begitu juga Hadis Rasulullah yang salah satu sifatnya menjadi penjelasan ayat-ayat dalam Alquran. Posisi Hadis adalah penjelas dan sumber kedua setelah Alquran.

Dasar-dasar Pendidikan Islam

DASAR-DASAR PENDIDIKAN ISLAM (Tinjauan al-Qur'an dan Hadis) Oleh : Kelompok 2 A.    Pendahuluan Islam mempunyai berbagai macam aspek, di antaranya adalah pendidikan (Islam). Pendidikan Islam bermula sejak nabi Muhammad Saw, menyampaikan ajaran Islam kepada umatnya. [1]   Pendidikan adalah proses atau upaya-upaya menuju pencerdasan generasi, sehingga menjadi manusia dalam fitrahnya. Itu artinya bahwa pendidikan merupakan conditio sine quanon yang harus dilakukan pada setiap masa. Berhenti dari gerakan pendidikan berarti   lonceng kematian (baca; kemunduran atau keterbelakangan) telah berbunyi dalam masyarakat atau negara.