Tanggal 22 juli 2014 lalu merupakan hari penentuan
pemenang pemilihan umum calon presiden dan calon wakil presiden Republik
Indonesia terpilih. Komisi pemilihan umum sebagai lembaga negara yang bertanggungjawab
pada persiapan, proses hingga pengumuman hasil pemilu telah menyelesaikan tugas
dan memberikan pengumuman bahwa peserta nomor urut 2 (Jokowidodo dan HM Jusuf
Kalla) adalah pemenang pilpres mengalahkan pesaingnya nomor urut 1 (Prabowo
Subianto dan Hatta Rajasa).
Ada hal yang menarik pada pertarungan pilpres atau
pemilihan kepala daerah semacamnya. Sebagian orang menilai bahwa pertarungan di
pilpres adalah pertarungan visi dan misi, ada juga yang menilainya sebagai
pertarungan kelompok dan yang paling jelas terlihat adalah pertarungan partai. Sebetulnya
penilaian di atas masih belum terlalu tepat karena bisa jadi seseorang menyukai
visi dan misi suatu kandidat tapi tidak memilihnya karena sang calon bukan
kerabat atau kelompoknya. Juga belum sepenuhnya tepat jika pilpres dikatakan
sebagai pertarungan kelompok maupun partai karena bisa jadi seseorang berbelok
dari kandidat yang diusung partainya ke kandidat yang diusung partai lain. Ada juga
yang mengambil manfaat dari suatu pertarungan dengan harapan mampu berdiri dan
berperan aktif dipihak manapun sehingga tidak perlu khawatir siapa yang menang
dan siapa yang kalah. Sebagai contoh adalah peran yang dimainkan oleh partai
Golongan Karya yang menitip tokoh pada pasangan kandidat nomor 2, sementara itu
mereka atas nama partai mendukung partai pasangan capres nomor 1. Dengan demikian,
mereka akan mendapatkan jabatan, baik pasangan nomor 1 atau nomor 2 yang
menjadi pemenang pilpres. Dengan demikian, pertarungan pilpres atau pertarungan
semacamnya adalah pertarungan strategi oleh korporasi dalam menarik simpati
pemilih.
Penulis adalah orang yang tertarik dengan visi dan misi
yang angkat oleh Jokowi-JK (2) tapi tidak memilih pasangan tersebut. Pertimbangan
penulis dalam menentukan pilihan antra lain mengenal latarbelakang kandidat,
mengenal partai pengusung, negara yang mendukung dan berpeluang membangun
kerjasama bilateral, visi misi, kemampuan intelektual – spiritual – emosional,
pridabi calon pemimpin serta kemampuan mengenal masalah dan mengetahui secara
tepat proses penyelesaiannya. Penulis menilai sosok yang paling mengenal
permasalahan bangsa dan tau proses penyelesaiannya adalah Prabowo-Hatta (1). Meski
keputusan KPU tanggal 22 Juli lalu tidak sesuai dengan harapan penulis, tapi
kenyataan harus diterima. Ucapan selamat harus di berikan pada pemenang dan
kita semua berharap pemerintahan akan lebih baik nantinya.
Sebagai catatan
sekaligus harapan besar untuk pemimpin NKRI periode 2014-2019 (Jokowidodo – Jusuf Kalla) bahwa pemerintahan tidak akan berjalan baik tanpa
dukungan dari rakyak. Olehnya itu, sebagai rakyat Indonesia marilah
kita memperbaiki diri dan mendukung program pemerintah. Suatu hal yang penting
disaradi bersama bahwa pemerintahan tidak akan baik di negeri ini jika pemeimpin
dan masyarakatnya belum bersih dari kecurangan-kecurangan dan pelanggaran-pelanggaran
etika dan norma serta aturan-aturan yang dibuat oleh negara, olehnya
itu sebagai bagian dari masyarakat Indonesia penulis berharap pemerintah harus
bersih dan membersihkan oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab.
Kita tidak ingin orang-orang kotor dibersihkan oleh Yang
Mahakuasa melalui bencana dahsyat yang dibuat-Nya karena yang demikian itu
membuat segalanya hancur, kita juga tidak ingin masih ada orang-orang kotor
yang hidup bebas dan berkeliaran di Negeri tercinta ini. Semoga kabinet yang
dibangung oleh Jokowi-JK mampu memenuhi harapan besar ini.
Pemimpin baru pasti memikirkan rakyat... salah satunya adalah dengan menghilangkan subsidi BBM. katanya selama ini subsidi BBM salah Sasaran... semoga setelah BBM di naikkan merupakan arah yg sudah benar sasarannya...
ReplyDelete