“Kalau
suatu bangunan sudah rusak parah, tidak usah direnovasi lagi tapi bongkar saja
lalu buat bangunan yang baru”. Kata seorang tokoh bijak, kemudian menjelaskan
bahwa ketika renovasi dilakukan pada bangunan yang telah memiliki kerusakan
parah, akan ada masalah baru yang lebih besar dan tidak akan pernah habis.
Bahkan ketika renovasi tetap dilakukan akan menambah masalah dari segi biaya
dan pengorbanan.
Sejalan
pernyataan di atas, ternyata ada beberapa konteks yang senada dengan bangunan[1]
sebagaimana diterangkan di atas. Selain pembangunan rumah atau gedung, ternyata
pembangunan keluarga, gerakan kolektif atau bahkan negara juga bisa dijadikan
inspirasi bahwa ketika terjadi kerusakan parah, baik terhadap bangunan cintan
(keluarga), bangunan organisasi (gerakan kolektif) atau nation state (negara
bangsa) maka lebih baik bangunan tersebut dihancurkan lalu membuat yang baru.
Secara
tekstual, sudah sangat jelas bahwa bangunan fisik (infrasturktur) yang sudah
rusak parah tidak lagi efektif (mendatangkan manfaat) jika dilakukan renovasi.
Tapi secara konteks, bangunan (hubungan emosional) relasi, sahabat, cinta atau
keluarga ketika menghadapi cobaan besar karena beberapa sebab sehingga terjadi
keretakan yang akhirnya memaksa hubungan tersebut dihentikan, maka membongkar
bangunan (emosional) yang lama lebih baik, selanjutnya mencoba mencari
(membangun) relasi, persahabatan, cinta atau hubungan keluarga menjadi lebih
baik dan lebih segar. Pesan tegasnya, tidak usah
mempertahankan suatu hubungan yang sudah terlanjur rusak karena nodanya
sudah terlanjur tebal dan tidak mungkin bisa dihapuskan secara total. Olehnya
itu, tindakan yang paling tepat adalah membuangnya lalu mencari sesuatu yang
lebih baru.
Bangunan
yang lain yang bisa dicontohkan (secara konteks) adalah eksistensi sebuah
Negara Bangsa. Kalau merujuk pada tulisan terdahulu di Blog ini yang memprediksi “Indonesia segera bubar dari panggung
Negara Bangsa” karena beberapa penyakit (kerusakan) yang mungkin tidak ada lagi
obatnya. Karena salah satu tanda, keruntuhan (kematian) adalah sakit yang
berkepanjangan dan tidak ada lagi obatnya. Khusus tulisan kali ini (salah satu
poinnya) adalah Berhenti membuat renovasi untuk
Indonesia karena kerusakannya tidak mungkin lagi diperbaiki secara
total. Kalau merujuk pada sejarah, 14 Abad yang lalu (abad ke 7 M)[2]
Nusantara (sekarang Indonesia) Menjadi Negara yang paling jaya di dunia, tapi
pada akhirnya ditumbangkan karena penyakit dalam yang dideritanya. Kemudia abad
ke 14 atau 7 abad yang lalu Nusantara kembali berjaya, tepatnya zaman kerajaan
Madja Pahit.
Kalau
melihat periodisasi atau siklus 7 abad, sudah waktunya Indonesia kembali
menduduki posisi tertinggi di dunia (puncak kejayaan). Namun kalau diamati
lebih dalam, itu tidak akan mungkin terjadi di Negeri ini. Terlalu banyak
penyakit yang diderita negeri ini, mulai dari korupsi, kolusi, nepotisme,
budaya konsumtif, miskin produksi, ketidak adilan, masa bodoh, dan sebagainya.
Sementara itu, tekanan asing semakin tinggi untuk terus menguras kekayaan alam
dan budaya Indonesia dan memaksakan pemasaran produk asing. Kalau begitu, apa
lagi yang bisa dibanggakan di Indonesia? Cita-cita pembangunan bangsa Indonesia
yang tertuang dalam UUD 1945 tentang upaya memajukan kesejahteraan sosial
bangsa jelas belum bisa terwujud. Mari kita amati indikator kesejahteraan
sosial dan bagaimana perkembangannya di masyarakat!. Secara umum kesejahteraan
sosial dipahami sebagai suatu kondisi masyarakat dimana terpenuhinya kebutuhan
ekonomi keluarga, kesehatan yang memadai, pendidikan yang layak, terciptanya
rasa keamanan dan terpenuhinya kebutuhan komunikasi dan transportasi. Dengan
demikian, bisa disimpulkan bahwa masyarakat Indonesia masih jauh dari taraf
kesejahteraan.
Dengan
kondisi seperti ini, Akankah kita mempertahankan bangsa ini?, yang jelas sudah
banyak gerakan kolektif yang tidak senang dengan pancasila sebagai dasar negara
dan itu berarti menginginkan Indonesia berakhir lalu berganti sesuai cita-cita
gerakan kolektif mereka. Juga beberapa gerakan yang menginginkan keluar dari
Bangsa Indonesia lalu membentuk negara sendiri. Selain itu, goncangan berat
masih saja di alami bangsa ini. Jutaan kelompok menuntut akan keadilan dan
sebagainya. 155 Agama lokal minta pengakuan pemerintah dan semua itu belum
direalisasikan sebagai agama resmi di Indonesia.
Sebagai
warga negara, yang mesti disikapi adalah tidak ikut merusak tatanan negeri dan
tetap melakukan hal-hal yang terbaik bagi bangsa ini. Pesan leluhur yang paling
populer di Indonesia adalah “Berbuat baiklah kamu, tapi kalau tidak bisa
berbuat baik, usahakan untuk tidak merusak”.
Wassalam J
[1]
Bangunan terbagi atas fisik, mental dan kesejahteraan sosial. Bangunan fisik
berarti mengupayakan pembangunan infastruktur seperti jalan raya, gedung,
perkantoran, perumahan dan lain-lain. Sementara pembangunan mental terdiri atas
pembentukan moral dan karakter seseorang terhadap orang lain maupun untuk diri
sendiri, baik yang dilakukan melalui pendidikan formal maupun pendidikan non
formal. Selain itu, Bangunan (Pembangunan) kesejahteraan sosial berarti upaya
menciptakan kondisi masyarakat yang sehat lahir dan batin, pendidikan memadai,
tercipta rasa aman, terpenuhi kebutuhan ekonomi serta akses tranportasi dan
komunikasi yang lancar. Dengan demikian, baik mendirikan rumah, menjalin
hubungan (cinta, teman, relasi dll.), mendirikan organisasi maupun mendirikan
negara bangsa sama-sama bisa dikontekskan dengan suatu bangunan.
[2]
Abad puncak kejayaan Kerajaan Sriwijaya.
Tetap Semangat Mas Bro. Perjalanan masih panjang, Bangsa ini begitu besar, semangat harus tetap membara. ini terkait dgn tulisanku : http://jamaluddindgabu.blogspot.com/2014/12/vetranpejuang-bangsa-indonesia.html
ReplyDelete