Menjelang sore di pematang sawah kami ngobrol tentang
pahit manisnya pekerjaan pada salah seorang petani sawah dan pengusaha bibit
tanaman. Kala itu terik matahari masih menyengat tapi sudah ada beberapa bagian
sawah yang sudah tidak terkena sinar matahari karena terlindung dari pohon di
dekat pematang sawah. Di sanalah kami berbagi cerita tentang pekerjaan dan
warna kehidupan.
Kami bertiga dari latar belakang keluarga yang serumpun
dan latar belakang pekerjaan/pendidikan yang berbeda. Sore itu kami berbagi
tentang bagaimana rasanya menjalani pekerjaan sehari-hari, yang lebih tua sudah
pasti merasakan jerih payah yang lebih lama dibanding saya masih lebih muda.
Beratnya menggarap sawah diungkapkan oleh kawan kami yang lebih mudah. Katanya
menggarap sawah itu butuh waktu 4 bulan, mulai dari persiapan penggarapan,
melunakkan tanah, pembibitan, penanaman, pemeliharaan selama 90 hari, panen
hingga menjual hasil pertanian. Waktu 3 bulan pemeliharaan dan 1 bulan
persiapan penggarapan sawah itu lumayan lama tetapi hasil yang diperoleh tidak
juga banyak. Tahun 2016 kisaran harga gabah adalah Rp.300.000,- sehingga petani
sawah yang luas lahannya hanya ½ Hektar @ 12 karung gabah hanya bisa
menghasilkan rata-rata Rp.900.000,- bulannya untuk ½ hektar sawah. Pekerjaan
ini sangat berat dan hasilnya pun sangat nihil. Nilai Rp. 900.000,- itu juga
belum termasuk sewa mesin pembajak, ongkos pupuk, pestisida dan lain-lain. Tapi
kami bersyukur sebagai petani karena ini bisa menghidupi keluarga kami
bahasanya. Lebih lanjut ia bercerita tentang bagaimana sulitnya bekerja sebagai
petani bahwa ketika menjelang malam tenaga benar-benar tak berdaya lagi. Jika
diumpamakan, rasanya kami hampir sekarat namun saat pagi tiba semangat kerja
datang lagi dan seterusnya berganti hari dengan pekerjaan yang sama.
Masih cerita yang diungkapkan yang paling tua diantara
kami bahwa andaikan gaji yang dikejar, alangkah baiknya jadi buruh bangunan
saja karena gaji sebesar Rp.75.000/hari melebihi penghasilan petani sawah
karena gaji buruh bangunan bisa mencapai Rp. 2.000.000/bulan, paparnya sambil
menunggu kami berdua ikut berkomentar.
Tiba gilirannya kawan kami yang lain (pengusaha bibit)
memberikan komentar bahwa pada dasarnya semua pekerjaan berat tapi karena
obsesi dan cita-cita atau harapan yang membuatnya terasa agak ringan. Buruh
bangunanpun sebetulnya saangat berat karena berkerja secara full tanpa ada
pekerjaa lain (sehari full). Buruh bangunan juga belum sepenuhnya bisa
dikatakan mendapakan hasil yang lebih tinggi karena mereka tidak punya kesempatan
untuk mendapatkan pekerjaan sampingan. Sementara petani sawah memiliki
kesempatan yang lowong untuk mengerjakan pekerjaan lain seperti mengola tuak
dari pohon aren untuk membuat gula merah, pengusaha gula merah ini kalau fokus
bisa menghasilkan sekitar Rp.5.000.000,-/bulan. itu sangat pantastis untuk
petani. Kemudian kawan kami ini juga berbagi tentang pekerjaannya bahwa “sekiranya
bukan karena semangat untuk hidup pekerjaan ini maka saya tidak mungkin bekerja
sekuat dan sejauh ini. Hanya semangat yang menjadi modal utama kami kerja”.
Pekerjaan kawan kami ini sebetulnya lumayan menarik
karena sekali memasarkan bibit saja untuk jumlah 5.000 pohon sudah bisa
mencapai nilai penjualan hingga Rp.37.500.000,- jika bibit yang dia punya
terjual secara keseluruhan maka jumlahnya bisa melebihi Rp.100.000.000,- dengan
modal kerja, penyediaan alat dan bahan seluruhannya yang mencapai
Rp.30.000.000,-. Tentu jika ini dibandingkan dengan kerja petani sawah tadi
maka kemenangan tentu berpihak pada pengusaha bibit buah.
Saya sebagai akademisi yang juga memiliki lahan
pertanian turut mendengarkan celoteh kawan kami yang sudah lebih tua dan sudah
lama mencari nafkah. Lalu saya berceloteh bahwa pekerjaan itu bagian dari
ibadah dan bermalas-masalasan itu tidak mencerminkan sifat hambah yang taat
pada tuhannya. Apapun pekerjaannya yang terpenting adalah halal dan jalannya
benar serta disyukuri maka disitulah ketenangan dan perasaan sejahtera
ditemukan. Sebaliknya, orang yang selalu menuntut kekayaan yang lebih akan semakin
merasa tidak berkecukupan hingga ajalnya menjemput. Kerjakan sesuai kemampuan
saja, maka itulah pekerjaan yang paling baik.
Secara pribadi saya mengola lahan secara lebih santai
dan targetnya juga yang sederhana saja. Saya memilih memelihara cengkeh dan
merica karena pemeliharaannya tidak terlalu berat, sementara sawah yang
kumiliki telah kuserahkan pada pekerja dengan cara bagi hasil. Target lain saya
adalah menanam seribu pohon untuk penghijauan dan produksi kayu bangunan.
Pekerjaan itu lumayan sederhana tapi insya Allah memiliki nilai ekonomis yang
tinggi dan pekerjaannya lumayan enteng.
Comments
Post a Comment
شُكْرًا كَثِرًا
Mohon titip Komentarnya yah!!
وَالسَّلامُ عَليْكُم