Dikotomi adalah pembagian dua kelompok yang saling bertentangan.[1] Dengan dengan demikian, dikotomi
ilmu yang dimaksud di sini adalah pembagian dua kelompok ilmu pengetahuan, yang
secara lahiriyah kelihatan bertentangan, misalnya ilmu agama dan ilmu umum.
Ilmu agama diklaim berasal dari Islam, sementara ilmu umum diklaim berasal dari
Barat.
Dalam pandangan penulis bahwa, suatu kesalahan besar yang telah
dilakukan sebagian pakar pendidikan selama ini yang telah mendikotomikan ilmu
pengetahuan, sehingga lahirnya klaim dari kalangan mereka ilmu Islam dan ilmu
kafir. Padahal, dalam syariat Islam tidak ada ajaran tentang dikotomi ilmu
tersebut. Justeru ada adegium yang dilontarkan oleh ahli hikmah, yakni ; [2]أطلوا العلم ولو بالصين (tuntutlah
ilmu walau di negeri Cina). Maksudnya, ilmu itu harus dituntut dimanapun
saja, walau di negerinya orang kafir. Berkaitan dengan ini, maka menurut
penulis bahwa ilmu apapun namanya, jika ia diletakkan dalam nilai-nilai Islam,
maka disebut ilmu Islam. Atau dengan kata lain, ilmu yang bersumber dari Barat
bila ia sesuai dengan ajaran Islam, maka ilmu tersebut harus diterima secara
bijak. Oleh karena itu, perlu dipahami bahwa tidak selamanya ilmu Barat itu
secara lahiriyah bertentangan dengan ilmu Islam.
Karena terlanjur ada pendikotomian ilmu yang dilakukan oleh
sebagian pakar pendidikan, maka pada gilirannya pula melahirkan istilah lain
yang disebut dengan “dualisme pendidikan”, yakni pendidikan agama dan
pendidikan umum.
Istilah dualisme diartikan sebagai dua paham atau pemahaman yang
berkembang dan dianut dalam suatu komunitas. Pemahaman itu tampak sejalan dan
juga bisa jadi kontradiksi. Jika kemungkinan yang terakhir disebut
(kontradisksi) yang timbul lalu ditarik benang merah, maka ia semakna dengan dikotomi
secara lahiriyah.
Kembali kepada istilah
dualisme, secara semantik terma ini berarti dua macam pengetahuan, atau dua
macam pandangan, yaitu:
1. Pengetahuan
(ilmu) yang rasional (epistemologinya) melalui akal.
2. Pengetahuan
(ilmu) non rasional – pemerolehannya melalui wahyu.
Berdasarkan uraian di atas dapat dinyatakan bahwa dualisme
pendidikan bukan terpisah-pisahnya ilmu pada beberapa disiplin, melainkan
fungsi ilmu sendiri yang seharusnya terdapat hubungan fungsional lalu hubungan
itu dipisahkan, sehingga muncullah istilah pendidikan agama dan pendidikan
umum.
Baca juga:
[1]Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, Edisi III (Cet. II; Jakarta: Balai Pustaka,
2002), h. 220.
[2]Ishāq Ahmad Farhān, al-Tarbiyah
al-Islāmiyah bayn al-Asālah wa al-Ma’āsirah (Cet. II; t.tp:
Dār al-Furqān, 1983), h. 30
Comments
Post a Comment
شُكْرًا كَثِرًا
Mohon titip Komentarnya yah!!
وَالسَّلامُ عَليْكُم