Skip to main content

Menghilangkan Dualisme Sistem Pendidikan dalam Islam


Disadari atau tidak, persoalan dualisme sistem pendidikan Islam itu masih aktual dibicarakan. Hal itu bisa dilihat, di kalangan pakar pendidikan Islam persoalan tersebut sering menjadi bahan diskusi cukup serius. Mengapa, karena dualisme sistem pendidikan yang seharusnya tidak boleh ada, malah seolah telah menjadi trend pendidikan bagi masyarakat kita.

Ditolaknya sistem pendidikan dualisme ini, tidak lain karena sejarah telah membuktikan sistem pendidikan Barat seringkali merusak Islam. setidaknya sistem pendidikan Barat menjadi penghalang dalam melanding-kan Islam secara kaffah dalam kehidupan umat Islam.[1]
Oleh karena itu, para sarjana Muslim harus bersatu menciptakan ajaran-ajaran mereka sendiri guna mengembangkan ilmu pengetahuan alam, sosial dan ilmu kemanusiaan lainnya. di samping itu, para pemikir Muslim harus berani menantang ilmuan Barat pikiran-pikirannya dipenuhi hipotesis-hipotesis materialistik, yang menolak berlakunya kehnedak Allah di alam ini.[2] Dengan demikian diharapkan umat Islam akan dapat kembali menemukan sistem pendidikan Islam dalam bentuk utuhnya.
Sementara itu, Zianuddin Sardar[3] memberikan solusi untuk menghilangkan dikotomi itu dengan cara meletakkan epistimologinya dan teosri sistem pendidikan yang bersifat mendasar. Menurutnya, untuk menghilangkan sistem pendidikan dikotomis di dunia Islam perlu dilakukan usaha-usaha sebagai berikut :
1. Dari segi epistimologi, umat Islam harus berani mengembangkan kerangka pengatahuan masa kini yang teraktikulasi sepenuhnya. Ini berarti kerangka pengetahuan yang dirancang harus aplikatif. Kerangka pengetahuan dimaksud setidaknya dapat menggambarkan metode-metode dan pendekatan yang tepat yang nantinya dapat membantu para pakar Musllim dalam mengatasi masalah-masalah moral dan etika yang sangat dominan di masa sekarang.
2. Perlu ada suatu kerangka teoritis ilmu dan teknologi yang menggambarkan gaya-gaya dan metode-metode aktivitas ilmiah dan teknologi yang sesuai tinjauan dunia dan mencerminkan nilai dan norma budaya Muslim.
3. Perlu diciptakan teori-teori pendidikan yang memadukan ciri-ciri terbaik sistem tradisional dan sistem modern. Sistem pendidikan integralistik itu secara sentral harus mengacu pada konsep ajaran Islam, seperti tazkiah al-nafsu, tauhid dan sebagianya. Di samping itu sistem tersebut juga harus mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat Muslim secara multidemensional masa depan. Dan yang terpenting langi, pemaknaan pendidikan, mencari ilmu sebagai pengalaman belajar sepanjang hidup.
Menurut Syed Ali Asyraf,[4] dua sistem pendidikan yang ada di negara-negara Muslim itu bisa dilebur dalam satu sistem. Namun ada syarat utama yakni fondasi filosofis harus Islam. bersamaan dengan itu, kandungan materi (subyek kurikulum) religius harus tetap ada untuk spesialisasi. Setiap pelajar harus mempunyai semua pengetahuan dasar yang diperlukan sebagai seorang Muslim, dan agar memenuhi tuntunan sebagai sistem pendidikan modern, semua pengetahuan yang termuat di dalamnya harus diatur dan disusun atas prinsip kesinambungan, urutan dan integrasi.
Walaupun gagasan para ahli pendidikan Muslim telah banyak dilontarkan, namun disadari benar bahwa soal dualisme sistem pendidikan ini tidak mudah diselesaikan. Oleh karenanya, sikap optimisme dan berani menjadi modal penting. Dengan modal tersebut lambat laun usaha-usaha para pakar dan sambutan positif masyarakat Islam akan menjadi kenyataan.

Baca juga:






[1]Ibid.
[2]Ada perbedaan pokok antara pakar Muslilm dan pakar Barat dalam memandang hukum alam. Menurut Barat, hukum alam adalah hukum sebab akibat yang pasti terjadi tanpa campur tangan Tuhan. Sementara menurut Islam, hukum alam itu ada karena kehendak Tuhan. Jadi sekalipun hukum alam itu berisi sebab akibat, namun hukum sebab akibat itu tidak berlaku bila Tuhan tidak menghendakinya. Ismail SM. dkk., Paradigma Pendidikan Islam (Semarang: Pustaka Pelajar, 2001), h. 91
[3]Zianuddin Sardar, op. cit., h. 280-281
[4]Ali Asyraf, op. cit., h. 43 

Comments

Popular posts from this blog

Strategi Kepemimpinan Ali Bin Abu Thalib

BAB I PENDAHULUAN A.       Latarbelakang Masalah Nabi Muhammad saw. Tidak meninggalkan wasiat tentang siapa yang akan menggantikan beliau sebagai pemimpin politik umat Islam setelah beliau wafat. Beliau tampaknya menyerahkan persoalan tersebut kepada kaum Muslimin untuk menentukannya sendiri. Kaena itu, tidak lama setelah beliau wafat; belum lagi jenazahnya dimakamkan, sejumlah tokohMuhajirin dan Ashor Berkumpul dibalai kota   Bani Sa’dah, Madinah.  

Kedudukan Ar-ra'yu sebagai Landasan Hukum Islam

Referensi Pada dasarnya umat Islam yang beriman Kepada Allah swt. Meyakini bahwa Sumber utama Ajaran Islam yaitu Alquran dan Hadis sudah sempurna. Firman Allah dalam Alquran sudah sempurna membahas aturan-aturan, hukum, ilmu pengetahuan (filsafat), kisah, ushul fiqh dan lain-lain. Begitu juga Hadis Rasulullah yang salah satu sifatnya menjadi penjelasan ayat-ayat dalam Alquran. Posisi Hadis adalah penjelas dan sumber kedua setelah Alquran.

Pendidikan Islam Pasca Runtuhnya Bagdad

I.               PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Masalah Kemunduran umat Islam dalam peradabannya terjadi pada sekitar tahun 1250 M. s/d tahun 1500 M.   Kemunduran itu terjadi pada semua bidang terutama dalam bidang Pendidikan Islam. Di dalam Pendidikan Islam kemunduran itu sebagian diyakini karena berasal dari berkembangnya secara meluas pola pemikiran tradisional. Adanya pola itu menyebabkan hilangnya kebebasan berpikir, tertutupnya pintu ijtihad, dan berakibat langsung kepada menjadikan fatwa ulama masa lalu sebagai dogma yang harus diterima secara mutlak (taken for garanted). Saat umat Islam mengalami kemunduran, di dunia   Eropa   malah   sebaliknya   mengalami   kebangkitan   mengejar ketertinggalan mereka, bahkan mampu menyalib akar kemajuan-kemajuan Islam.   Ilmu Pengetahuan dan filsafat   tumbuh   dengan   subur   di   tempat...