Tidak bisa dipungkiri munculnya dualism pendidikan
antara ilmu umum dan ilmu agama dalam lembaga pendidikan islam. Posisi ilmu
agama seringkali dijadikan sebagai ilmu yang dinomor-duakan dan terpisah dari
ilmu umum. Berikut adalah beberapa penyebab munculnya dualism pendidikan:
1.
Stagnasi Pemikiran Umat Islam
Stagnasi
yang melanda keserjanaan Muslim terjadi sejak abad XVI hingga abad XVII M.
Kondisi tersebut secara umum merupakan imbas dari kelesuan bidang politik dan
budaya masyarakat Islam saat itu cenderung melihat ke atas, melihat
gemerlapannya kejayaan abad pertengahan, sehingga lupa kenyataan yang tengah
terjadi di lapangan. Maka para sarjana Barat menyatakan, rasa kebanggaan dan
keunggulan budaya masa lampau telah membuat para sarjana Muslim tidak
menanggapi tantangan-tantangan yang dilemparkan oleh sarjana Barat. Padahal
bila tantangan tersebut ditangani secara positif dan lebih arif, dunia Muslim
dapat mengasimilasikan ilmu pengetahuan baru itu, kemudian memberi arah baru.[1]
2. Penjajahan Barat
atas Dunia Islam
Penjajahan
Barat terhadap dunia Muslim telah dicatat para sejarawan berlangsung sejak abad
CVIII hingga abad XIX M. pada saat itu dunia Muslim benar-benar tidak berdaya
di bawah kekuasaan imprialisme Barat. Dalam kondisi seperti itu, tentu tidaklah
mudah dunia Muslim menolak upaya-upaya yang dilakukan Barat, terutama injeksi
budaya dan peradaban modern Barat. Karenanya pendidikan budaya Barat
mendominasi budaya tradisional setempat yang dibangun sejak lama, bahkan dapat
dikatakan, pendidikan ilmu-ilmu Barat telah mendominasi kurikulum pendidikan di
sekolah-sekolah di dunia Muslim.
Dengan
demikian, integrasi ilmu pengetahuan tidak diupayakan apalagi dipertahankan.
Ini sebagai dampak mengalirnya gaya pemikiran serjana Barat yang memang
berusaha memisahkan antara urusan ilmu dengan urusan agama. Bagi mereka, kajian
keilmuan harus dipisahkan dari kajian keagamaan. Sehingga di dunia Muslim juga
berkembang hal yang sama, yakni kajian ilmu dan teknologi harus terpisah dari
kajian agama. Pendekatan keilmuan seperti ini, tepatnya menjelang akhir abad
XIX M mulai mempengaruhi cabang ilmu lain terutama ilmu yang menyangkut
masyarakat, seperti ilmu sejarah, sosiologi, antropologi, ekonomi dan politik.[2]
3. Modernisasi atas
Dunia Muslim
Faktor
lain yang dianggap telah menyebabkan munculnya dikotomi sistem pendidikan di
dunia Muslim adalah modernisasi. Yang harus disadari, modernisasi itu muncul
sebagai suatu perpaduan antara dua ideologi Barat, teknekisme dan nasionalisme.[3]
Teknikisme muncul sebagai reaksi terhadap dogma, sedangkan nasionalisme
ditemukan di Eropa dan diinjeksikan secara paksa kepada rakyat Muslim.
Perpaduan kedua paham modernisme inilah, menurut Zianuddin,[4]
yang sangat membahayakan dibandingkan dengan tradisionalisme yang sempit.
Selain
itu, penyebab dikotomi sistem pendidikan adalah diterimanya budaya Barat secara
total bersama adopsi ilmu pengetahuan dan teknologinya.[5]
Sementera
itu, Amrullah Ahmad[6]
menilai bahwa penyebab utama terjadinya dikotomi adalah peradaban umat Islam
yang tidak bisa menyajikan Islam secara kaffah. Sebagai akibat dari dikotomi
itu, lahirnya pendidikan umat Islam yang sekularistik, rasionalistik, dan
materialistik.
Baca
juga:
[1]Abdul Hamid Abu Sulaiman, Krisis Pemikiran
(Jakarta: Media Da’wah, 1994), h. 50
[2]Syed Ali Ashaf, New Hoizons in Muslim
Education, diterjemahkan oleh Soni Siregar dengan judul Baru Dunia Islam
(Jakarta: Logos: Pustaka Firdaus, 1991), h. 33
[3]Zianuddin Sardar, Rekayasa Masa Depan
Peradaban Muslim (Bandung: Mizan, 1986), h. 75
[6]Amrullah Ahmad (ed), Kerangka Dasar
Masalah Paradigma Pendidikan Islam, dalam Muslih Musa, Pendidikan
Islam di Indonesia; antara cita dan fakta (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1991),
h. 52
Comments
Post a Comment
شُكْرًا كَثِرًا
Mohon titip Komentarnya yah!!
وَالسَّلامُ عَليْكُم