Skip to main content

Kenyataan dalam Profesionalisme


Belakangan ini kita sudah semakin sulit menemukan kemurnian niat dan amal manusia dalam menjalani kehidupannya sehari-hari. Pekerjaan yang dilakukan hanyalah symbol bahwa hal tersebut merupakan pekerjaan yang murni berdasarkan profesionalitasnya.

Kenyataannya hari ini banyak guru sebagai pekerjaan yang menuntut profesionalisme justru tidak mencerminkan nilai-nilai keguruan yang mendidik, justru mereka (guru) menjadi contoh yang tidak baik seperti terlambat masuk kelas, kebanyakan bercerita pengalaman pribadi (diluar pembahasan study) dari pada membahas mata pelajaran, menuntut nilai yang tinggi sementara tidak memberi bekal keilmuan yang cukup, terlalu banyak memberi tugas dengan beban yang cukup berat dan masalah-masalah lainnya. Profesi (pekerja) lain tentu saja ada kemungkinan bekerja diluar kode etik dalam pekerjaannya. Pekerjaan lain yang juga menuntut profesionalisme antara lain dokter, perawat, bidan, apoteker, pekerja sosial dan sebagainya yang menuntut keahlian khusus dan sesuai dengan bidang keilmuan bukan berarti benar-benar telah bekerja professional. Masih sering ditemukan kendala-kendala teknis dilapangan bahwa mereka tidak bekerja secara professional.

Secara umum setiap pekerjaan menghasilkan upah sehingga pekerjaan yang menuntut profesionalisme juga sudah pasti mengharapkan upah. Etika profesionalisme antara lain kesesuaian antara keilmuan dan bidang pekerjaan.

Jika kebanyakan orang bekerja secara professional maka jaminan akan masalah-masalah sosial, pendidikan, kebudayaan, kesehatan, politik, keamanan, akses transpostasi dan komunikasi dan sebagainya akan menjadi lebih baik. Kenyataannya, cukup banyak guru yang tidak mencerminkan sosoknya sebagai guru karena fokus utamanya bukanlah mendidik namun sekedar untuk mendapatkan pujian, level dan keuntungan materi. Begitu juga dengan pihak keamanan hari ini bahwa masih ada yang bekerja hanya untuk kepentingan ekonomi saja. Itu sangat jelas karena cukup banyak orang yang rela melakukan pembayaran dengan bajet yang lumayan besar untuk mendapatkan posisi/pekerjaan di Polri. Untuk urusan kemampuan dan keterampilan tugas biar urusan belakangan. Mengapa hal ini terjadi? Alasan utama seseorang menuntut pekerjaan adalah yang paling menjanjikan dan memiliki penghasilan paling aman.

Dengan demikian, jika seorang guru, pekerja sosial, polri, tni, dokter, perawat dan perkerjaan profesional lainnya memiliki niat paling utama agar mendapatkan kemapanan serta berharap jaminan kesejahteraan yang tinggi maka mungkin inilah yang akan merusak profesionalime itu.

Kalau begini adanya! Bagaimana bisa bangsa ini menjadi baik?

Comments

Popular posts from this blog

Strategi Kepemimpinan Ali Bin Abu Thalib

BAB I PENDAHULUAN A.       Latarbelakang Masalah Nabi Muhammad saw. Tidak meninggalkan wasiat tentang siapa yang akan menggantikan beliau sebagai pemimpin politik umat Islam setelah beliau wafat. Beliau tampaknya menyerahkan persoalan tersebut kepada kaum Muslimin untuk menentukannya sendiri. Kaena itu, tidak lama setelah beliau wafat; belum lagi jenazahnya dimakamkan, sejumlah tokohMuhajirin dan Ashor Berkumpul dibalai kota   Bani Sa’dah, Madinah.  

Kedudukan Ar-ra'yu sebagai Landasan Hukum Islam

Referensi Pada dasarnya umat Islam yang beriman Kepada Allah swt. Meyakini bahwa Sumber utama Ajaran Islam yaitu Alquran dan Hadis sudah sempurna. Firman Allah dalam Alquran sudah sempurna membahas aturan-aturan, hukum, ilmu pengetahuan (filsafat), kisah, ushul fiqh dan lain-lain. Begitu juga Hadis Rasulullah yang salah satu sifatnya menjadi penjelasan ayat-ayat dalam Alquran. Posisi Hadis adalah penjelas dan sumber kedua setelah Alquran.

Dasar-dasar Pendidikan Islam

DASAR-DASAR PENDIDIKAN ISLAM (Tinjauan al-Qur'an dan Hadis) Oleh : Kelompok 2 A.    Pendahuluan Islam mempunyai berbagai macam aspek, di antaranya adalah pendidikan (Islam). Pendidikan Islam bermula sejak nabi Muhammad Saw, menyampaikan ajaran Islam kepada umatnya. [1]   Pendidikan adalah proses atau upaya-upaya menuju pencerdasan generasi, sehingga menjadi manusia dalam fitrahnya. Itu artinya bahwa pendidikan merupakan conditio sine quanon yang harus dilakukan pada setiap masa. Berhenti dari gerakan pendidikan berarti   lonceng kematian (baca; kemunduran atau keterbelakangan) telah berbunyi dalam masyarakat atau negara.