Skip to main content

Produk Instan dan Sistem sebagai tantangan pemuda

Segala puja dan syukur dipanjatkan pada Tuhan Rabbul ‘alamin
TANTANGAN PEMUDA DALAM MENYIKAPI PRODUK INSTAN DAN SISTEM 
Suatu Refleksi
---
Dari ratusan tulisan yang telah saya posting di blog ini, masalah kepemudaan menjadi topik yang cukup sering muncul sebagai sorotan. Berangkat dari refleksi hari sumpah pemuda yang diperingati hari ini (28 Oktober 2016). Sorotan utama penulis adalah sangat banyak diantara pemuda kita yang menyukai produk instan, pendidikan instan, kekayaan dengan cara instan, sistem kehidupan yang isntan dan lain-lain. Sepintas lalu, cara instan bisa dibenarkan karena untuk apa memilih cara-cara lama yang konvesional dengan proses waktu yang cukup lama? Sedangkan banyak yang bisa didapatkan secara gampang dan proses yang lebih singkat.

Tentu saja “cara gampang dan proses yang lebih singkat” menjadi pilihan dibanding cara yang rumit dan melalui proses yang pangjang lebar. Sementara ketetapan alam berbunyi “hasil yang terbaik merupakan suatu anugrah yang diusahakan dengan baik melalui suatu proses”. Dengan demikian proses dan usaha seseoranglah yang menjadi tolak ukur suatu hasil. Sebagai contoh; bukan ijazah yang menjadi tolak ukur keberhasilan seseorang (untuk kepribadian) tapi bagaimana ia melalui suatu proses belajar dengan mengikuti seluruh aturan dan rangkaian suatu lembaga pendidikan.
Hal-hal yang bisa didapatkan secara instan itu antara lain 1) titel pendidikan, yaitu mendapatkan pengakuan dari sekolah/kampus tanpa mengikuti proses belajar yang serius. 2) makanan yang dzat dan cara pengelolaannya yang tidak jelas, 3) komunikasi keluarga maupun sanak sahabat yang bisa dilakukan tanpa harus bertemu langsung padahal sejatinya yang terbaik adalah bertemu, 4) kekayaan, dalam hal ini banyak orang ingin cepat kaya tanpa perlu usaha keras padahal usaha yang terbaik adalah yang didapatkan dengan jeripayah.
Tantangan pemuda hari ini adalah melawan arus teknologi yang menciptakan produk-produk instan, bahkan hingga pendidikanpun ada yang ditempuh secara instan. Bukan berarti bahwa teknologi harus dihindari namun ia harus dimanfaatkan dengan baik sehingga menjadi tepat guna. Penulis teringat dengan salah satu pesan Prof. Dr. Ashar Arsyad, MA bahwa “segala suatu membutuhkan proses untuk hasil yang terbaik”. Pernyataan itu jelas tidak menyetujui cara-cara yang dilakukan secara instan.

Sebagai cacatan penutup, melalui refleksi sumpah pemuda ini mari kita hidup rukun antar sesama warga Negara. Mari memperjuangkan keyakinan tanpa penistaan terhadap keyakinan lain, memperjuangkan bangsa, Negara, keluarga dan pribadi masing-masing bahwa selanjutnya generasi muda adalah penentu masa depan bangsa. 

Comments

Popular posts from this blog

Strategi Kepemimpinan Ali Bin Abu Thalib

BAB I PENDAHULUAN A.       Latarbelakang Masalah Nabi Muhammad saw. Tidak meninggalkan wasiat tentang siapa yang akan menggantikan beliau sebagai pemimpin politik umat Islam setelah beliau wafat. Beliau tampaknya menyerahkan persoalan tersebut kepada kaum Muslimin untuk menentukannya sendiri. Kaena itu, tidak lama setelah beliau wafat; belum lagi jenazahnya dimakamkan, sejumlah tokohMuhajirin dan Ashor Berkumpul dibalai kota   Bani Sa’dah, Madinah.  

Kedudukan Ar-ra'yu sebagai Landasan Hukum Islam

Referensi Pada dasarnya umat Islam yang beriman Kepada Allah swt. Meyakini bahwa Sumber utama Ajaran Islam yaitu Alquran dan Hadis sudah sempurna. Firman Allah dalam Alquran sudah sempurna membahas aturan-aturan, hukum, ilmu pengetahuan (filsafat), kisah, ushul fiqh dan lain-lain. Begitu juga Hadis Rasulullah yang salah satu sifatnya menjadi penjelasan ayat-ayat dalam Alquran. Posisi Hadis adalah penjelas dan sumber kedua setelah Alquran.

Dasar-dasar Pendidikan Islam

DASAR-DASAR PENDIDIKAN ISLAM (Tinjauan al-Qur'an dan Hadis) Oleh : Kelompok 2 A.    Pendahuluan Islam mempunyai berbagai macam aspek, di antaranya adalah pendidikan (Islam). Pendidikan Islam bermula sejak nabi Muhammad Saw, menyampaikan ajaran Islam kepada umatnya. [1]   Pendidikan adalah proses atau upaya-upaya menuju pencerdasan generasi, sehingga menjadi manusia dalam fitrahnya. Itu artinya bahwa pendidikan merupakan conditio sine quanon yang harus dilakukan pada setiap masa. Berhenti dari gerakan pendidikan berarti   lonceng kematian (baca; kemunduran atau keterbelakangan) telah berbunyi dalam masyarakat atau negara.