Pada
ulang tahunku yang ke-29 ini (29 Maret 1988), kucoba mengenang refleksi perjalanan hidupku pada
tahun 2001 (16 tahun yang lalu). Meskipun dari tahun ketahun terdapat jutaan
memori dan pengalaman penting untuk dibagi dalam bentuk inspirasi baik sebelum tahun
2001 maupun setelahnya tapi AHM ingin mengungkap gambaran kehidupanku pada masa itu.
Tahun
2001, saat tamat Sekolah Dasar Penulis meninggalkan kampung halaman untuk
melanjutkan pendidikan menengah di Madrasah Tsanawiyah Negeri Model Makassar. Pada
tahun itu, Penulis lulus seleksi dan diterima belajar di sana. Karena
tidak ada asrama di Madrasah sehingga siswa yang tidak memiliki tempat tinggal (rumah
pribadi) harus kost atau menyewa kontrakan rumah. Untungnya pada tahun 2011
masih ada saudara penulis yang tinggal kost di Makassar sehingga lebih gampang
belajar tentang kehidupan di kota. Namun demikian, karena ditahun yang sama
(2011) adalah tahun penyelesaian Studi kakak saya di IAIN Alauddin Makassar sehingga
untuk beberapa bulan harus tinggal sendiri di kost.
Saat
AHM menginjak usia 13 tahun, tepatnya kelas 8 di MTs Negeri Model Makassar (Tahun
2002) sudah terlatih sebagai penghuni kost yang harus hidup mandiri, mengurus
diri sendiri dan berlatih manajemen. Tahun itu keluarga kami sedang berduka dan
karenanya hurus pulang kampung selama 1 Minggu dalam suasana duka. Meski demikian
karena kewajiban belajar berjalan normal maka pada akhirnya AHM berangkat ke
Makassar dibekali uang Rp. 35.000,- untuk hidup 1 bulan (salah satu bentuk latihan yang baru kupahami manfaatnya). Kalau dibandingkan
dengan nilai uang saat ini (tahun 2017) berkisar Rp. 350.000,-. Uang sebanyak
itulah yang digunakan hidup lebih dari 1 bulan untuk hidup dikota yang
materialis. Kalau uang sebanyak itu bahkan hanya bisa bertahan selama 3 hari
saat ini dalam keadaan irit. Uang sebanyak itu tenyata bisa dimanfaatkan dengan
baik, bahkan untuk membayar tagihan listrik saja sudah menghampiri Rp.10.000,-
dan sudah pasti ada kebutuhan-kebutuhan lainnya, baik di kost maupun diskolah.
Kalau
dibawa pada kondisi hari ini, AHM sudah tidak berani ke Makassar untuk
perjalanan 2 hari saja tanpa membawa uang saku minimal Rp. 500.000,-. Itulah yang
berubah namun karena sudah cukup terlatih sehingga beberapa hal bisa ditaktisi.
Dengan
bekal “Paseng” dari orang tua sehingga Penulis berani melangkahkan kaki menuju
Makassar dan mencoba hidup untuk mandiri. Paseng inilah yang menjadi modal
utama. Soal bagaimana hidup di Makassar yang jauh dari sanak family dan berjuang
hidup.
Selanjutnya kemana kaki AHM
akan melangkah? Hari ini serpih jiwaku berdo’a agar
gulungan ombak takdir kebaikan akan selalu menerpa dunia dan isinya, lalu
memohon akan berkah, keselamatan, kasih sayang dan luasnya kemurahan Sang Maha
Pengasih untuk segala bentuk kehidupan serta simpuhkan pinta atas indahnya
waktu yang akan terlalui hari ini, esok, lusa hingga akhir nanti...# امين ياالله
bersama Guru dan Sahabat-sahabat seperjuangan Madrasah Tsanawiyah Negeri Model Makassar |
Comments
Post a Comment
شُكْرًا كَثِرًا
Mohon titip Komentarnya yah!!
وَالسَّلامُ عَليْكُم