Suatu
paradigma tidak selamanya bertahan sebagai suatu pandangan atau anggapan
tentang sesuatu pada seseorang. Paradigma akan bergeser sesuai dengan
perputaran waktu dan perubahan ruang. Paradigma juga erat kaitannya dengan
nilai, dengan kata lain yang dianggap baik hari ini belum tentu dianggap baik
pada masa lalu maupun masa yang akan datang sehingga ada evaluasi untuk
mengukur keberhasilan suatu proses. Begitu juga ada inovasi untuk memperbaiki
kesalahan atau kekeliruan masa lalu dan masa kini untuk perbaikan pada
masa-masa berikutnya.
Secara
filosofis, ketika paradigma disandingkan dengan suatu teori atau tesa maka
setiap teori hanya berlaku pada saat teori tersebut masih diakui kebenarannya
dan tidak terbantahkan. Namun ketika suatu teori sudah memiliki anti teori atau
anti tesa sebagai pembanding maka secara otomatis teori tersebut sudah mulai
bergeser dari posisinya sebagai satu-satunya paradigma yang berlaku. Meskipun
demikian, anti tesa bukanlah berarti suatu paradigma yang benar sehingga bisa dijadikan
pedoman baru karena ada kemungkinan paradigma lama masih lebih dominan.
Biasanya ketika suatu tesa memiliki pembanding yang dalam hal ini adalah anti
tesa maka akan muncul tesa baru sebagai kesimpulan baru atau teori baru yang
kemudian disebut sebagai sintesa. Seperti itulah suatu paradigma lahir kemudian
dibantah oleh paradigma baru sehingga muncul paradigma yang lebih baru lagi.
Alurnya adalah dari suatu tesa kemudian dibantah/dikritik (karena suatu alasan)
oleh anti tesa lalu muncul sintesa atau kesimpulan baru.
Sintesa
sebagai kesimpulan baru bukan berarti akan bertahan karena masih ada
kemungkinan akan terbantahkan oleh anti tesa berikutnya lalu muncul lagi
kesimpulan terkini. Seperti itulah paradigma, ia yang hanya dianggap benar jika
belum memiliki pembanding dan bantahan.
Tentang
paradigma ini, penulis tertarik dengan suatu pernyataan oleh Salah Seorang
Kepala Sekolah di SMP Sangata Utara Kabupaten Kutai Timur Provinsi Kalimantan
Timur an. Sukmawati, S.Pd. Bu Sukma mengatakan bahwa ada banyak hal yang bisa
berubah dalam hidup ini, termasuk diantaranya adalah paradigma, prinsip dan
kebijakan. Hal tersebut berubah karena kita sudah menyadari bahwa paradigma,
prinsip maupun kebijakan yang selama ini kita miliki dan amalkan sudah tidak
relevan. Untuk itu, agar tercipta suatu pandangan yang lebih baik maka kita
sejatinya mengubah prinsip, paradigma maupun kebijakan kita.
Alat
pengukur dari suatu paradigma adalah perasaan atau kata hati, pengamatan atau
kesaksian langsung maupun tidak langsung (kesaksian orang lain) atau juga bisa
diukur dengan pemikiran.
Sukmawati
mengatakan bahwa dirinya dimasa lalu pernah memegang prinsip dan mengamalkan
sesuatu yang bersumber dari olahpikirnya. Hal tersebut kemudian berubah karena
olah batinnya (kata hati) dan akhirnya mengatakan bahwa dirinya saat ini bisa
jadi masih mengalami perubahan sikap, paradigma atau prinsip. Tentu saja itu
sangat tergantung dengan kondisi alam ataupun hukum alam.
Mari
kita memperbaiki keadaan ini dengan prinsip kebaikan dan paradigma yang terbaik
untuk menjawab tantangan zaman. Tantangan kita adalah berada dizaman yang edan
dan semoga kita tetap bisa melakukan kebaikan. Mari kita membangun paradigma
baru untuk menjawab permasalahan zaman, menanamkan prinsip yang baik untuk
memperbaiki keadaan serta membuat kebijakan yang terbaik agar masa depan dunia
baik dan juga keselamatan di akhirat kelak.
Comments
Post a Comment
شُكْرًا كَثِرًا
Mohon titip Komentarnya yah!!
وَالسَّلامُ عَليْكُم