Skip to main content

Memperbaiki diri di Bulan Mubarak Menuju Derajat Firtah


Banyak hal yang selalu menjadi topik dalam bulan puasa (ramadhan). Mulai dari selamatan menyambut bulan suci, jajanan takjil, menu buka puasa, menu dan tradisi sahur, pakaian untuk tarwih, kue lebaran, baju lebaran, mudik, siarah makam, silaturrahim/salam-salaman, liburan, tunjangan hari-raya (THR) dan masih banyak lagi.

Secara hakikat, puasa ramadhan akan membawa manusia menuju fitrah yang berarti kembali suci.  Target kembali suci ini akan diraih ketika seseorang melakukan amalan-amalan yang sesuai dengan perintah Allah swt. dan sabda Nabi Muhammad saw. Barang siapa yang berpegang teguh pada ajaran Islam yang murni maka ia akan mencapai derajat fitrah.
Jika kita mengamati lebih jauh antara tujuan puasa dan tradisi yang dibangun oleh mayoritas umat Islam di Indonesia, maka apakah derajat fitrah dapat dicapai? Berpuasa adalah menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkannya seperti sifat tercela, perbuatan buruk, serta makan dan minum pada siang hari dll. Puasa juga melatih seseorang untuk menjadi lebih baik, lebih tahan terhadap godaan duniawi, lebih sabar dan menjadi sosok yang peduli terhadap masalah sosial. Tentu jika kita merujuk pada arti dan tujuan puasa di atas, maka akankah bulan puasa bisa mengantar kebanyakan orang menuju derajat fitrah? mari kita kembali pada catatan awal di atas bahwa tradisi yang dibangun selama ini oleh mayoritas umat Islam sudah banyak yang bergeser dari tuntunan menuju firtah.
Di Bulan puasa ini umat Islam dilatih untuk keluar dari sifat-sifat seperti Ghadab (pemarah), hasad (dengki), dendam, munafik, ghibah (menggunjing), Namimah (adu domba), takabbur (berbangga diri), fitnah dan sifat-sifat buruk lainnya. Sebaliknya, di Bulan Puasa ini kita diharapkan membangun sifat-sifat yang baik seperti taubat, khauf, zuhud, sabar, syukur, ikhlas, tawakkal, mahabbah, tawadhu, qana’ah, ketaatan dan sifat-sifat baik lainnya. Bulan puasa adalah bulan latihan bagi umat islam untuk menjadi pribadi yang baik, bukan membangun tradisi yang boros seperti yang kebanyakan dilakukan oleh umat Islam di Indonesia. Tradisi boros itu adalah:
1. Lebih banyak pengeluaran/belanja makanan maupun perabot/alat rumah tangga pada saat bulan puasa bukannya menahan diri untuk tidak boros.
2. Menganggap bahwa puasa adalah hanya menahan untuk tidak makan dan minum saja tanpa peduli hal-hal lain yang juga ikut membatalkan puasa.
3. Ikut membangun tradisi yang belum tentu baik untuk kita.
Mari kita memanfaatkan bulan puasa ini baik, yaitu meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadah kita serta menjauhi langka-langkah syaitan. Semoga kita termasuk orang-orang yang mendapatkan derajat fitrah. amin yaa rabbal alamin.

Comments

Popular posts from this blog

Strategi Kepemimpinan Ali Bin Abu Thalib

BAB I PENDAHULUAN A.       Latarbelakang Masalah Nabi Muhammad saw. Tidak meninggalkan wasiat tentang siapa yang akan menggantikan beliau sebagai pemimpin politik umat Islam setelah beliau wafat. Beliau tampaknya menyerahkan persoalan tersebut kepada kaum Muslimin untuk menentukannya sendiri. Kaena itu, tidak lama setelah beliau wafat; belum lagi jenazahnya dimakamkan, sejumlah tokohMuhajirin dan Ashor Berkumpul dibalai kota   Bani Sa’dah, Madinah.  

Kedudukan Ar-ra'yu sebagai Landasan Hukum Islam

Referensi Pada dasarnya umat Islam yang beriman Kepada Allah swt. Meyakini bahwa Sumber utama Ajaran Islam yaitu Alquran dan Hadis sudah sempurna. Firman Allah dalam Alquran sudah sempurna membahas aturan-aturan, hukum, ilmu pengetahuan (filsafat), kisah, ushul fiqh dan lain-lain. Begitu juga Hadis Rasulullah yang salah satu sifatnya menjadi penjelasan ayat-ayat dalam Alquran. Posisi Hadis adalah penjelas dan sumber kedua setelah Alquran.

Dasar-dasar Pendidikan Islam

DASAR-DASAR PENDIDIKAN ISLAM (Tinjauan al-Qur'an dan Hadis) Oleh : Kelompok 2 A.    Pendahuluan Islam mempunyai berbagai macam aspek, di antaranya adalah pendidikan (Islam). Pendidikan Islam bermula sejak nabi Muhammad Saw, menyampaikan ajaran Islam kepada umatnya. [1]   Pendidikan adalah proses atau upaya-upaya menuju pencerdasan generasi, sehingga menjadi manusia dalam fitrahnya. Itu artinya bahwa pendidikan merupakan conditio sine quanon yang harus dilakukan pada setiap masa. Berhenti dari gerakan pendidikan berarti   lonceng kematian (baca; kemunduran atau keterbelakangan) telah berbunyi dalam masyarakat atau negara.