(Ikut mengambil bagian dalam membangun generasi bangsa)
Oleh : Abdul Haris Mubarak
Dapat kita lihat pada hadist Nabi Muhammad Saw. Yang diriwayatkan oleh
Bukhari dan Muslim berikut ini “sesungguhnya ada kalanya seseorang berbuat amal
ahli surga pada lahirnya yang terlihat pada orang, padahal ia ahli neraka, dan
adakalanya seseorang mengerjakan amalan ahli neraka dalam pandangan orang,
padahal ia ahli surga.
Dengan demikian paradigma seseorang itu tidak boleh bedasar atau melihat
pada prosesnya saja tetapi juga harus melihat evaluasi atau hasil yang telah
dicapainya.
Contoh lain pada sebuah kisah dimana ada empat orang pemuda buta
dimintai keterangan untuk memberikan kesimpulan atau gambara seekor gajah lalu
keempaat pemuda itu masing-masing memegang bagian tertentu gajah tersebut.
(singkat cerita) pemuda yang pertama yang hanya memegang bagian telinga gajah
menyimpulkan bahwa seekor gajah itu adalah hewan yang lebar seperti wajan, lalu
pemuda kedua ditanya, bagaimana menurut anda gajah itu? Lalu pemuda kedua
menjawab, “gajah itu bundar dan besar seperti tangki. Begitupun pemuda yang
ketiga dan keempat masing-masing berkesimpulan lain terhadap gajah.
Yang ditekankan di sini adalah sejauh mana seseorang memandang sesuatu
dan dari sudut mana dia memandang. Sesuatu yang hampir pasti jika seseorang
telah berpakaian rapi dengan paras yang sopan dan beriwibah tidak akan ada yang
percaya kalau profesinya adalah buruh bangunan, apalagi jika disaksikan
kesehariannya yang tampak sebagai sosok yang ahli dalam kajian dan keilmuan
atau berada pada jenjang pendidikan yang tinggi.
Pernah suatu ketika saya mengikuti sebuah diskusi yang diselenggarakan
oleh mahasiswa pada salah satu perguruan tinggi di Makassar yang dalam forum
tersebut membahas mengenai figur salah satu tokoh lokal di Sulawesi Selatan.
Dalam pertemuan tersebut, tokoh yang dibangga-banggakan digambarkan telah
menjadi Heroik dalam memperjuangkan
agama dan bangsa ini. Dikabarkanlah bahwa tokoh ini telah menanamkan nilai kemanusiaan
sehingga masyarakat menjadi berbudi luhur dan pesan-pesan kemanusiaan yang
telah “beliau” (tokoh tersebut) sampaikan dipegang secara adat dan
turun-temurun, namun dalam pertemuan tersebut, saya yang membawa buku yang juga
membahas tentang perjuangan seorang tokoh menjadi sorotan oleh kawan saya yang
ikut juga ikut dalam pertemuan tersebut.
Dalam bahasanya (kawan saya)
mengatakan bahwa “tokoh” dalam buku yang saya bawa adalah pemberontak. Pernyataan
temanku itu tidak ku tanggapi secara serius hingga diskusi usai dilaksanakan. Barulah
saya angkat bicara dengan melontarkan bahasa sederhana mengatakan “tergantung
dari siapa yang menulisnya”, seorang tokoh terbaik duniapun yaitu nabi Muhammad
akan mendapatkan celah ketika yang menulis adalah komplotan dari musuh beliau. Kukatakan
padanya pakai pola relasional biar tidak terjebak pada dikotomi berpikir.
Lalu bagaimana kita menarik kesimpulan terhadap sesuatu? Cara pandang
terhadap sesuatu itu dilakukan secara relasional dan menyeluruh. Bukan dengan
mengambil kesimpulan secara dikotomi. Pola ini dilakukan untuk mensinergikan
pola pikir menuju pembangunan intelektual bangsa.
Pembangunan generasi
bangsa harus dilakukan secara menyeluruh minimal pada tiga aspek, mulai dari
peningkatan mutu dan kualitas SDM, peningkatan kuantitas pekerja professional,
serta peningkatan kuantitas dan kualitas alat dan bahan produksi. Cara ini bisa
ditempuh dengan berbagai pola, mulai dari:
1. Pendidikan dan pelatihan keterampilan, yang ditempuh dengan melakukan
pembinaan nalar, mental dan gerakan pada peserta didik secara berkesinambungan
melalui:
a. tahap penalaran yang relasional antara sekte-sekte
pengetahuan yang sifatnya dikotomi, pengetahuan ini biasanya dimotori oleh
organisasi-organisasi yang sering melakukan pengkajian dan mengasah nalar
b. pembentukan mental yang dilakukan dengan membentuk
pribadi yang berbudaya
c. gerakan berdasarkan olah pengetahuan dan mental dari
suatu titik terburuk menuju pencerahan
2. Tentang peningkatan mutu dan kuantitas SDM perlu ditunjang dengan adanya
keterampilan khusus agar tercipta pribadi yang professional dalam menjalankan
pekerjaan atau aktivitas kesehariannya. Bukan berarti seseorang aka dibina
hanya pada satu keterampilan saja tetapi juga akan dibekali pengetahuan
kebangsaan, penguatan nasionalisme, kebudayaan lokal, perbaikan mental dan
gerakan nasional melawan imperialime yang telah menjajah mental dan pengetahuan
kita menuju pengetahuan rasional saja sementara mengabaikan pengetahuan tentang
hal-hal yang mistik, begitupun pembentukan mental bangsa yang menanamkan cinta
damai pada bangsa ini sementara penjajahan atas bangsa ini seharusnya tidak ada
kata damai, terlebih lagi ketika mereka selaku kaum penjajah telah mengubah
tatanan negeri sesuai dengan kebutuhan mereka sehingga memudahkan mereka
mengambil alih seluruh potensi yang ada di Negeri ini, mulai dari SDM, SDA,
sampai pada keyakinan kita yang dibelokkan dengan model pengetahuan mereka yang
realistis/rasional.
3.
Sudah suatu kepastian bahwa kalau tidak ada peningkatan kualitas dan
kuantitas alat dan bahan produksi, maka bangsa ini akan semakin punah dalam hal
menciptakan lapangan pekerjaan untuk bangsa sendiri dan memproduksi barang
serta memberikan jasa untuk negeri sendiri dan bangsa-bangsa di luar negeri.
Bangsa-bangsa di luar negeri saja yang sudah maju dan memiliki kualitas
produksi pangan dan alat-alan teknologi masih bersaing ketat dalam persaingan
kualitas untuk meraih kepuasan konsumen, apalagi bangsa ini yang terbilang
masih kurang produktif sehingga harus menciptakan pola baru menuju perbaikan tatanan
yang ada di negeri ini.
Pola tersebut di atas
merupakan keseluruhan objek yang harus di sentuh sehingga tercapai masyarakat
madani tetapi sudah disadari kalau secara total kita tidak dapat melakukaknnya
seorang diri, olehnya itu dibutuhkan berbagai tokoh yang akan menjadi
inspirator, motivator dan penggerak sehingga permasalahan di negeri ini bisa perlahan-lahan
dituntaskan.
Kutulis diposko Induk Tagana Sulsel
tanggal 7 Februari 2012
Comments
Post a Comment
شُكْرًا كَثِرًا
Mohon titip Komentarnya yah!!
وَالسَّلامُ عَليْكُم