Skip to main content

Sekolah dan Lembaga Pendidikan

Corak dari Lembaga Pendidikan di Indonesia
oleh : Abdul Haris Mubarak, S. Sos
Lembaga pendidikan atau taman pendidikan di Indonesia sesunggunya sangat bervariasi jenis dan pola pengajarannya. Lembaga tersebut berupa Sanggar, Madrasah, Taman Pendidikan, Pesantren, Sanggar, Padepokan, Sekolah, Langgar Mesjid dan masih banyak lagi model lainnya yang tentunya mempunyai model dan penerapan transfer pengetahuan (logos), pendidikan laku (etos) serta penguatan komunikasi (estetis).
Ada lembaga pendidikan yang fokusnya lebih banyak pada peningkatan kualitas pengetahuan (logika) sementara penguatan Estetik dan Etik hanya mendapat porsi yang sedikit, ada pula yang mengutamakan etika sementara yang lainnya hanya mendapat porsi yang sedikit serta ada pola yang menyeimbangkan (sinergi) antara ketiganya. Beberapa model pendidikan tersebut akan saya uraikan berikut ini:
1.        Padepokan
Padepokan adalah tempat di mana pemuda-pemuda "ndepok" (berguru) untuk menimba ilmu dan berlatih keterampilan pada seorang guru yang dipercaya memiliki ilmu  dan keterampilan yang tinggi tentang sesuatu hal. "nDepok" adalah kata kerja bahasa Jawa yang mempunyai arti tinggal di rumah atau di tempat yang disediakan oleh sang guru dalam jangka waktu tertentu untuk tujuan belajar pada sang guru tersebut.
Padepokan selalu dibangun di tengah-tengah masyarakat oleh seorang guru, bahkan pada umumnya di daerah minus. Dalam masa perintisan, sang guru mendidik anak-anak desa setempat dan bersama-sama membangun perekonomian masyarakat, misalnya dengan mengenalkan teknologi pertanian baru di zamannya. Kalau sudah cukup lama berdiri, biasanya murid-muridnya datang dari luar desa dan murid senior membantu menjadi ’asisten’ sang guru.
Hidup dan belajar bersama antara guru dan murid di tengah-tengah masyarakat, inilah inti sistem pendidikan padepokan. Jadi relevansinya dengan dunia pendidikan kita saat ini adalah kedekatan antara guru-murid ; keteladanannya, laku moral, dan pengabdian pada masyarakat. Tentang pelajaran moral, ’teorinya’ biasanya dibuat dalam sebuah tembang agar mudah diingat, lalu perilakunya diteladankan oleh guru atau orang tua sebagai cermin bagi anak-anak dalam bersikap. Kemudian ukuran prestasi bagi anak bukanlah ranking teratas di kelas, juara menghafal atau berhitung, tapi banyak-banyak menanam kabajikan.

2.      Ashram
Ashram adalah tempat orang suci melakukan pertapaan demi hidup dalam damai dan bahagia dia tengah-tengah alam. Tempat untuk melatih dan menempa kehidupan lahir dan batin, juga merupakan tempat melaksanakan yadnya. Ashram juga merupakan tempat tinggal bagi para siswa yang sedang menuntut ilmu. Kata ashram berakar dari bahasa Sanskerta yaitu "aashraya", yang berarti perlindungan. Dalam bahasa Indonesia, kata Ashram berubah menjadi Asrama.
Karakteristik Dasar Pendidikan Ashram
Swami Sivananda dalam All About Hinduism (1988:259) menjelaskan tujuan pendidikan adalah untuk mengantarkan menuju jalan yang benar dan mewujudkan kebajikan, yang dapat memperbaiki karakter seseorang (menuju karakter yang mulia) yang dapat menolong seseorang mencapai kebebasan, kesempurnaan dan pengetahuan tentang Sang Diri (Àtmà), dan dengan demikian seseorang akan dapat hidup dengan kejujuran, hal-hal yang mengarahkan seperti tersebut adalah merupakan pendidikan yang sejati. Shri Sathya Narayana menyatakan bahwa tujuan pendidikan adalah membangun karakter yang baik. Karakter adalah kepribadian seseorang yang menyangkut aspek moralitas, intelegensia, dan perilaku seseorang. Lebih jauh Rabindranath Tagore menyatakan bahwa sistem pendidikan ashram (pasraman) adalah sistem pendidikan yang sejati yang sangat relevan sepanjang zaman. Tagore sangat menekankan pentingnya pendidikan moralitas, di samping kecerdasan intelektual. Dalam sistem ashram, hubungan guru dan sisya (murid) sangat akrab. Guru harus benar-benar dapat mendidik dan mengarahkan karakter sisyanya menuju karakter ke-devatà-an.
   Ashram merupakan salah satu pendidikan yang berbasis masyarakat, dimana masyarakat yang lebih banyak berperan dalam keberlangsungan Ashram, baik dalam hal pemenuhan sarana dan prasarana maupun biaya oprasionalnya. Tilaar (2000 : 105) menyatakan bahwa pendidikan yang terlepas dari masyarakat dan budaya yang ada didalamnya  adalah pendidikan yang tidak memiliki akuntabilitas. Pendidikan berbasis masyarakat dan manajemen pendidikan berbasis sekolah adalah wujud nyata dari demokratisasi dan desentralisai pendidikan. Konsep pendidikan berbasis masyarakat atau juga disebut (community based aducation) secara jelas diperkenalkan juga di Indonesia melalui Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional  BAB XV bagian dua pasal 55. Dalam Undang-undang tersbut, pendidikan berbasis masyarakat didefinisikan sebagai bentuk penyelenggaraan pendidikan berdasarkan kekhasan agama, sosial, budaya, aspirasi, dan potensi masyarakat sebagai perwujudan pendidikan dari, oleh dan untuk masyarakat. Oleh karena itu, pendidikan berbasis masyarakat memiliki tujuan utama untuk melayani kekhasan  kebutuhan masyarakat secara menyeluruh  dengan mengunakan sumber daya  yang  tersedia secara mandiri.
   Pendidikan berbasis masyarakat memiliki asumsi bahwa setiap komponen dari masyarakat memiliki potensi yang dapat dikembangkan  untuk memecahkan  problem sosial masyarakat dengan memobilisasi aksi  bersama. Masyarakat dalam konteks pendidikan berbasis adalah agen, tujuan sekaligus fasilitator dalam proses pendidikan. Formulasi pendididikan berbasis masyarakat bertumpu pada tiga pilar utama yaitu “dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat”. Pendidikan dari masyarakat artinya pendidikan merupakan jawaban dari apa yang menjadi kebutuhan masyarakat. Pendidikan oleh masyarakat artinya masyarakat merupakan pelaku atau subjek pendidikan yang aktif, bukan hanya sekedar sebagai objek pendidikan sehingga masyarakat betul-betul memiliki, bertangungjawab dan peduli terhadap pendidikan.  (Noer, 2001:13)
   Implementasi pendidikan berbasis masyarakat diharapkan setiap warga masyarakat dapat belajar bersama dengan memanfaatkan segala potensi yang ada. Para guru, dewan pendidikan, pengelola dan pelajar adalah semua warga masyarakat dari semua generasi. Para guru tidaklah harus dari guru sekolah, akan tetapi mereka yang memiliki pengalaman atau keahlian dapat dijadikan sebagai guru. Guru bertindak sebagai pemimpin yang mengambil peran dalam mencarikan jalan para warga untuk mencapai pengetahuannya secara terbuka dan memberikan kebebasan untuk mengkaji dengan cara pandang yang berbeda. 
   Pendidikan yang berbasis pada masyarakat dapat dimungkinkan hubungan antara guru dengan sisya berada dalam posisi sejajar sebagai subjek pendidikan. Jika selama ini sisya dalam proses pembelajaran umumnya  berada dalam dominasi guru, maka dalam konteks pendidikan berbasis masyarakat sisya adalah pelaku utama dalam mengembangkan, mencari pengetahuan yang ia butuhkan. Guru adalah fasilitator sejati  sebagai teman diskusi yang memberikan arah sisya dalam menggapai pengetahuan dan cita-citanya secara mandiri.
   Ciri khas ashram adalah adanya asrama atau pondok untuk para sisyanya. Model pembelajaran ashram seperti ini sangat baik untuk pembentukan kepribadian sisya. Setiap hari sisya dibimbing untuk melakukan praktik persembahyangan dan kegiatan keagamaan lainnya di samping pemahaman keagamaan yang cukup kuat. Dengan demikian pembelajaran agama tidak hanya dilakukan di kelas tetapi juga di luar kelas selama 24 jam.
   Warga Ashram wajib menerapkan pola makan vegetarian dengan waktu makan bersama, dimana proses memasak diatur lewat jadwal secara bergantian.
Ashram dan Tuntutan Perubahan Zaman
   Ketika menginjak abad ke-20, yang sering disebut sebagai zaman modernisme dan nasionalisme, peranan ashram mulai mengalami pergeseran secara signifikan. Yang menarik di sini adalah bahwa pendidikan ashram di Indonesia pada saat itu sama sekali belum terstandarisasi secara kurikulum dan tidak terorganisir sebagai satu jaringan ashram Indonesia yang sistemik. Ini berarti bahwa setiap ashram mempunyai kemandirian sendiri untuk menerapkan kurikulum dan mata pelajaran yang sesuai dengan paham yang mereka ikuti.
   Seiring dengan keinginan dan niatan yang luhur dalam membina dan mengembangkan masyarakat, dengan kemandiriannya, ashram secara terus-menerus melakukan upaya pengembangan dan penguatan diri. Walaupun terlihat berjalan secara lamban, kemandirian yang didukung keyakinan yang kuat, ternyata ashram mampu mengembangkan kelembagaan dan eksistensi dirinya secara berkelanjutan.

3.      Langgar Mesjid
Salah satu pusat pendidika islam pada masa-masa awal masuknya islam di Indonesia adalah Langgar Mesjid atau rumah sang guru. Di tempat ini, murid-murid duduk di lantai, menghadapi sang guru, dan belajar mengaji. Waktu mengajar biasanya diberikan pada waktu malam hari biar tidak mengganggu pekerjaan orang tua sehari-hari. Menurut Zuhairini (1997:212), tempat-tempat pendidikan Islam nonformal seperti inilah yang “menjadi embrio terbentuknya sistem pendidikan pondok pesantren.” Ini berarti bahwa sistem pendidikan pada pondok pesantren masih hampir sama seperti sistem pendidikan di langgar atau masjid, hanya lebih intensif dan dalam waktu yang lebih lama.
Sorongan atau individual yaitu seorang murid belajar secara privat pada sang guru Sistem ini biasanya diberikan dalam pengajian kepada murid-murid yang telah menguasai pembacaan Qurán dan kenyataan merupakan bagian yang paling sulit sebab sistem ini menuntut kesabaran, kerajinan, ketaatan dan disiplin pribadi dari murid.

4.      Pesantren
Pengertian pesantren berasal dari kata santri dgn awalan pe-dan akhiran an berarti tempat tinggal santri. Soegarda Poerbakawatja yg dikutip oleh Haidar Putra Daulay mengatakan pesantren berasal dari kata santri yaitu seseorang yg belajar agama Islam sehingga dgn demikian pesantren mempunyai arti tempat orang berkumpul utk belajar agama Islam. Ada juga yg mengartikan pesantren adl suatu lembaga pendidikan Islam Indonesia yg bersifat “tradisional” utk mendalami ilmu tentang agama Islam dan mengamalkan sebagai pedoman hidup keseharian (2004: 26-27)
Dalam kamus besar bahas Indonesia pesantren diartikan sebagai asrama tempat santri atau tempat murid-murid belajar mengaji. Sedangkan secara istilah pesantren adl lembaga pendidikan Islam dimana para santri biasa tinggal di pondok (asrama) dgn materi pengajaran kitab-kitab klasik dan kitab-kitab umum bertujuan utk menguasai ilmu agama Islam secara detail serta mengamalkan sebagai pedoman hidup keseharian dgn menekankan penting moral dalam kehidupan bermasyarakat (Fenomena 2005: 72).
Metode utama sistem pengajaran di lingkungan pesantren ialah sistem bandongan atau wetonan. Dalam sistem ini, sekelompok murid mendengarkan seorang guru yang membaca, menerjemahkan, dan menerangkan buku-buku Islam dalam bahasa Arab. Kelompok kelas dari sistem bandongan ini disebut halaqah yang artinya sekelompok siswa yang belajar dibawah bimbingan seorang guru (Dhofier, 1985: 28). Sistem sorogan juga digunakan di pondok pesantren tetapi biasanya hanya untuk santri baru yang memerlukan bantuan individual.

5.      Sekolah
Sekolah adalah sebuah lembaga yang dirancang untuk pengajaran siswa (atau "murid") di bawah pengawasan guru. Sebagian besar negara memiliki sistem pendidikan formal, yang umumnya wajib. Dalam sistem ini, siswa kemajuan melalui serangkaian sekolah. Nama-nama untuk sekolah-sekolah ini bervariasi menurut negara (dibahas pada bagian Daerah di bawah), tetapi umumnya termasuk sekolah dasar untuk anak-anak muda dan sekolah menengah untuk remaja yang telah menyelesaikan pendidikan dasar.
Arah kebijakan lembaga pendidikan yang disebut sebagai sekolah ini adalah peningkatan intelektual atau nalar dan aksi serta advokasi sosial kemasyarakatan. Hanya saja terdapat beberapa kekurangan sekolah sebagai lembaga pendidikan yaitu sebagai berikut:
a.      Sekolah didirikan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan tujuan utama bisnis sehingga pembinaannya juga hanya berlaku bisnis, orang yang memiliki kemampuan lebih di bidang finansial akan mendapatkan pembinaan yang lebih baik, demikian pula orang yang memiliki finansial standar akan mendapatkan pembinaan yang standar pula.
b.      Pola pembinaan di sekolah lebih terarah pada pendidikan penalaran (logika) dan kreativitas sementara hanya sedikit menyentuh pada pembinaan Etika dan Estetika
c.       Guru dianggap sebagai pengajar atau sedikit lebih tinggi sebagai Pembina murid-murid sehingga kedekatan diatanra murid dan guru hanya sebagai kontrak semata.
d.      Sekolah memiliki banyak aturan yang kaku sehingga menakutkan peserta didik, bahkan ada yang menganggap sekolah itu sebagai penjara.

Referensi
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas http://id.wikipedia.org/wiki/Ashram 9 Maret 2012
I Ketut Sudarsana, S.Ag. Pengembangan ashram sebagai lembaga pendidikan hindu dalam kerangka sistem pendidikan nasional
undang-undang sistem pendidikan nasional, undang-undang republik indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan

Comments

Popular posts from this blog

Strategi Kepemimpinan Ali Bin Abu Thalib

BAB I PENDAHULUAN A.       Latarbelakang Masalah Nabi Muhammad saw. Tidak meninggalkan wasiat tentang siapa yang akan menggantikan beliau sebagai pemimpin politik umat Islam setelah beliau wafat. Beliau tampaknya menyerahkan persoalan tersebut kepada kaum Muslimin untuk menentukannya sendiri. Kaena itu, tidak lama setelah beliau wafat; belum lagi jenazahnya dimakamkan, sejumlah tokohMuhajirin dan Ashor Berkumpul dibalai kota   Bani Sa’dah, Madinah.  

Kedudukan Ar-ra'yu sebagai Landasan Hukum Islam

Referensi Pada dasarnya umat Islam yang beriman Kepada Allah swt. Meyakini bahwa Sumber utama Ajaran Islam yaitu Alquran dan Hadis sudah sempurna. Firman Allah dalam Alquran sudah sempurna membahas aturan-aturan, hukum, ilmu pengetahuan (filsafat), kisah, ushul fiqh dan lain-lain. Begitu juga Hadis Rasulullah yang salah satu sifatnya menjadi penjelasan ayat-ayat dalam Alquran. Posisi Hadis adalah penjelas dan sumber kedua setelah Alquran.

Pendidikan Islam Pasca Runtuhnya Bagdad

I.               PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Masalah Kemunduran umat Islam dalam peradabannya terjadi pada sekitar tahun 1250 M. s/d tahun 1500 M.   Kemunduran itu terjadi pada semua bidang terutama dalam bidang Pendidikan Islam. Di dalam Pendidikan Islam kemunduran itu sebagian diyakini karena berasal dari berkembangnya secara meluas pola pemikiran tradisional. Adanya pola itu menyebabkan hilangnya kebebasan berpikir, tertutupnya pintu ijtihad, dan berakibat langsung kepada menjadikan fatwa ulama masa lalu sebagai dogma yang harus diterima secara mutlak (taken for garanted). Saat umat Islam mengalami kemunduran, di dunia   Eropa   malah   sebaliknya   mengalami   kebangkitan   mengejar ketertinggalan mereka, bahkan mampu menyalib akar kemajuan-kemajuan Islam.   Ilmu Pengetahuan dan filsafat   tumbuh   dengan   subur   di   tempat...