Ada dua identitas yang melekat pada diri seorang
pelajar ketika menyandang status sebagai mahasiswa yaitu pandai penulis dan
pembaca. Kedua hal ini merupakan jalan penting meraih suatu tujuan atau menggapai
sukses selain belajar materi dan praktik yang disampaikan langsung oleh Dosen. Mengapa
membaca dan menulis begitu penting?
Seperti halnya ketika seseorang beranjak
menuju suatu tempat, mesti memiliki kendaraan agar perjalanan lebih cepat dan
mudah. Kendaraannya adalah kampus atau organisasi dan bahan bakarnya adalah
membaca dan menulis.
Sedikit berkomentar tentang pentingnya belajar, yaitu
menganalisis masalah (membaca) dan memproduksi wacana (salah satunya adalah
menulis) bahwa segala ketimpangan atau sebut saja ketidak-sesuaian antara
harapan dan kenyataan yang muncul di Negeri ini atau di Dunia manapun itu
berangkat dari sekelumit masalah hingga menjadi masalah yang lebih rumit. Masalah
yang lebih rumit ini terjadi karena masalah itu berada pada lingkaran setan
yaitu munculnya masalah pada seluruh wilayah, baik wilayah mental, konsep –
kebijakan yang tidak pasti, gerakan atau upaya penyelesaian yang apa adanya. Kalau
ingin menyelesaikan masalah, analisis masalahnya juga harus tuntas untuk
kemudian melakukan eksekusi kebijakan melalui program kerja
Masih pada tema terkait, Saya pernah ditanya ketika
membawakan materi oleh peserta Bina Akrab salah satu Himpunan Mahasiswa Jurusan
(HMJ) pada salah satu Jurusan di Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar,
katanya “melihat kondisi masyarakat Indonesia yang memiliki sekelumit masalah
yang begitu bobroknya, sebetulnya bagaimana cara meretas masalah-masalah yang
sulit itu?”. Mengomentari pertanyaan itu, Kalau menurut hemat saya, penanya ini
hanya ingin tau dari satu aspek saja, yaitu masalah sosial terkait dengan tema
yang sempat saya bawakan ketika itu, namun yang terpenting dalam menyelesaikan
masalah adalah “tau” apa yang menjadi masalah yang sesungguhnya serta masalah secara
keseluruhan. Dengan mengetahui masalah secara tuntas, orang akan lebih mudah meretas
permasalahan secara total. Sebaliknya, jika hanya sebagian masalah yang sempat
di”baca” atau di”analisis”, maka wajar kalau penyelesaian masalahnya juga nihil
– kalau dibawa pada ranah program, ini tidak tepat sasaran.
Untuk mengetahui lebih banyak masalah, intinya adalah
menganalisis data lewat membaca serta data-data lainnya di alam terbuka. Referensinya
adalah fakta sejarah, data sejarah, intervensi sejarah, wacana/issue publik,
serta referensi umum lainnya sebagai pendukung. Referensi tersebut akan lebih
baik lagi ketika diseimbangkan dengan referensi spiritual. Sejatinya,
menganalisis masalah itu berangkat dari pengalaman sukses dan gagalnya
orang-orang terdahulu serta banyak membaca referensi-referensi terkait. Orang yang
mengetahui masalah akan lebih mudah meciptakan ide atau sebut saja gagasan
dalam upaya pembaharuan.
Catatan penutup,
Gagasan tanpa publikasi atau aplikasi sama saja Nol “0”. Olehnya itu, sangat
beruntung seorang ketua yang cerdas dan memiliki konsep karena mereka dapat
melaksanakan konsep atau gagasannya melalui wewenangnya selaku ketua. Berbeda dengan
mereka yang tidak memiliki jabatan, konsepnya hanya bisa dipublikasikan lewat
ceramah dan tulisan. Keistimewaan tulisan ini dapat diabadikan sebagai konsep
yang dituangkan dalam buku dan dapat dinikmati atau bahkan dijadikan pedoman oleh
seluruh orang di Dunia ini. Mereka akan mengenang dan menghargai konsep anda
yang tentunya berangkat dari pembacaan anda yang kritis dan mendalam soal
wacana dan perkembangannya.
right
ReplyDeletethanks
ReplyDelete