Saat mencetak bebera
lembar dokumen kolektif di dekat rumahku tadi sore, tiba-tiba perhatianku
tertuju pada kelompok ibu-ibu yang kilahatannya sedang membicarakan persoalan yang
serius.
“Iya ma, kasihan
sekali ia harus menanggung derita seorang diri” kata seorang ibu muda di tempat
itu.
“Kalau yang saya
dengar, orang di sekelilingnya yang banyak bercerita buruk tentang Nurmi”
lanjut ibu yang sudah bercucu.
“Dia malu karena
hamil diluar nikah. Sungguh” lanjut sang ibu muda.
Penggalan dialog
ibu-ibu ditempat mencetak dokumen itu sangat jelas sedang membahas masalah yang
di hadapi oleh Nurmi, itu yang muncul dalam benakku. Letak masalahnya ialah
Nurmi harus menanggung malu seorang diri karena lelakinya (yang membuat
perutnya buncit) melarikan diri dari tanggungjawab. Sementara orang-orang di sekitarnya
selalu membuat risih Nurmi dengan dengan cerita yang menjadi berita besar
tentang nasib buruk yang menimpanya.
Kata seorang ibu
lainnya lagi, “Seharusnya laki-laki itu yang dicari untuk diminta bertanggung
jawab. Jangan menimpahkan masalah pada seorang wanita donk”
“sepakat. Memang seharusnya
begitu”. Serempak ibu-ibu berkomentar di ruang cetak itu.
Aneh saja, kok harus
perempuan yang jadi korban dan laki-laki yang disalahkan? Mungkin kita harus
mundur kebelakang untuk menganalisis masalahnya. Mulai Lari dari tanggung jawab[2],
menjadi korban hamil diluar nikah[3],
pacaran tidak sehat[4],
pergaulan bebas dan lain-lain. sebenarnya jika ingin aman maka seseorang harus
bertanggung jawab atas diri mereka sendiri, lalu mengurus keluarga sebagai
komunitas terkecil dan lingkungan serta bangsa dan negara[5].
Perempuan itu harus
pandai menjaga diri biar tidak menjadi korban kebiadaban laki-laki. Laki-laki
juga seharusnya tahan dengan godaan pakaian ketat, body molek, tren pashion.
Wajah seksi, paradigma bergaul yang keliru dan sebagainya. saya kira inilah
reaksi awal dari masalah hamil diluar nikah.
Manusia juga akan
mempertanggunjawabkan perbuatannya masing-masing dihadapan sang khaliq pada
hari perhitungan dan hari akhirat nantinya. Dengan demikian, bisa dipastikan
bahwa tidak ada manusia yang menjadi korban atas perlakuan orang lain melainkan
ia korban karena ulahnya sendiri[6].
Sebagai catatan
penutup, penulis ingin mengatakan bahwa seorang pria yang telah membuat Nurmi
hamil telah lari dari masalah tapi tidak menyelesaikan masalah. Selama hitup, laki-laki
bejat itu akan terus dikejar dengan kegelisahan, bahkan hingga akhiratpun
demikian. Bukankah Nurmi yang menjadi korban hamil di luar nikah adalah buah
dari perbuatannya sendiri?
[1] Nama, tempat adalah fiktif
[2] Masalah paling belakangan
muncul.
[3] Masalah kedua dari belakang.
[4] Karena terlalu percaya
dengan pacar, apapun tela dilakukan termasuk memberikan kehormatan.
[5] Bukankah dalam al-Qur’an
disebutkan “jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka …”
[6] Kalau bukan dia yang
mencari masalah, berarti dia tidak menjaga diri agar terhindar dari masalah.
ngeri sekali ya... maka dari itulah kita semuanya harus belajar dari banyak sekali pengalaman seperti ini....
ReplyDeletebetul, saya sangat ngeri saat mendengarnya. seolah tidak ada lagi harapan untuk hidup karena beratnya masalah. padahal masalah itu bisa dicegah dengan tidak mendekati zina
ReplyDeleteKasihan... klu terjadi perkara2 seperti ini selalu nya yg di salahkan perempuan.. mgkin tidak sanggup menanggung malu jd jalan keluar nya bunuh diri.. jadi dosa nya berganda:(
ReplyDeleteaku sich tidak salahkan perempuan saja, bukan juga salahkan laki-laki karena ini dilakukan oleh dua orang jadi menurut saya keduanya bersalah. bahkan bisa jadi soal didikan yang kurang tepat dari keluarga juga merupakan suatu kesalahan termasuk media yang selalu menayangkan pola pergaulan bebas
DeleteMantap sekali Artikelnya dinda. Semoga banyak yang tercerahkan..!
ReplyDelete