Tuntutan untuk
menjadi yang terbaik mengakibatkan manusia cenderung melakukan kompetisi atau
pertarungan. Kecenderungan itu dilakukan secara wajar namun kadang kala ada
yang melukannya secara tidak wajar. Bagi sebagian orang, apapun jalannya bisa
ditempuh yang penting tujuan bisa tercapai. Soal halal atau haram, baik atau
buruk, benar atau salah tidaklah penting demi meraih tujuan.
Prinsip yang populer
saat ini adalah “apapun jalannya yang penting
tujuannya tercapai”. Meski hal itu
tidak dilakukan oleh semua orang tetapi dunia yang terasa semakin sempit
mengakibatkan sebagian besar orang harus bersinggungan untuk mendapatkan apa
yang mereka inginkan tanpa memperdulikan cara yang mereka tempuh. Meski masih
ada sebagian kecil orang yang patuh pada norma-norma yang berlaku tapi
persentasenya sudah sangat minim.
Sejatinya, yang
diterapkan oleh kita adalah “Apapun hasilnya, yang
penting jalan yang ditempuh benar”, soal
kegagalan yang tertunda, kita harus syukuri atau paling tidak bisa diterima
dengan lapang dada”. Prinsip inilah yang sulit dijiwai dan diamalkan.
Fenomena sosial yang
kita saksikan hari ini adalah cikal bakal akan lahirnya konflik yang semakin
merajalela. Karena kebutuhan manusia, segala kekuatan akan dikerahkan untuk
menggapai tujuan itu. Hanya saja potensi kekuatan itu sering kali dimanfaatkan
pada cara-cara yang tidak benar. Dengan jalan berpolitik adalah salah satu
jalan yang termulus untuk mendapatkan fulus (uang). Tentunya, akibat ekonomi
politik yang dibangun secara tidak sehat akan menimbulkan konflik yang lebih
besar. Sebuah prediksi yang menyebutkan bahwa nasib umat manusia akan semakin
dikacaukan oleh para politisi dan antek-anteknya dapat dilihat pada link
ini.
Ada aksi ada reaksi.
Istilah itu mengingatkan kita bahwa apa yang kita lakukan akan menuai hasil. Jika
yang kita lakukan adalah keburukan, maka keburukan akan kembali kepada kita
termasuk kepada orang-orang disekitar kita. Sebaliknya, jika kebaikan kita
lakukan, kemungkinan besar kita juga akan mendapatkan balasan yang baik pula,
termasuk kebaikan yang akan dirasakan oleh orang-orang disekitar kita.[1]
Pertarungan tidak
selalu pada tataran kejahatan melawan kebaikan. Jika yang demikian itu terjadi,
maka keberpihakan kita sudah jelas (memilih yang baik dan menolak yang buruk),
berbeda jika pertarungan untuk meraih suatu kebaikan dengan cara yang sama-sama
baik. Sebagai contoh, penulis akan mengemukakan salah satu seremonial terheboh
dalam masyarakat Sulawesi Selatan hari ini. “lihatlah para petarung menuju
kursi sulsel 01 dan pasangannya (wakil) 02. Penulis sangat yakin bahwa tujuan
mereka (para petarung – termasuk simpatisan dan pendukung) sangat baik,
caranyapun sudah terbilang cukup baik dan dapat dimaklumi. Lalu apa inti
pertarungan ini? Pada awalnya hanya EKOPOL, membangun politik untuk memperbaiki
kesejahteraan daerah, namun hanya karena ada siri’,
harga diri, tuntutan kelompok, ego sektoral dan lain-lain sehingga terjadi
pertarungan sengit”.
Fastabiqul khairat, (berlomba-lombalah
dalam kebajikan).[2] Anjuran
tersebut merupakan dasar untuk berkompetesi, sudah jelas bahwa kompetisi yang
dimaksud adalah dengan tujuan dan jalan yang benar.
Semoga kita tidak
bangga[3]
dengan kemenangan tapi disikapi dengan syukur karena kita masih dipercaya oleh
masyarakat kita tercinta. Jika bukan kita menang, bukan berarti kita tidak baik
bagi masyarakat tetapi ada jalan yang jauh lebih baik untuk kita. Semoga apa
yang kita perjuangkan bernilai ibadah dan mendapat ridho dari Allah swt.
[1] Baik dan buruk merupakan nilai yang tidak
berlaku secara universal. Boleh jadi pada seseorang baik tapi pada orang lain
justru sebaliknya. Baik pada tataran yang disebut oleh penuis di atas, jika
tidak didapatkan secara lahiriah, maka setidaknya bisa didapatkan pada batin. Yang
terpenting adalah hukum alam berbunyi “ada Aksi ada Reaksi – Aksi baik menuai
kebaikan – Aksi jahat menuai masalah”
[2] Al-Qur’an.
Di surah an nasr malah jelas2 Allah sebutkan: "Apabila telah datang pertolongan dan kemenangan, dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dgn berbondong2, maka bertasbihlah dgn memuji Tuhanmu, dan memohin ampunlah kepadaNya. Sesungguhnya Dia adalah Maha penerima taubat".
ReplyDeleteSo, jika kita memenangkan pertarungan, bertasbih, lalu beristighfar. Bukan ngucapin alhamdulillaah. Karena sesungguhnya, ketika kemenangan itu tiba, amanah yg dipikul kian berat, kian lama pula kelak kita dihisab di yaumul hisab.
Kak Diniehz mank baik banget.
DeleteOrangnya luar biasa (bukan seperti orang kebanyakan) yang memandang sesuatu cukup pada lahiriahnya saja namun kulihat kak diniehz lebih memandang sesuatu pada hakikatnya dan beraliran spiritual.
سبحان الله
setidaknya saya bisa belajar lebih banyak lagi.
Paling nggak banget dengan statement "apapun jalannya yang penting tujuannya tercapai". :D
ReplyDeletesepakat. makasih yah udah berkunjung keblog aku
Deletemengerikan sekali kalau sudah menghalalkan segala cara
DeleteIya bang! tapi mungkin fenomena semacam ini telah banyak kita saksikan. makanya admin mengimbangi dengan nulis "apapun hasilnya, yang penting dilakukan dengan jalan yang benar".
Deletemakasih yah telah berkunjung
saya setuju dengan kata-kata warna hijau itu..
ReplyDeletesetuju juga bila keburukan yang kita lakukan maka keburukan jugalah akan kembali kepada kita
MaMa Rey @ Mohon ada kritiknya juga donk.
ReplyDeletekata teman" aku, Haris itu orangnya sering gak nyambung, pertama kali di saranin oleh teman kalau aku itu harus nyambung antara judul, tema, label dan isi tulisan. (nah aku butuh saran yang kayak gitu). bantuin aku yah.
terus yang kedua aku di sebut sebagai komentator KPK (aku gak ngerti KPK itu apa?) yang jelas katanya penghacur komentar. hehehe, so sekarang aku bisa lebih hati-hati nulis dan komentar.
makasih yah kak udah berkungjung. maaf kalau terlalu banyak mintanya