Skip to main content

Sekte-sekte dan Perkembangan Syi'ah (Makalah)



I.        PENDAHULUAN
A.     Latar Belakag Masalah
Ilmu Kalam adalah salah satu nama atau sebutan untuk ilmu yang membicarakan ajaran-ajaran dasar dari agama Islam. Nama lain dari ilmu ini banyak macamnya sesuai dengan penekanannya. Nama lain yang akrab untuk menyebut ilmu kalam adalah Teologi Islam. Theologi sendiri sudah populer digunakan di Barat. Ilmu kalam juga erat kaitannya dengan keimanan oleh penganutnya masing-masing. Sebab-sebab ilmu yang membicarakan tentang akidah juga dinamai ilmu kalam.

Pada mulanya, ilmu kalam yang identik dengan aliran-aliran keyakinan bersumber dari persoalan politik. Salah satu contoh yang sudah akrab ditelinga kita bahwa awal munculnya perpecahan dalam islam ialah karena persoalan kekuasaan atau kepemimpinan islam, tentang siapa yang berhak menjadi khalifah atau tentang desakan kelompok yang lebih besar untuk menumpas kelompok-kelompok lainnya.
Bermula pada persoalan tahqim pada masa khalifah ‘Ali bin Abu Tholib yang mengakibatkan banyak yang pro dan selebihnya kontra, meski kelompok tersebut adalah sama-sama pengikut ‘Ali pada mulanya.
Perkembangan selanjutnya, masing-masing pengikut ‘Ali, kelompok yang keluar dari ‘Ali serta kelompok Mu’awiyah memiliki pendirian yang kuat untuk memegang kekuasaan dalam Islam sehingga agamapun dijadikan doktrin untuk mendapat simpati jama’ah hingga akhirnya paham-paham yang lahir dari berbagai aliran menjadi suatu kebenaran yang diyakini oleh pengikutnya masing-masing.
Pada posisi yang sama, Syi’ah juga lahir sebagai bagian dari Islam yang memiliki pandangan tersendiri terhadap konsep dan ajaran Islam. Kondisi tersebut tentunya membuat penulis merasa penting untuk melacak berbagai hal tentang syi’ah.
B.      Rumusan Masalah
1.      Bagaimana sejarah munculnya Syi’ah dan sekte-sektenya?
2.      Bagaimana perkembangan Syi’ah di Dunia Islam?

II.      PEMBAHASAN
A.     Sejarah Kemunculan Aliran Syi’ah dan Sekte-sektenya
1.      Pengertian Syi’ah
Menurut bahasa, syia’ah adalah pengikut dan pembela seseorang, atau suatu kelompok manusia yang bersatu padu dalam suatu perkara, maka kelompok itu disebut kolompok syi’ah.[1] Dari asal katanya, Syi’ah (Bahasa Arab: شيعة, Bahasa Persia: شیعه) ialah salah satu aliran atau mazhab dalam Islam. Syi'ah menolak kepemimpinan dari tiga Khalifah Sunni pertama seperti juga Sunni menolak Imam dari Imam Syi'ah. Bentuk tunggal dari Syi'ah adalah Syī`ī (Bahasa Arab: شيعي.) menunjuk kepada pengikut dari Ahlul Bait dan Imam Ali. Sekitar 90% umat Muslim sedunia merupakan kaum Sunni, dan 10% menganut aliran Syi'ah.[2]
Syi'ah bermakna pembela dan pengikut seseorang. Selain itu juga bermakna: Setiap kaum yang berkumpul di atas suatu perkara. Syi’ah juga dapat diartikan Mereka yang menyatakan bahwa Ali bin Abu Thalib sangat utama di antara para sahabat dan lebih berhak untuk memegang tampuk kepemimpinan kaum muslimin, demikian pula anak cucu sepeninggal beliau.
2.      Sejarah munculnya aliran Syi’ah
Bibit syi’ah mulai muncul sejak wafatnya Nabi Muhammad saw. Hal tersebut tampak dari para keluarga, sahabat serta pengikut ‘Ali yang percaya bahwa setelah Nabi wafat, jabatan khalifah dan kekuasaan Islam berada ditangan ‘Ali.[3] Pada perkembangan selanjutnya, golongan syi’ah memandang bahwa ‘Ali adalah Al-Imam setelah Rasulullah saw. Termasuk urusan kekhalifahan adalah hak “Ali melalui wasiat Rasulullah saw.[4] Alasan Syi’ah mengunggulkan ‘Ali adalah jalur keturunannya, orientasi spiritualnya serta hasil perjuangannya yang kemudian akan beralih pada anak dan keturunannya. Nash mengenai imamah ‘Ali menjadi khalifah justru diyakini oleh Syi’ah bahwa kekhalifahan ‘Ali telah dinashkan dalam al-Qur’an, juga salah dalam salah satu hadis yang berbunyi:
انت منّى بمنزلة هارون من موسى
“Engkau bagiku seperti kedudukan Harun bagi Musa”[5]
Dasar tersebut dijadikan pijakan oleh Syi’ah bahwa yang berhak menjadi pemimpin umat Islam setelah wafatnya Rasulullah adalah ‘Ali dan keturunannya. Bahkan yang panatik terhadap ‘Ali menganggap kepemimpinan selain ahlul bait adalah tidak sah.
3.      Sekte-sekte dalam aliran syi’ah serta pahamnya masing-masing
Sebagai sebuah aliran Islam, Syi'ah-pun memiliki aliran-aliran. Perselisihan yang berhujung perpecahan Syi'ah kedalam sekte-sekte yang berjumlah ratusan ini, saling mengklaim merekalah yang paling memiliki otoritas kepemimpinan. Hal pokok yang menjadi persoalan krusial sehingga muncul perselisihan diantara mereka adalah problem imamah setelelah kepemimpinan Ali bin Abi Thalib, Hasan serta Husein. Karena sejak wafatnya Husein, para pengikut ‘Ali (Syi'ah) berbeda pendapat tentang siapa  yang akan mereka jadikan anutan serta pimpinan.[6]
Analisa yang sama juga disebutkan oleh Prof. Dr. H. M. Rasjidi dalam bukunya 'Apa itu Syi'ah ?', bahwa sebab terjadinya perpecahan di dalam tubuh syi'ah dikarenakan dua hal; a) Perbedaan di dalam ajaran-ajarannya. Dimana diantara mereka ada yang mendewakan para imam seraya mengkafirkan pihak lain, tetapi ada pula yang moderat dan hanya menganggap keliru pandangan lain, b) karena banyaknya keturunan Ali. Dari sini sering terjadi perbedaan dalam menentukan mana yang menjadi imam dan mana yang tidak.[7] Pandangan itu diperkuat pula oleh analisa sejarawan muslim Ibnu Khaldun dalam Muqaddimahnya. Ia menyebutkan munculnya sekte-sekte dalam aliran syi'ah dimulai sejak siapakah yang akan menggantikan kekhilafahan sesudah Ali wafat. Sebahagian diantara mereka mengatakan bahwa ia harus diberikan kepada keturunan Fatimah secara tetap satu demi satu secara bergantian (mereka disebut golongan Imamah), atau dilakukan dengan pertimbangan para pakar agama (ahlul hill wa al aqdi) berdasarkan kealiman, ketaatan, pemurah, serta pemberani dan keluar memplokamirkan keimamahannya (mereka disebut dengan kelompok Zaidiyah). Sebagian lagi mengatakan bahwa setelah Ali dan kedua puteranya (Hasan dan Husein) kepemimpinan diserahkan keapda putera Ali yang lain (dari ibu lain) yang bernama Muhammad bin Hanafiyah, dan kedua putera-puteranya (mereka disebut Kaisaniyah yang dinisbahkan kepada Kaisan maulanya).[8]
Karena banyaknya sekte-sekte dalam Syi'ah, penulis hendak menyebutkan empat saja dari keseluruhan sekte tersebut. Dr. H. Muh Arief Halim, MA. menyebutkan bahwa perpecahan dalam tubuh syi'ah dapat dikelompokkan kedalam empat aliran pokok diantaranya; Imamiyah, Zaidiyah, Sab’iah dan Ghulat. Dari lima kelompok besar inilah muncul beragam sekte-sekte lain yang diantaranya condong kepada ushul Mu'tazilah, Sunnah dan Tasybiyah.[9]
a.      Syi’ah Imamiah
Secara garis besar, sekte Imamiyah adalah golongan yang meyakini bahwa Nabi Muhamamd telah melakukan penunjukkan yang tegas atas kepemimpinan Ali setelah beliau wafat. Oleh karena itu, mereka betul-betul menolak kepemimpinan Abu Bakar, Umar dan Utsman.
Syi'ah Isma'iliyah misalnya, kelompok ini berhasil mendirikan dinasti Fathimiyah di Mesir dan Pemimpinnya menyatakan diri sebagai Khalifah tandingan Abbasiyah setelah berhasil mengadakan beberapa pemberontakan.[10] Beberpa doktrin bermasalah yang dibawa gerakan ini diantaranya; perintah syari'at Islam hanya berlaku bagi orang awam saja, para Nabi dan Rasul hanyalah seorang mujaddid, para filusuf mampu mencapai kedudukan yang sejajar dengan Nabi dan Rasul, al Qur'an hanya dapat dimengerti oleh orang-orang tertentu karena memiliki arti lahir dan arti bathin, serta hanya berfungsi sebagai pensucian jiwa saja. Keyakinan gerakan Isma'liyah yang aneh ini berakar dari perpaduan ajaran syi'ah dengan filsafat neo Platonisme, dan sufistik ala Ikhwan as Shafa.[11]
Dalam catatan Dr. Yusuf Al Isy' dalam "Tarîkh Ashr al Khalifah al Abbasiyah" menyebutkan bahwa Abdullah As Shi'i merupakan kepanjangan tangan untuk propaganda Syi'ah dari seorang Syi'ah kharismatik yang bernama Maimun Al Qaddah. Maimun Al Qaddah adalah seorang Syi'ah yang menyebarkan isu tentang kemunculan Al Mahdi menggantikan Isma'il bin Ja'far. Demikian halnya dengan Ubaidillah, ia juga merupakan kepanjangan tangan propaganda syi'ah dari Maimun Al Qaddah yang mendompleng keberhasilan gerakan As Si'i di Maroko.[12]
Semua golongan yang bernaung dalam nama Imamiyah sebenarnya sepakat dengan keimaman; Ali bin Abi Thalib, kemudian Hasan, Husein, Ali bin Husein, Muhammad al Baqir dan Ja'far As Shaddiq.[13] Setelah wafatnya Ja'far As Shadiq rahimahullah, barulah mereka berselisih pendapat tentang siapa penggantinya. Diantara mereka ada yang berpendapat bahwa jabatan Imam pindah kepada anaknya, Musa al Kazhim. Keyakinan inilah yang melahirkan sekte Syi'ah 12. Mereka berpandangan bahwa Nabi Muhammad telah menetapkan 12 orang Imam sebagai penerus Risalah diantaranya; Ali bin Abi Thalib, Hasan, Husein, Ali bin Husein Zainal Abidin, Muhammad bin Ali al Baqir, Ja'far bin Muhammad as Shadiq, Musa bin Ja'far Al Kadzim, Ali bin Musa ar Ridha, Muhammad bin Ali al Jawwad, Ali bin Muhammad al Hadi, Hasan bin Ali al Askari, dan Muhammad bin Hasan al Mahdi.[14]
Dalam perkambangannya, Syi'ah 12 mengalami perkembangan pemahaman. Berikut ini adalah beberapa pemahaman atau ajaran pokok syi'ah 12 antara lain;
                                               i.      Al-Ishmah yang mengajarkan atau meyakini bahwa imam itu seperti nabi.
                                             ii.      Al-mahdiah yaitu meyakini adanya imam mahdi yang masuk kedalam lorong. Imam mahdi telah ditunggu-tunggu kedatangannya oleh para pengikut aliran syi’ah 12 ini.
                                           iii.      At-taqiyyah. Berdasarkan buku yang ditulis oleh Dr. H. Muh. Arief Halim, Ma., disebutkan bahwa yang dimaksud attaqiyah adalah menyembunyikan faham yakni, menyembunyikan paham yang sebenarnya dan menampakkan paham yang lain dari apa yang ada didalam hatinya.[15]
                                           iv.      Al-Raj’ah mengajarkan dan percaya bahwa imam Mahdi kelak akan muncul ditengah-tengah umat islam.
                                             v.      Nikah Mut’ah yang bolehkan dalam aliran syi’ah 12.
b.      Syi'ah Zaidiyah
Sekte Zaidiyah adalah para pengikut Zaid bin Ali Zainal Abidin (Zaid bin Ali bin Husein Zainal Abidin / Zaid bin Ali As Sajjad). Zaid merupakan saudara kandung Abu Ja'far Muhammad Al Baqir putera dari Ali bin Husein Zainal Abidin. Beliau  merupakan tokoh alhul biat yang terkenal memiliki keilmuan, kefaqihan dan kewara'an yang tinggi. Dimasa Zaid inilah, sekte Syi'ah yang dikenal dengan Syi'ah Rafidhah mulai dikenal. Al Hafidz Ibnu Katsir di dalam Al Bidayah menceritakan sebuah riwayat tentang penolakan sebagian pengikut Ali di Kuffah untuk menerima kepemimpinan Abu Bakar dan Umar radhiyallahu'anhuma. Al Hafidz menyebutkan kedatangan para penganut syi'ah dari penduduk kota Kuffah kepada Zaid bin Ali Zainal Abidin seraya bertanya; "Apa pendapatmu yarhamukallâh tantang Abu Bakar dan Umar ?. Zaid berkata; "Semoga Allah mengampuni keduanya, aku tidak pernah mendengar seorangpun dari Ahlul Baitku yang berlepas diri kepada keduanya. Adapun aku, tidaklah aku katakan mengenai keduanya melainkan kebaikan (keduanya baik)." Setelah mereka tidak mendapatkan jawaban yang menyenangkan hati mereka, mereka kemudian berpaling dan menolak keyakinan Zaid. Mereka ini menurut Ibnu Katsir dikenal dengan sebutan kelompok rafidhah.
Setelah wafatnya Zaid bin Ali Zainal Abidin para pengikutnya mengklaim beliau  sebagai imam Syi'ah yang kelima. Setelah ia syahid, putranya yang bernama Yahya menggantikan keududukannya. Yahya sempat mengadakan pemberontakan terhadap Walid bin Yazid. Setelah ia meninggal dunia, Muhammad bin Abdullah (dijuluki; An Nafs Az Azzakiyah) diangkat sebagai Imam. Juga setelah ia wafat, Ibrahim bin Abdullah menggantikan kedudukannya sebagai Imam. Mereka sempat mengadakan pemberontakan terhadap Manshur Dawaniqi, salah seorang khalifah dinasti Bani Abbasiyah dan terbunuh dalam sebuah peperangan. Setelah mereka terbunuh, Zaidiyah menjalani masa-masa kritis yang hampir menyebabkan kelompok ini punah. Pada tahun 250-320 H., Nashir Uthrush, salah seorang anak cucu saudara Zaid bin Ali, mengadakan pemberontakan terhadap penguasa Khurasan. Karena dikejar-kejar oleh pihak penguasa yang berusaha untuk membunuhnya, ia melarikan diri ke Mazandaran yang hingga saat itu penduduknya belum memeluk agama Islam. Setelah 13 tahun bertabligh, ia akhirnya dapat mengislamkan mayoritas penduduk Mazandaran dan menjadikan mereka penganut mazhab Syi'ah Zaidiyah. Dengan bantuan mereka, ia dapat menaklukkan Thabaristan dan daerah itu menjadi pusat bagi kegiatan Syi'ah Zaidiyah. Menurut keyakinan mazhab Zaidiyah, setiap orang yang berasal dari keturunan Fathimah Az-Zahra` a.s., alim, zahid, dermawan dan pemberani untuk menentang segala manifetasi kelaliman, bisa menjadi imam. Ibnu Khaldun menyebutkan, bahwa penentuan keimamahan dalam sekte Zaidiyah dapat pula melalui musyawarah ahlul halli wa al aqdi, dan bukan berdasarkan nash. Mereka juga tidak menolak prinsip Imamah al mafdhul ma'a wujud al afdhal (menerima keimamahan yang lebih rendah derajatnya, sekalipun yang lebih baik dizamannya masih ada).[16] Dalam perkembangannya Syi'ah Zaidiyah berpandangan lebih mengunggulkan kekhilafahan Ali dari khalifah Abu Bakar dan Umar meskipun kehilafahan mereka tetap diterima. Zaidiyah telah menggabungkan dua ajaran dalam mazhabnya. Dalam bidang ushuluddin ia menganut paham Mu'tazilah dan dalam bidang furu' ia menganut paham Hanafiyah. Hal ini jelas menyelisihi pandangan Zaid bin Ali dimana ia tidak mendahulukan Ali dari Abu Bakar dan Umar, serta tidak terpengaruh dengan Mazhab Mu'tazilah. Bahkan Ibnu Katsir menyebutkan perihal Zaid bin Ali yang sangat berpegang teguh dengan al Qur'an dan sunnah Nabi.
Sekte-sekte yang lahir dari rahim Zaidiyah ini dikemudin hari adalah; Jarudiyah, Sulaimaniyah, dan Batriyah atau as Salihiyah. Sekte Jarudiyah adalah pengikut Abi Jarud Zuyad bin al Mundziry al 'Abdi. Sekte ini menganggap Nabi Muhammad telah menentukan Ali sebagai imam setalahnya, namun tidak dalam bentuk yang tegas melainkan hanya dengan Isyarat (secara tidak langsung) atau dengan al washf (menyebut-nyebut keunggulan Ali dibandingkan lainnya). Kitab Tahdizib at Tahdzib (hlm. 386) menyebutkan dirinya sebagai al kadzâb laisa bi tsiqah dikarenakan ia termasuk dalam kelompok Rafidhah (menolak Abu Bakar dan Umar), dan termasuk orang-orang ghuluw yang melampaui batas. Sekte ini kemudian berselisih faham mengenai kepemimpinan setelah Ali dalam jumlah yang banyak.[17]
Sementara itu, sekte Sulaimaniyah adalah pengikut Sulaiman bin Jarir. Sekte ini beranggapan bahwa masalah imamah dapat ditentukan dengan syura. Namun dalam hal ini ummat telah melakukan sesalahan dalam berbai'at kepada Abu Bakar dan Umar, karena sesungguhnya ada yang lebih baik dari mereka yaitu Ali. Akan tetapi bai'at mereka tetap sah karena mereka menerima al mafdhul ma'a wujud al afdhal. Akan tetapi kelompok ini telah mengkufurkan Amirul Mu'minin Utsman bin Affan karena dianggap telah menyimpang dari Islam. Mereka juga mengkufurkan Ummul Mu'minin A'isyah, Zaid, dan Thalhah karena talah berperang terhadap Ali. Sekte ini juga dikenal dengan al Jaririyah.[18]
Pecahan lain dari sekte Zaidiyah adalah Batriyah atau as Salihiyah. Nama sekte tersebut dinisbatkan kepada pendirinya yaitu Al Hasan bin Shalih Hayy atau Batriyah, dan Katsir an Nu'man al Akhtar. Mereka berdua sependapat dalam keyakinan. Secara umum, pandapat-pendapat mereka juga sama dengan sekte Sulaimaniyah, hanya saja mereka bertawaquf (tidak berkomentar) terhadap kehilafahan Utsman bin Affan. Menurut Al Baghdadi, sekte ini adalah sekte yang paling dekat dengan Sunni. Oleh karenanya Imam Muslim meriwayatkan beberapa hadits darinya dalam kitab Sahih Muslim-nya. Sementara itu kitab Tahdzib at Tahdzib menyebut Al Hasan sebagai orang yang memiliki kezuhudan, ketaqwaan dan ahli ibadah, faqih dan ahli kalam serta pembesar Syi'ah Zaidiyah yang memiliki beberapa kitab diantaranya; Kitab at Tauhîd, al Jâmi' fî al Fiqh.[19]
Sekte Zaydiyah ini lebih mirip dengan aliran Sunni.
c.       Sab’iah
Syi’ah sab’iyah atau syi’ah tujuh dikenal seringkali menimbulkan pemahaman yang kurang tepat. Persona aliran ini tidak terletak pada elemennya yang dasar, melainkan terletak pada metafisiknya yang karakteristik. Dalam hal ini, menurut sebagian pengamat bahwa sekte ini merupakan perwujudan sistem keagamaan bangsa persia ke dalam Islam. Dengan demikian, sekte ini memberikan bentuk luarnya yakni teknis dan peristilahan, namun inti atau sentral aliran ini bersumber dari ajaran keagamaan kuno bangsa persia.[20]
Cabang syi’ah tujuah antara lain adalah Qaramithah dan Fathimiyah. Qaramithah mengamalkan pokok-pokok ajaran antara lain tata cara berdakwah, tentang Ilahiyat, Nubuah, Imamah Syari’at dan Kiamat. Sedangkan pada kelompok Fatimiyah yang berkembang di Afrika Utara dan Barat, juga berkembang di Mesir, Persia dan Pakistan. Kelompok Fatimiyah ini banyak dipengaruhi oleh pemikiran Filsafat Yunanti.
d.      Ghulat
Syi'ah Ghulat adalah sebutan untuk kelompok syi'ah yang ekstrim. Mereka adalah pengikut Ali yang terlampau jauh melakukan pemujaan terhadap sosok dan kepemimpinan beliau. Tidak hanya itu, merek juga meyakini para imam-imam pengganti setelahnya bukan sebagai manusia biasa, melebihi kedudukan nabi, bahkan hingga ketingkat sesembahan (Ilah). Menurut Al Baghdadi, Syi'ah Ghulat telah ada sejak zaman kehilafahan sahabat Ali. Saat itu mereka memanggil beliau dengan sebutan; "Anta, Anta" yang merujuk kepada makna Tuhan. Sebahagian dari mereka mendapatkan eksekusi mati dengan cara dibakar oleh Khalifah Ali, sementara itu pemimpin mereka yang bernama Abdullah bin Saba' dibuang ke Mada'in. Pada perkembangannya, diantara mereka bahkan ada yang menyalahkan sikap Ali, mengutuk dan mendurhakakannya karena dianggap tidak menuntut kehilafahannya sepeninggalan Rasulullah.
Kelompok Ghulat dapat dikelompokkan kedalam dua golongan yaitu Saba'iyah dan al Ghurabiyah. Golongan Saba'iyah berasal dari pencetus ide-ide Syi'ah awal yaitu Abdullah bin Saba'. Nama Abdullah bin Saba' diakui oleh pembesar Syi'ah seperti Al Qummi di dalam kitabnya Al Maqâlat wa al Firâq (hlm. 10-21), sebagai seseorang yang pertamakali menobatkan keimamahan Ali dan mencela Abu Bakar, Umar dan Utsman serta para sahabat lainnya. Sebagaimana hal itu juga diakui oleh Al Kasyi dalam kitabnya yang terkenal Rijalul Kasyi (hlm. 170-174).[21] Menurut Al Bagdadi sekte As Saba'iyah menganggap Ali sebagai Tuhan. Padahal Abdullah bin Saba' sendiri merupakan tokoh penyusup dari kalangan Yahudi dari penduduk Hirrah yang mengaku-ngaku sebagai muslim. Kelompok saba'iyah juga beranggapan bahwa Ali tidak dibunuh oleh Abdurrahman Ibn Muljam melainkan seseorang yang diserupakan wajahnya seperti Ali. Menurut mereka Ali telah naik kelangit dan disanalah tempatnya. Petir adalah suaranya dan Kilat adalah senyumnya.[22]
Kelompok lainnya adalah al Ghurabiyah. Prof. Dr. Ali Abdul Wahid Wafi menyebutkan, meski tak seekstrim saba'iyah dalam memposisikan Ali bin Abi Thalib hingga ke tingat Tuhan, akan tetapi kelompok ini telah menganggap Malaikat Jibril salah alamat dalam memberikan risalah Allah kepada Muhammad. Seharusnya yang menerima kerasulan itu adalah Ali bin Abi Thalib.[23] Oleh sebab itulah Allah terpaksa mengakui Muhammad sebagai utusan-Nya.

B.      Perkembagan Syi’ah di Dunia Islam
Selama ini Iran, yang menjadi negeri ‘kiblat’ Syiah, ternyata sedang mengalami kemajuan dalam ilmu pengetahuan dengan sangat pesat. Surat kabar Al-Haram dalam sebuah laporannya menjelaskan bahwa Iran telah berhasil meraih perkembangan ilmu tercepat rata-rata di dunia. Iran sejak tahun 1995, telah mengambil jalan untuk mengembangkan ilmunya dalam menanggapi embargo-embargo internasional, terutama lewat karya-karya ilmiahnya.
Dalam menanggapi embargo-embargo dan sanksi-sanksi internasional, sejak tahun 1995 Iran telah memilih jalan dengan memajukan ilmu pengetahuannya. Hingga kini Iran telah dihadapkan pada banyak masalah dalam mewujudkan cita-cita nasionalnya ini. Problem yang paling penting adalah larinya sebagian dari orang-orang cerdas dan embargo-embargo internasional yang diterapkan kepada negara ini. Namun kendati menghadapi sedemikian banyak rintangan, dalam interval tahun 1996 hingga tahun 2011, dalam kemajuan ilmu, Iran telah berhasil meraih kedudukan tertinggi di dunia.
Berdasarkan laporan majalah Neo Saintis, rata-rata perkembangan ilmu Iran, menduduki posisi tercepat dari rata-rata perkembangan ilmu di dunia dan 12 kali lipat rata-rata pertumbuhan ilmu global.
Menurut Reuters, pada tahun 2011, Iran telah berhasil menempati kedudukan kedua di Timur Tengah setelah Turki, dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Produksi penelitian ilmiah di Turki adalah 19 persen produksi global dan Iran adalah 1/3 persennya.
Inovasi-inovasi ilmiah Iran tidak hanya terbatas pada inovasi nuklir saja, melainkan dalam bidang-bidang lain seperti ruang angkasa, dan farmasi. Iran termasuk negara dengan perkembangan yang menonjol dan membanggakan. Demikian juga dengan penemuan sel-sel inti, nano teknologi, bioteknologi, kimia-biologi dan bidang-bidang lain.
Akan tetapi kenapa Iran memilih IT sebagai jalan perkembangan ilmu untuk menunjukkan kehebatannya pada dunia?
Presiden Iran secara ringkas telah menjawab pertanyaan ini dan mengatakan bahwa satu-satunya cara untuk mengeluarkan revolusi Iran dan membuatnya sebagai teladan adalah melalui kemajuan dan perluasan dalam berbagai bidang.
Banyak warga Iran yang meyakini bahwa keterbelakangan ilmu merupakan penyebab asli dan mendasar dari dominasi militer dan ekonomi negara-negara maju atas dunia ketiga. Olehkarena itu para negarawan Iran, baik neo-konservatifnya maupun penuntut reformasi, kendati berada di bawah seluruh pelarangan dunia, tetap meningkatkan konsentrasinya pada pendidikan dan menghidupkan proyek-proyek ilmiahnya.
Berdasarkan data-data yang ada, jumlah mahasiswa universitas-universitas Iran dari seratus ribu pada tahun 1979 (tahun revolusi) telah menjadi tiga juta orang pada tahun 2011, dan berada dalam kerangka upaya untuk mewujudkan tujuan-tujuan nasional. Teheran telah menyiapkan sebuah rencana yang berada dalam 224 rencana, dimana keseluruhannya harus selesai diterapkan hingga tahun 2025.
Dalam seluruh rancangan ini, konsentrasi difokuskan pada penelitian sel-sel dasar, produksi obat-obatan anti kanker, nano teknologi dan teknologi informasi.
Dikatakan bahwa pemerintah Iran menjamin 75 persen biaya penelitian ilmiah negara.[24]
Nasrin Sultankhoh, deputi Kementrian Ilmu dan Inovasi Iran, bukannya menganggap sanksi-sanksi dan embargo-embargo internasional sebagai sebuah ancaman bagi Iran, melainkan menyatakan hal ini sebagai sebuah kesempatan bagi Iran untuk lebih maju dalam bidang ilmiah.

PENUTUP
A.     Kesimpulan
Sebagai catatan penutup, penulis menyimpulkan beberapa point tentang makalah yang berjudul Pemikiran Aliran Syi’ah ini, adapun poin yang dimaksud adalah :
1.      Bibit syi’ah telah muncul sejak meninggalnya nabi, yaitu mereka yang tidak sepakat dengan kepemimpinan Abubakar as-Shiddiq sebagai khalifah. Selanjutnya sekte-sekte aliran syi’ah sangat banyak.
2.      Iran sebagai negara yang mayoritas penduduknya adalah beraliran Syi’ah ternyata telah memiliki kemajuan pesat dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
B.      Implikasi
Makalah ini pada dasarnya masih terbilang sangat sederhana dan masih sangat miskin referensi sehingga butuh kajian yang lebih mendalam tentang sejarah lahirnya syi’ah, begitupula sekte-sekte yang terdapat pada aliran ini. Penulis juga telah menguraikan sedikit informasi tentang perkembangan syi’ah dalam dunia Islam namun masih sangat terbatas dengan mengambil satu contoh. Oleh karena itu, penulis berharap ada pemaparan yang lebih spesifik dan mendalam tentang pemikiran aliran syi’ah.

DAFTAR PUSTAKA
Adonis, Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab Islam, Jilid I, Yogyakarta: LKIS Pelangi Aksara Yogyakarta, 2007.
Al 'Isy, Yusuf, Tarikh Ashr al Khalifah al Abbasiyyah, terj. Arif Munandar, Jakrta: Pustaka Al kautsar, 2007
Halim, Arief. Aliran-aliran Ilmu Kalam dan Kontemporer – Sejarah Pemikiran perkembangan, Suplemen Mahasiswa Universitas Muslim Indonesia, Program Magister pengkajian Islam, Makassar; 2008.
Khaldun, Ibnu Muqaddimah, terj. Ahmadie Thoha, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000.
Muhammad bin Abdul Karim As Syahrastani, Abi al Fath, Al Milal wa an Nihal, Jilid I,
Qusyairi Isma'il, Ahmad, Mungkinkah Sunnah – Syi’ah dalam Ukhuwah; Jawaban atas buku Dr. Quraish Shihab,
Rasjidi, Apa itu Syi'ah, Jakarta: Media Da'wah, 1999.
Shalih al-Kharasyi, Sulaiman bin Menimbang Ajaran Syi’ah 188 Pertanyaan Kritis, Edisi 4, Jakarta, Pustaka at-Tazkiyah, 2010.
Tim Penyusun, Mengapa Kita Menolak Syi'ah; Kumpulan Makalah Seminar Nasional tentang Syi'ah, Jakarta: Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam, 2002.
Tohir, Mohammad, Sejarah Islam dari Andalus sampai Indus, Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1981.
Wahid Wafi, Ali Abdul, Ghurbatul Islâm, terj. Rifyal Ka'bah, Jakarta: Penerbit Minaret, 1987, hlm. 25. lihat juga, Ensiklopedi Islam, Jilid V
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000.

Referensi Online
Sodikin Maulana Iran; Negeri Syiah Dengan Perkembangan Ilmu Tercepat di Dunia. www.islampos.com. Maret 2013



[1] Arief Halim, Aliran-aliran Ilmu Kalam dan Kontemporer – Sejarah Pemikiran perkembangan, (Suplemen Mahasiswa Universitas Muslim Indonesia, Program Magister pengkajian Islam, Makassar; 2008), h. 237
[3] Arief Halim, Op Cit. h. 238
[4] Ibid
[5] Sulaiman bin Shalih al-Kharasyi, Menimbang Ajaran Syi’ah 188 Pertanyaan Kritis, (Edisi 4, Jakarta, Pustaka at-Tazkiyah, 2010), h. 79
[7] H.M. Rasjidi, Apa itu Syi'ah, (Jakarta: Media Da'wah, 1999), h. 7
[8] Ibnu Khaldun, Muqaddimah, terj. Ahmadie Thoha, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000), h. 245

[9] Arief Halim, Op Cit., h. 239
[10] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), h. 65-66

[11] Mohammad Tohir, Sejarah Islam dari Andalus sampai Indus, (Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1981), h. 129
[12] Yusuf Al 'Isy, Tarikh Ashr al Khalifah al Abbasiyyah, terj. Arif Munandar, (Jakrta: Pustaka Al kautsar, 2007), h. 223-225
[13] Adonis, Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab Islam, (Jilid I, Yogyakarta: LKIS Pelangi Aksara Yogyakarta, 2007), h. 93
[15] Arief Halim, Op. Cit., h. 249
[16] Ahmad Qusyairi Isma'il, Mungkinkah Sunnah – Syi’ah dalam Ukhuwah; Jawaban atas buku Dr. Quraish Shihab, h. 55
[17] Abi al Fath Muhammad bin Abdul Karim As Syahrastani, Al Milal wa an Nihal, Jilid I, hlm. 255

[18] ibid
[19] Ibid, h. 261
[20] Arief Halim, Op. Cit, h. 262
[21] Tim Penyusun, Mengapa Kita Menolak Syi'ah; Kumpulan Makalah Seminar Nasional tentang Syi'ah, Jakarta: Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam, 2002, hlm. 6-7

[22] Ahmad Qusyairi Isma'il, et, all, Mungkinkah Sunnah – Syi;ah dalam Ukhuwah; Jawaban atas buku Dr. Quraish Shihab, h. 58
[23] Ali Abdul Wahid Wafi, Ghurbatul Islâm, terj. Rifyal Ka'bah, Jakarta: Penerbit Minaret, 1987, hlm. 25. lihat juga, Ensiklopedi Islam, Jilid V, hlm. 10
[24] Sodikin Maulana Iran; Negeri Syiah Dengan Perkembangan Ilmu Tercepat di Dunia. www.islampos.com. Maret 2013

Comments

Post a Comment

شُكْرًا كَثِرًا
Mohon titip Komentarnya yah!!
وَالسَّلامُ عَليْكُم

Popular posts from this blog

Strategi Kepemimpinan Ali Bin Abu Thalib

BAB I PENDAHULUAN A.       Latarbelakang Masalah Nabi Muhammad saw. Tidak meninggalkan wasiat tentang siapa yang akan menggantikan beliau sebagai pemimpin politik umat Islam setelah beliau wafat. Beliau tampaknya menyerahkan persoalan tersebut kepada kaum Muslimin untuk menentukannya sendiri. Kaena itu, tidak lama setelah beliau wafat; belum lagi jenazahnya dimakamkan, sejumlah tokohMuhajirin dan Ashor Berkumpul dibalai kota   Bani Sa’dah, Madinah.  

Kedudukan Ar-ra'yu sebagai Landasan Hukum Islam

Referensi Pada dasarnya umat Islam yang beriman Kepada Allah swt. Meyakini bahwa Sumber utama Ajaran Islam yaitu Alquran dan Hadis sudah sempurna. Firman Allah dalam Alquran sudah sempurna membahas aturan-aturan, hukum, ilmu pengetahuan (filsafat), kisah, ushul fiqh dan lain-lain. Begitu juga Hadis Rasulullah yang salah satu sifatnya menjadi penjelasan ayat-ayat dalam Alquran. Posisi Hadis adalah penjelas dan sumber kedua setelah Alquran.

Pendidikan Islam Pasca Runtuhnya Bagdad

I.               PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Masalah Kemunduran umat Islam dalam peradabannya terjadi pada sekitar tahun 1250 M. s/d tahun 1500 M.   Kemunduran itu terjadi pada semua bidang terutama dalam bidang Pendidikan Islam. Di dalam Pendidikan Islam kemunduran itu sebagian diyakini karena berasal dari berkembangnya secara meluas pola pemikiran tradisional. Adanya pola itu menyebabkan hilangnya kebebasan berpikir, tertutupnya pintu ijtihad, dan berakibat langsung kepada menjadikan fatwa ulama masa lalu sebagai dogma yang harus diterima secara mutlak (taken for garanted). Saat umat Islam mengalami kemunduran, di dunia   Eropa   malah   sebaliknya   mengalami   kebangkitan   mengejar ketertinggalan mereka, bahkan mampu menyalib akar kemajuan-kemajuan Islam.   Ilmu Pengetahuan dan filsafat   tumbuh   dengan   subur   di   tempat...