Akhirnya mimpi ke toraja untuk kesekian kalinya terbayar
setelah melewati diskusi panjang tentang tujuan dan persiapan tim kesana.
Awalnya ide tour ke Tana Toraja saya lontarkan pada beberapa teman dekat,
tujuannya adalah refreshing, study komparatif, silaturrahmi, dan ada yang
berjutuan menikmati minggu ceria (persiapan bulan puasa). Kesepakatan awal
bahwa keberangkatan menempuh jalur tengah yaitu Makassar – Sidrap – Enrekang –
Tana Toraja – Toraja Utara, kemudian rute kembali adalah Toraja Utara – Palopo –
Luwu – Wajo – Soppeng – Bone – Maros – Makassar. Kesepakatan lain bahwa
keberangkan bisa dilakukan ketika rombongan cukup 3 motor atau enam orang. Sebelumnya
banyak yang ingin berpartisipasi pada kegiatannya ini, namun hingga
pemberangkatan, hanya 6 orang yang sempat berpartisipasi.
Kesuksesan kegiatan ini terselenggara berkat kesungguhan
rombongan, meskipun pada awalnya mengalami diskusi panjang bahwa kegiatan ini
terselenggara jika memenuhi beberapa point sesuai kesepakatan awal.
Kami berangkat selasa pagi tanggal 17 Juli 2014 dan
kembali ke Makassar tanggal 19 Juli 2014. Sepanjang perjalanan dilalui dengan
berbagai dokumentasi yang menarik. Objek pertama adalah silaturrahim dan
istrahat pada salah satu keluarga rombongan di Sidrap. Banyak cerita yang menghiasi
perjalanan kami di sini, terutama cerita tentang pengalaman tour oleh tuan
rumah yang saling menghiasi kelengkapan cerita kami. Juga ada cerita politik,
apa memilih pasangan No.1 (Prabowo-Hatta) atau No.2 (Jokowi-JK). Tapi cerita
politik kami tidak untuk kampanye juga tidak untuk penelitian. Kami hanya
sekedar ikut meramaikan cerita tentang pesta demokrasi akbar, yaitu pilpres
tahun 2014. Ribuan cerita yang terlontar tidak sempat terekam secara penuh
hingga kami pamit untuk melanjutkan perjalanan ke Enrekang.
Sesuai dengan rencana awal bahwa rombongan akan menginap
di Enrekang, maka kami berangkat meninggalkan kabupaten Sidrap menuju Kota
Enrekang. Perjalanan diwarnai dengan nuansa alam yang hijau dan lestari. Hanya
saja pengemudi tidak bisa terlalu menikmati panorama alam karena harus
konsentrasi dalam mengarungi jalan yang berliku-liku menyusuri lereng gunung
yang disisinya selalu ada jurang, tebing, sungai dan jembatan. Ada keuntungan
tersendiri bagi mereka yang dibonceng karena bisa memanjakan matanya dengan
suasana alam yang menawarkan keindahan luar biasa. Sesekali rombongan singgah
memotret objek atau pemadangan yang dianggap indah.
Tuan Rumah dan Calon Tuan Rumah |
Sampai di kota Enrekang, kami menemui teman. Dia adalah
Maryam, seorang mahasiswi alumni Universitas Negeri Makassar. Di kota bumi
Massenrenpulu ini kami menyempatkan istrahat beberapa menit kemudian beranjak
ke kampung Maryam yang berjarak 5 Km dari Kota untuk menginap. Kampung si
Maryam sangat asri mempesona hingga salah satu dari rombongan terpikat untuk
tinggal disana. Dia adalah Abdul Rahman dari Kabupaten Bantaeng. Adalah wajar
ketika kita terpesona untuk tinggal disana dan kebanyakan diantara kita akan
selalu ingin kesana karena panorama alam dari kampung itu yang sangat indah
membuat setiap orang akan merasa nyaman dan dimanjakan oleh pesona alam yang
maha dahsyat. Struktur tanah yang berbukit-bukit membuat rumah terlihat tertata
rapi, juga setiap rumah dihiasi dengan bunga indah dengan penuh warna yang
sangat menarik. Dan yang terpenting adalah setiap orang yang ditemui memiliki
sifat yang ramah. Menyenangkan!!
Akrab dengan Tuan Rumah |
Cerita mewarnai perjalanan kami. Mulai dari cerita
pengalaman, usaha, masa muda, perjalanan, keluarga, pendidikan hingga cinta.
Cerita kami sangat panjang hingga tidak semuanya bisa di tuliskan. Namun, sebagai
catatan singkat tentang percakapan ini, kami mendapat pesan bahwa “sebagai pemuda untuk tidak terlalu cepat
menikah, apalagi kalau hanya diladasi oleh hasrat biologis atau karena tertarik
pada harta seorang pasangan. Memilih untuk menikah harus benar-benar dewasa dan
matang secara fisik, mental, spiritual dan finansial. Menikah juga tidak baik
kalau terlalu tua dan semuanya harus punya perhitungan”. Ini pesan dari
ayah teman kami, Maryam.
Kami menghabiskan malam hingga larut dengan cerita yang
tidak pernah lepas dari kesan. Tanggal 18 Juni 2014, setelah sholat subuh kami
menuju jalan raya mengabadikan gambar melalui kamera professional yang kami
bawa. Kami memotret tatanan rumah panggung yang tersusun rapi dengan tamannya
yang menghias indah, pemandangan alam, tumbuhan hijau, komoditas kakao, bunga,
pohon salak dan sebagainya. Seluruh kisah perjalanan tidak mampu kami bahasakan
hingga kami pamit pada pukul 9.30 menuju kabupaten Tana Toraja dan Toraja
Utara.
Perjalanan semakin menyenangkan dan menegangkan ketika
kami telah meninggalkan kota Enrekang, tikungan lebih menantang dan setiap
pengemudi harus ekstra hati-hati.
Diperjalanan kami sempat mengabadikan pemandagan alam
yang sangat unik. Karena uniknya sehingga objek ini sangat terkenal dan banyak orang
luar yang menyempatkan diri mengambil gambar dari objek tersebut jika mereka
kebetulan melintas. Objek yang dimaksud adalah Gunung Nona yang bentuknya
menyerupai Alat peraga si Nona hingga
kami puas memotret dan kemudian melanjutkan perjalanan ke Kabupaten Tana
Toraja.
Tidak banyak yang kami lakukan di Tana Toraja. Kami
hanya mengambil gambar pada tugu patung pejuag Pongtiku dan patung Lakipadada
lalu beranjak menuju kabupaten Toraja Utara. Ditempat inilah kami mengabadikan
banyak catatan perjalanan. Betapa kokoh persatuan masyarakat Toraja yang
tergambar pada kebudayaan yang mereka bangun. Pesan-pesan leluhur yang banyak
disampaikan melalui simbol-simbol yang melekat erat pada masyarakat Toraja.
Kumpulan tulang-belulang (tengkorak) manusia juga mengingatkan kita bahwa
kitapun akan menjadi seperti mereka, yang tidak lagi berdaya.
Di Toraja Utara, kami mengunjungi kuburan batu Londa,
Lemo, Pasar Rantepao dan menyempatkan diri mampir di warung makan muslim yang
ada disamping mesjid besar Rantepao. Karena salah satu tujuan tour kami adalah wisata budaya sehingga
dipilih Toraja Utara sebagai objek yang paling pas untuk tujuan tour ini. Sekitar 4 jam kami berada di
Rantepao menikmati warisa budaya Aluktodolo
kemudian beranjak menuju Palopo.
Suasana dingin yang menyelimuti perjalanan dengan
ketebalan kabut membatasi jarak pandang hanya sampai 10 meter pada perjalanan
menuju Palopo, Jalur ini dianggap sebagai perjalanan pulang sehingga perjalanan
ini dilakukan dengan sangat santai dan menikmati jajaran gunung yang tinggi,
tikungan yang sangat memacu adrenalin untuk memainkan gas, koplin, rem,
transmisi dan keseimbangan motor. Selama perjalanan, 17 s/d 19 Juni 2014,
ditempat inilah yang paling indah panorama alamnya. Setiap pengendara mesti
berhati-hati melintas di jalur ini karena jurang sangat dalam, kedalamannya
mencapai ribuan meter. Untuk kecepatan rata-rata dalam menempuh jalur ini
maksimal hanya ditempuh pada 60 Km/Jam dengan posisi tikung full (kemiringan
motor sudah nyaris rapat ke aspal). Keindahan alam tidak kami lewatkan sehingga
beberapa kali kami menyempatkan diri mengabadikan hamparan alam yang sangat
indah. Karena keasyikan menikmati pemandangan alam sehingga jalur poros
Rantepao Palopo kami tempuh selama sekitar 3 jam.
Perjalanan seharian dari Enrekang – Tana Toraja – Toraja
Utara ke Palopo yang sangat mengesankan akhirnya ditutup dengan istrahat pada
salah satu rumah keluarga bayangkara di Kota Palopo. Di sini kami dilayani
dengan sangat baik dan kami mengucapkan terima kasih pada mereka yang telah
melayani kami malam itu.
Pagi hari kami melanjutkan perjalanan yang masih mengukir
sejuta kenangan yang secara keseluruhan tidak bisa kami bahasakan lewat tulisan
ini. Objek yang kami kunjungi adalah pelabuhan dan Mesjid Agung di Kota Palopo,
lalu melanjutkan perjalanan pulang dan singgah di Lapangan Pemuda di Kabupaten
Luwu, dan singgah di salah satu objek wisata di Larompong Selatan. Di Wajo
sempat kami berpikir untuk menempuh jalur Soppeng – Bone – Maros – Makassar,
tapi karena kondisi jalan yang tidak memungkinkan sehingga haluan menempuh
poros Sidrap – Parepare – Barru. Di perjalanan kami masih menyempatkan diri
singgah di pasar senggol dan pelabuhan pare-pare. Kemudian kembali melanjutkan
perjalanan pulang setelah puas menikmati kota Parepare. Diperjalanan kami masih
singga pada salah satu warung di Barru untuk istrahat. Selanjutnya ke Pangkep
dan juga singgah Istrahat makan malam di Tugu Bambu. Inilah objek terakhir yang
kami singgahi lalu kembali ke Makassar. Kami tiba di Makassar pada pukul 23.00
pada 19 Juni 2014.
Poros Rantepao - Palopo |
Inilah catatan perjalanan kami yang didukung oleh TPC.
Tim dalam rombongan ini adalah Akbar, Ilham, Rahman, Yuli, Bani dan Saya. Alhamdulillahirabbilalamin, melalui
perjalanan ini kami mendapatkan sejuta pengalaman dan beragam informasi serta
teman. Perjalanan yang tidak bisa dinilai dengan uang.
waaahhhh makassar dan tana toraja yang khas dgn tongkonannya sungguh memukau.
ReplyDeletekapan saya bisa kesana hohoho
Makassar sih bahasanya saja yang khas, tapi yang benar-benar unik tu di tana toraja. Siapkan waktu kesana yaaa, biar aku yang antar. hehehe
Deletesaya juga mauuuu...diantar.
Deletekapan ada kesempatan saya pengiiinn menikmati tanah makasar sampai pegunungan latimojong.indahsangat.tapi sayang fotonya kurang. :)
iya, maaf tidak banyak foto yang ditampilkan. trimakasih sarannya
DeleteSungguh pengalaman yang menarik broo..
ReplyDeletewahh menarik banget, fotonya keren keren bangettt
ReplyDeleteSikunir
Tana Toraja Memang Keren, luar biasa untuk keperluan wisata budaya maupun wisata alamnya. pokonya top
ReplyDelete