Senyumku tidak seperti senyumnya politisi juga tidak
seperti senyumnya aktor sinema - Senyumku tulus J
Ketika
salah seorang calon kepala Desa Anrang Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba
menemui saya beberapa hari yang lalu memberikan beberapa catatan tentang sosok
seorang calon pemimpin. Seorang pemimpin katanya harus punya visi, misi dan
tujuan yang jelas serta memiliki pengalaman kerja dan memimpin. Bahasa ini
sangat umum dan memang menjadi syarat dasar bagi seorang calon pemimpin
meskipun banyak diantara calon pemimpin atau yang telah jadi pemimpin belum
sepenuhnya memiliki syarat dasar tersebut.
Masih
terkait sosok pemimpin, kata Parman (Calon kades Anrang periode 2015-2020) ada
calon pemimpin yang sangat lihai dalam menyapa masyarakat, pandai menebar
senyum, mampu menebar pesona dan memunculkan gaya khas yang menjadi daya tarik
masyarakat (kalau gaya khas jokowi dikenal sebagai blusukan). Lebih jauh, ia
mengatakan saya bukan aktor yang memaksakan peran bahwa saya harus senyum sepanjang
jalan dan melambaikan tangan pada setiap orang yang ditemui. Baginya, menyapa
yang wajar saja karena politik arah dan ranahnya untuk kesejahteraan masyarakat,
bukan aktor sinetron (bisa jadi baik orangnya tapi memerankan antagonis ataupun
sebaliknya) yang tepat untuk memimpin.
Kalau pemimpin seperti aktor sinetron, berarti ia digemari karena
memiliki action atau unsur lainnya
yang sangat baik. Bisa jadi seorang aktor disukai karena paras tampannya, tutur
katanya, pakaiannya atau perannya yang heroik. Pemimpin negara atau kepala daerah
bisa berpotensi seperti aktor ketika penampilannya sangat menonjol dipermukaan,
hanya saja aksinya ketika tidak tersorot kamera bisa jadi bertentangan dengan
aksinya ketika tersorot kamera.
Semoga negeri ini tidak seperti dunia (negeri) dalam sinetron. Penjahat
bangsa tampil sebagai aktor protogonis lalu dipuji dan dibangga-banggakan,
padahal dibelakang layar justru menguras kekayaan negeri atas kepentingan
pribadi dan kelompok dengan kebijakan yang berkedok pro rakyat. Memang aktor
politik sangat indah bahasanya, kesannya juga bisa jadi indah tapi jadinya
masyarakat tambah susah.
Secara pribadi, saya tidak menilai pemimpin dari sosoknya murah senyum,
pandai menyapa, hebat dalam menebar pesona, pandai merayu, tampil sederhana dan
merakyat. Dewasa ini penampilan seringkali menipu. Justru yang terpenting
adalah seharusnya pemimpin hanya tau kerja, kerja dan kerja yang
sebetul-betulnya kerja sebagaimana amanah rakyat.
Ketika mengetahui saudara saya memilih Jokowi jadi Presiden, saya
mengatakan selamat atas terpilihnya calon anda. Kini Jokowi juga mesti saya
dukung walaupun bukan pilihan hati saya. Lebih dalam saya menjelaskan bahwa
politisi di Negeri ini kurang lebih seperti artis sinetron. Bisa jadi sosoknya
baik dan juga memerankan protogonis, namun ada juga yang sebetulnya memiliki
kepentingan pribadi yang tidak pro rakyat tapi tampil sebagai protogonis di
layar. Lebih lanjut, DPR (sebagai contoh) yang belakangan ini dikuasai oleh
kelompok oposisi bisa jadi tampil sebagai antagonis di layar tapi ia sangat
protogonis dalam kehidupan nyata. Sewajarnyalah dalam memuji sosok karena
kerjanyalah yang pro rakyat yang lebih kita harapkan, bukan pakaiannya atau
janji manisnya. J
Menjadi seorang pemimpin tidak cukup hanya bermodalkan SENYUM. tetapi harus memiliki 3D. - DO'i, Dekkeng dan Do'a.
ReplyDeleteSukses selalu.
ReplyDeleteDitunggu Cetakan Bukunya heheii
ReplyDelete