Skip to main content

Mahar Sebagai Hadiah Pernikahan

I. PENDAHULUAN
Tulisan tentang mahar ini akan dibahas dari segi berbedanya penyebutan nilai ketika sepakat secara rahasia (sirran) dan sepakat secara terang-terangan (alāniyah). Bahwasanya Islam mewajibkan mahar atas kaum laki-laki dan tidak atas perempuan. Sebagaimana Allah berfirman dalam Alquran “Berikanlah (kaum laki-laki) kepada perempuan maharnya sebagai pemberian dengan pernuh kerelaan”. Yang diajak  dalam ayat ini adalah para suami. Terdapat pendapat lain mengatakan yang diajak adalah para wali – karena pada masa jahiliah mereka mengambilnya sebagai hadiah. Hal ini merupakan bukti kongkrit bahwa mahar itu bertujuan memuliakan perempuan dan mengajak menjadi pendamping yang setia.

Pembahasan ini difokuskan pada interaksi (muamalah) antar suami istri, muamalah yang dimaksud di sini adalah mahar yang merupakan suatu kewajiban bagi laki-laki untuk diserahkan kepada perempuan.
Pembahasan ini dianggap penting karena terkadang berbeda penyebutan nilai mahar saat sepakat secara rahasia dan terang-terangan, yang konsekuensinya terjadi perselisihan. Dan dalam definisi mahar dikatakan bahwa perempuan diberikan mahar untuk ganti keperawanannya. Pernyataan “ganti keperawanannya” ibaratnya jual beli barang. Dengan demikian dapat dirumuskan beberapa permasalahan antara lain:
·         Apa pengertian mahar, hukum dan batas jumlahnya?
·         Bagaimana jika terjadi perbedaan penyebutan jumlah mahar saat sepakat secara rahasia dan terang-terangan?
II. KAJIAN FIKIH
A. 1. Pengertian
Sebelum mendefinisikan mahar terlebih dahulu disenyebutkan beberapa istilah atau konsep-konsep mahar di antaranya :
1. صداق او صدقة   4. فريضة        7. علائق   
2. نحلة        5. حباء        8. طول
3. اجر        6. عقر             9. نكاح
Ulama berbeda pendapat mengenai definisi mahar :
·         Defenisi Malikiah : Mahar itu untuk istri sebagai ganti bersenang-senang dengannya.
·         Defenisi Hanabilah : Mahar itu adalah balas jasa (pengganti) dalam nikah, sama saja disebutkan ketika akad atau sesudahnya dengan kerelaan kedua bela pihak atau pihak kejaksaan.
·         Defenisi Wahbah Zuhaili dalam kitabya : Mahar adalah harta yang berhak didapatkan oleh seorang istri sesudah mengadakan akad atau sesudah digauli.
·         Di dalam Kitab al-Ināyah : Mahar adalah harta yang wajib bagi suami karena adanya akad nikah atau sebagai ganti keperawanan, baik disebutkan maupun lewat akad.
·         sebagian pengikut Imam Abū Hanīfah mendefenisikan bahwa mahar adalah hak bagi seorang istri dikarenakan adanya akad nikah atau berhubungan.
Di antara defenisi menyebutkan bahwa mahar adalah sebagai ganti bersenang-senang dengan istri atau sebagai ganti keperawanan wanita, merupakan defenisi yang bertentangan dengan ayat Alquran “وأتوا النساء صدقاتهن نحلة” Tafsirnya, berikan kepada perempuan maharnya sebagai pemberian (hadiah) fardhu yang tidak dihitung sebagai ganti (balas jasa). Mahar (dikatakan shahibu kitab fikih sunnah) bertujuan motivasi, men-deskripsi tanggung jawab seorang laki terhadap wanita,  menguatkan hubungan dan memunculkan dalam hati seorang wanita rasa kasih sayang.
Mahar adalah pemberian yang diberikan oleh laki-laki kepada wanita saat mengadakan akad nikah atau sesudah  dukhul, yang bertujuan motifasi, menguatkan hubungan suami istri dan memunculkan rasa kasih sayang.
Oleh sebab itu, tidak boleh memahalkan mahar dan tidak boleh membatasi, karena mahar ini semata pemberian karena Allah.
A.2. Hukum Mahar
Hukum mahar adalah wajib atas laki-laki, tidak atas perempuan. Mahar itu wajib disebabkan dua hal :
·           Mahar wajib karena adanya akad (ikatan) yang sah
·           Mahar wajib karena laki-laki (suami) telah bersenggama dengan istrinya.
Perlu diketahui bahwa mahar bukan rukun dan syarat. Karena apabila mahar itu rukun dan syarat, maka itu harus dibayar sebelum akad.
Mahar wajib karena sesuai dengan aturan syariat Islam, yang menyebutkan perempuan tidak dibebani nafkah.
A.3. Batas Jumlah Mahar
Di dalam syariat Islam tidak ditentukan karena manusia berbeda tingkat kehidupannya ada kaya dan ada pula miskin. Hal ini diberikan hak penuh kepada masyarakat untuk mengaturnya sesuai kebiasaan atau adat istiadatnya untuk mengaturnya sesuai kebiasaan atau adat istiadatnya. Bahkan boleh sekedar cincing atau mengajar mengaji.
Dalil yang menunjukkan bolehnya memahalkan dan membatasi mahar :
·           Ketika umar ingin membatasi mahar maka ia ditegur oleh seorang wanita setelah turun dari mimbar, dengan teguran berdasarkan ayat “jangan kalian tarik darinya, apakah kalian ingin mengambilnya dengan cara yang tidak baik” ketika itu Umar langsung mengatakan : kamu benar saya khilaf
·           Sabda Nabi saw : Sesungguhnya nikah yang sangat berberkah adalah yang memudahkan

III. Jika Terjadi Perbedaan Penyebutan Jumlah Mahar
Sebagian masyarakat terkadang sepakat secara rahasia mahar yang sedikit dan mereka mengumumkan ketika akad nikah mahar yang yang berjumlah banyak. Permasalahannya, manakah yang didahulukan ?
Ulama berbeda pendapat dalam masalah ini :
·         Di antaranya berpendapat : yang didahulukan adalah jumlah mahar yang disepakati secara rahasia.
·         Di antaranya yang lain mengatakan bahwa yang didahulukan adalah mahar diumumkan.
Fenomena dalam masyarakat adalah calon suami telah sepakat dengan wali wanita dengan mahar yang sederhana, dan diumumkan ketika akad dengan mahar yang berjumlah banyak. Hal itu bertujuan menghindarkan fitnah orang lain, karena orang lain apabila mendengarkan mahar yang jumlahnya sangat sederhana terkadang mencemoh dan mengejek, dengan perkataan yang biasa di masyarakat “wanita murahan”
Oleh karena itu, berdasarkan pada pendapat ulama di atas maka yang diperpegangi adalah pendapat ulama yang mengatakan “mahar yang disepakati secara rahasia”. Pendapat ini didukung pula oleh Imām Abū Hanīfah, Malikiyah dan Syafi’iyyah.
Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada salahnya sikap yang dilakukan oleh masyarakat.
IV. KESIMPULAN
Demikianlah Pembahasan tentang tema mahar ini disusun. Sebagai catatan penutup, berikut ini diuraikan beberapa kesimpulan antara lain:
·           Mahar adalah pemberian yang diberikan oleh laki-laki kepada wanita saat mengadakan akad nikah atau sesudah dukhul, yang bertujuan memotivasi, menjalin hubungan lewat antara suami dan istri dan memunculkan rasa kasih sayang.
·           Hukum mahar wajib namun bukan rukun dan syarat
·           Bahwasanya mahar tidak mempunyai batas tertentu. Syarat utama mahar adalah bernilai
·           Mahar yang didahulukan ketika terjadi perbedaan antara mahar rahasia dan mahar transparan adalah mahar rahasia.

Comments

Post a Comment

شُكْرًا كَثِرًا
Mohon titip Komentarnya yah!!
وَالسَّلامُ عَليْكُم

Popular posts from this blog

Strategi Kepemimpinan Ali Bin Abu Thalib

BAB I PENDAHULUAN A.       Latarbelakang Masalah Nabi Muhammad saw. Tidak meninggalkan wasiat tentang siapa yang akan menggantikan beliau sebagai pemimpin politik umat Islam setelah beliau wafat. Beliau tampaknya menyerahkan persoalan tersebut kepada kaum Muslimin untuk menentukannya sendiri. Kaena itu, tidak lama setelah beliau wafat; belum lagi jenazahnya dimakamkan, sejumlah tokohMuhajirin dan Ashor Berkumpul dibalai kota   Bani Sa’dah, Madinah.  

Kedudukan Ar-ra'yu sebagai Landasan Hukum Islam

Referensi Pada dasarnya umat Islam yang beriman Kepada Allah swt. Meyakini bahwa Sumber utama Ajaran Islam yaitu Alquran dan Hadis sudah sempurna. Firman Allah dalam Alquran sudah sempurna membahas aturan-aturan, hukum, ilmu pengetahuan (filsafat), kisah, ushul fiqh dan lain-lain. Begitu juga Hadis Rasulullah yang salah satu sifatnya menjadi penjelasan ayat-ayat dalam Alquran. Posisi Hadis adalah penjelas dan sumber kedua setelah Alquran.

Dasar-dasar Pendidikan Islam

DASAR-DASAR PENDIDIKAN ISLAM (Tinjauan al-Qur'an dan Hadis) Oleh : Kelompok 2 A.    Pendahuluan Islam mempunyai berbagai macam aspek, di antaranya adalah pendidikan (Islam). Pendidikan Islam bermula sejak nabi Muhammad Saw, menyampaikan ajaran Islam kepada umatnya. [1]   Pendidikan adalah proses atau upaya-upaya menuju pencerdasan generasi, sehingga menjadi manusia dalam fitrahnya. Itu artinya bahwa pendidikan merupakan conditio sine quanon yang harus dilakukan pada setiap masa. Berhenti dari gerakan pendidikan berarti   lonceng kematian (baca; kemunduran atau keterbelakangan) telah berbunyi dalam masyarakat atau negara.