Skip to main content

Rencana Penelitian Sosial - Kelompok Usaha Bersama

oleh : Abdul Haris Mubarak
A.    Latar Belakang
Sebagai khalifah dimuka bumi ini, manusia dianjurkan untuk memberikan hak kepada keluarga-keluarga dekat yang salah satu diantara mereka adalah orang-orang yang tergolong miskin. Anjuran tersebut sebagaimana difirmankan Allah dalam Q.S. Al- Israa’/17:26 yang Terjemahnya : “dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.[1]
Pada ayat tersebut, Allah swt memerintahkan kepada kaum muslimin  agar memenuhi hak keluarga dekat, orang-orang miskin dan orang-orang yang berada dalam perjalanan. Hak yang harus dipenuhi itu adalah mempererat tali persaudaraan dan hubungan kasih sayang. Mengunjungi rumahnya dan bersikap sopan santun, serta membantu meringankan penderitaan yang mereka alami. Sekiranya ada  diantara keluarga dekat, ataupun orang-orang miskin atau orang-orang yang dalam perjalanan itu memerlukan biaya untuk keperluan hidupnya maka hendaklah diberikan bantuan secukupnya untuk memenuhi kebutuhan mereka. Orang-orang dalam perjalanan yang patut diringankan penderitaannya ialah orang yang melakukan perjalanan karena tujuan-tujuan yang dibenarkan oleh agama.  Orang yang demikian keadaannya perlu dibantu dan ditolong agar bisa mencapai tujuannya.
Di akhir ayat Allah swt melarang kaum muslimin bersikap boros yaitu membelanjakan harta tanpa perhitungan yang cermat sehingga menjadi mubazir. Larangan ini bertujuan agar kaum muslimin mengatur pengeluarannya dengan perhitungan yang secermat-cermatnya agar apa yang dibelanjakan sesuai dengan keperluan dan pendapatan mereka. Kaum muslimin juga tidak boleh menginfakkan harta kepada orang-orang yang tidak berhak menerimanya, atau memberikan harta melebihi apa yang seharusnya.[2]
Yang paling bertanggung jawab terhadap upaya pencapaian tingkat kesejahteraan rakyat adalah pemimpin. Pemimpin dalam islam atau juga dikenal sebagai khalifah sejatinya menjadikan ayat tersebut di atas sebagai landasan atau alas fikir untuk membuat program pemerintah mengenai upaya peningkatan kesejahteraan rakyat. Dengan demikian, kerja pemerintah tidak akan mengalami kondisi pemborosan anggaran dan perencanaan peningkatan kesejahteraan sosial juga menjadi tepat sasaran.[3]
Telah banyak program terkait peningkatan taraf hidup manusia atau peningkatan kesejahteraan rakyat yang digulirkan oleh pemerintah pusat hingga pemerintah daerah,baik dilakukan secara langsung oleh pemerintah maupun melalui instansi pemerintah atau lembaga swadaya masyarakat. Salah satu dari upaya pemerintah tersebut adalah adanya sistem yang diciptakan untuk menanggulangi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Pemerintah membagi PMKS pada beberapa jenis yang harus diselesaikan secara total bagi seluruh pihak yang bertanggung jawab untuk penyelesaian masalah tersebut. Salah satu dari jenis PMKS Tersebut adalah Pengentasan Kemiskinan.[4]
Selama ini program pemerintah terkait upaya pengentasan kemiskinan selalu menjadi topik pembahasan yang serius. Hal ini dilatar belakangi oleh tingkat kemiskinan di Negeri ini yang tak kunjung mengalami perubahan serius, pembangunan di berbagai sector namun di tandai dengan semakin banyaknya pengangguran, keterbelakangan dan ketidakberdayaan. Kemiskinan merupakan fenomena sosial yang telah menjadi perhatian, isu dan gerakan global yang bersifat kemanusiaan (humanity). Kondisi ini tercermin dari konsentrasi beberapa agenda dunia pada masalah kemiskinan seperti: Word Summit ini Social Development yang menggelar Deklarasi dan Program aksi untuk pembangunan sosial di Copenhagen pada tahun 1995. Salah satu fenomena sosial yang dipandang perlu penanganan segera dan menjadi agenda tingkat tinggi dunia tersebut adalah soal kemiskinan, penganggaran dan pengecilan sosial yang ada disetiap Negara.[5]
Perhatian pemerintah terhadap kemiskinan tercermin dari Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres) No. 5 tahun 1993 tentang pembangunan desa tertinggal yang lebih dikenal oleh masyarakat dengan sebutan IDT; Inpres No. 3 tahun 1996 yang menunjuk menteri Negara Kependudukan/Kepala BkKBN sebagai pelaksana pembangunan keluarga sejahtera (PROKESRA); Keputusan Presiden nomor 124 tahun 2001 yang diberi nama Komite Penanggulangan Kemiskinan.[6]
Telaah terhadap berbagai program penanggulangan kemiskinan, beberapa model yang dilaksanakan merupakan satu paket kegiatan dalam kurun waktu satu tahun anggaran. Jika dicermati, hasil yang dicapai belum optimal, secara keseluruhan dana yang dialokasikan mencapai angka lebih dari 12 digit (menghabiskan dana triliunan rupiah). Namun angka kemiskinan di Indonesia tergolong relatif besar. Hal ini tercermin dari “Fluktuasi” persentase kemiskinan, bahwa decade 1976-1996, persentase penduduk miskin pernah mengalami penurunan yaitu 40,1% menjadi 11,3%; pada periode 1996-1998 persentasenya menjadi 24,29% atau 49,5 juta jiwa.[7]
Kemiskinan merupakan salah satu masalah kesejahteraan Sosial[8] yang sangat penting untuk segera diatasi mengingat populasinya yang cukup besar dalam masyarakat dan semakin hari populasinya bertambah. Masalah kemiskinan yang dihadapi terutama oleh negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia memang sangatlah kompleks. Kemiskinan merupakan masalah dalam pembangunan yang bersifat multidimensional, yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya. Seringkali pemikiran mengenai kemiskinan lebih banyak menekankan pada segi-segi emosional atau perasaan yang diselimuti oleh aspek moral dan kemanusiaan, ataupun masih bersifat partisan karena bersangkut paut dengan alokasi sumber daya, sehingga usaha memahami hakekat kemiskinan itu sendiri menjadi kabur. Akibat yang dialami dengan keadaan seperti ini adalah, usaha penanggunalangan kemiskinan bersifat parsial, tidak komprehensif, serta hasil yang dicapai dari segala upaya penanggulangan tersebut menjadi tidak tepat sasaran.
Disadari semakin kompleksnya masalah sosial dalam hal ini adalah kemiskinan baik secara kultural maupun struktural. Hal ini mendorong pelaksanaan upaya pemecahan masalah sosial yang lebih sistematis, profesional dan lebih berkesinambungan.[9]
Pemerintah melalui Kementerian Sosial telah lama merencanakan dan banyak melaksanakan program dan usaha-usaha kesejahteraan sosial bagi para penyandang masalah kesejahateraan sosial (PMKS), Untuk mengatasi kemiskinan di Indonesia berbagai program penanggulangan kemiskinan telah digulirkan oleh Pemerintah sejak era Orde Baru hingga saat ini.
 Beberapa program penanggulangan kemiskinan berbasis  pemberdayaan masyarakat yang pernah dilaksanakan yaitu : Kredit Usaha Kecil (KUK), Kredit Industri Kecil (KIK), Kredit Candak Kulak (KCK), Inpres Desa Tertinggal (IDT), Padat Karya, Jaring Pengaman Sosial- Program Daerah Mengatasi Dampak Krisis Ekonomi (JPS-PDMDKE), Program Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Daerah (P2MPD), P4K, TPSP-KUD, Unit Ekonomi Desa dan Simpan Pinjam (UEDSP), Pengembangan Kawasan Terpadu, Program Pengembangan Kecamatan (PPK), Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP).
Kelompok program ini bertujuan untuk melakukan pemenuhan hak dasar, pengurangan beban hidup, serta perbaikan kualitas hidup masyarakat miskin. Program ini dianalogikan dengan pemberian ikan kepada masyarakat miskin dan kelompok rentan lainnya seperti kaum miskin, lansia, korban bencana dan konflik, penyandang cacat, komunitas adat terkecil, yang jumlahnya 19,1 juta Rumah Tangga Sasaran (RTS) secara nasional. Program  ini meliputi : Jaminan Kesehatan Masyarakat, Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Bantuan Langsung Tunai (BLT), Beras untuk Rumah Tangga Miskin (Raskin), Bantuan Tunai Bersyarat (BTB) atau Program Keluarga Harapan (PKH), Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri-Perkotaan (PNPM Mandiri Perkotaan), Program Pemberdayaan Fakir Miskin Melalui Bantuan Langsung Pemberdayaan Sosial (PPFM-BLPS) atau dikenal dengan Kelompok Usaha Bersama Ekonomi (KUBE), dan Padat Karya Produktif serta Kredit Usaha Rakyat (KUR), Bantuan untuk Pengungsi/Korban Bencana.
Menindaklanjuti pelaksanaan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, dan dalam rangka desentralisasi dan otonomi daerah saat ini, Pemerintah Daerah berperan besar untuk menanggulangi kemiskinan. Pemerintah Daerah dengan didukung stakeholders dan masyarakat, dapat mengembangkan prakarsa untuk menyusun berbagai kebijakan dan melaksanakan program-program penanggulangan kemiskinan yang berbasis pemberdayaan masyarakat. Pemerintah Daerah juga dapat berperan dengan menyediakan dana atau program pendamping untuk pelaksanaan program-program dari Pemerintah Pusat.
Dengan adanya kondisi sosial seperti ini, tentunya dibutuhkan peran Optimalisasi Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) mulai dari program pengentasan kemiskinan hingga ketersediaan pekerja sosial yang berperan langsung di lapangan untuk turut mengambil peran pada upaya pengentasan kemiskinan. Tentunya juga dibutuhkan dukungan terpadu dan sinergis baik dari pihak Kementerian Sosial melalui Dinas Sosial Propinsi, lembaga-lembaga sosial pemerintah, maupun lembaga sosial non pemerintah.
Kebijakan pemerintah melalui lembaga-lembaga sosial, baik lembaga sosial pemerintah, maupun lembaga sosial non pemerintah sangat penting untuk dikaji aplikasinya, mengingat antara Undang-Undang yang mengatur tentang kesejahteraan sosial dan Undang-Undang tentang masyarakat miskin.
Kebijakan pemerintah menyangkut Sosial Works (Pekerja Sosial) sangat dibutuhkan partisipasinya, baik sebagai perpanjangan tangan dari pemerintah, mewakili lembaga maupun instansi pelayanan sosial karena  memang profesinya selaku pekerja sosial.
Objek lain juga menjadi sumber informasi adalah Dinas sosial kota Makassar yang telah membina beberapa kelompok usaha bersama dalam upaya penaggulangan kemiskinan,  upaya tersebut juga dilaksanakan oleh Mahasiswa Kesejahteraan Sosial UIN Alauddin Makassar, namun pada model yang terbatas selaku potensi dan sumber kesejahteraan sosial. Walau pengalaman dilapangan masih minim, tetapi teori-teori yang didapatkan dibangku perkuliahan yang dipadukan dengan realitas yang terlihat di jalan menjadi patokan dan bisa menjadi bahan acuan bagi pekerja sosial untuk menjalankan profesinya.
Agar tidak terjebak pada dikotomi berfikir, maka seluruh aspek, baik kebijakan pemerintah melalui Kementerian Sosial, Pelaksana atau pengelolah Program Kelompok Usaha Bersama lingkup Dinas Sosial Kota  Makassar, Pendamping yang dalam hal ini adalah pekerja sosial,  maupun Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Wanita Mandiri Kelurahan Pa’baeng-baeng kecamatan Tamalate Kota Makassar sebagai kelompok binaan, sejatinya memberikan informasi yang jelas tentang indikator keberhasilan program pemerintah dalam upaya pengentasan kemiskinan berupa KUBE ini.
A.    Rumusan Masalah
Berangkat dari uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan proposal ini, yaitu : “Bagaimana pengaruh program Kelompok Usaha Bersama (KUBE) terhadap upaya pengentasan kemiskinan di Kelurahan Pa’Baeng-baeng Kecamatan Tamalate Kota Makassar, dengan sub masalah sebagai berikut:
1.   Bagaimana peran program Kelompok Usaha Bersama dalam menekan angka kemiskinan di Kelurahan Pa’Baeng-baeng Kecamatan Tamalate Kota Makassar?
2.  Upaya-upaya apa saja yang dilakukan mitra kelompok usaha dalam program Kelompok Usaha Bersama (KUBE) sebagai upaya pengentasan kemiskinan di Kelurahan Pa’Baeng-baeng Kecamatan Tamalate Kota Makassar?
3.  Faktor-faktor apa saja yang menjadi hambatan program Kelompok Usaha Bersama sebagai upaya pengentasan kemiskinan di Kelurahan Pa’Baeng-baeng Kecamatan Tamalate Kota Makassar ?


B.    Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, maka penulis dapat menggambarkan Hipotesa atau jawaban sementara sebagai berikut:
1.   Program KUBE yang telah dirancang untuk mengurangi angka kemiskinan belum bisa mewakili seluruh kebutuhan masyarakat, hanya mereka yang membutuhkan jasa atau layanan yang secara tidak langsung bisa menikmati hasil dari program tersebut.
2.  Secara Struktural, program Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Wanita Mandiri telah memberikan pengaruh dan dampak yang bermakna bagi masyarakat, khususnya bagi warga di Kelurahan Pa’Baeng-Baeng
3.  Kendala atau hambatan yang dihadapi oleh pengelola Program KUBE adalah anggaran yang terbatas sehingga program hanya bisa dikerjakan oleh orang terbatas, sementara salah satu indikator yang tepat untuk menanggulangi kemiskinan adalah menciptakan lapangan kerja untuk jumlah orang yang tak terbatas.
C.   Ruang Lingkup Penelitian
Untuk memperjelas arah dan maksud pembahasan, maka penulis akan menguraikan secara rinci ruang lingkup penelitian yang terdapat dalam judul “Upaya pengentasan Kemiskinan melalui program kelompok Usaha Bersama (Study kasus KUBE Wanita Mandiri Kel. Pa’baeng-Baeng Kec. Tamalate)” yakni:
1.   Pada penelitian ini peneliti ingin meneliti Kelompok Usaha Bersama (KUBE) yang berlokasi di Kelurahan Pa’baeng-Baeng Kecamatan Tamalate. Kelompok Usaha Bersama (KUBE) adalah suatu kelompok yang dibentuk oleh warga/keluarga-keluarga binaan sosial yang terdiri dari orang-orang/keluarga-keluarga kurang mampu (prasejahtera) yang menerima pelayanan sosial melalui kegiatan Program Pemberdayaan Fakir Miskin. KUBE terdiri atas 10 orang (KK) fakir miskin yang telah terpilih melalui seleksi sebagai Keluarga Binaan  Sosial (KBS), adanya kemauan anggota KUBE untuk bekerja secara kelompok dan adanya kesamaan minat dari anggota untuk melaksanakan suatu jenis usaha     ( UEP / UKS ) melalui kegiatan kelompok.[10]
2.  Pengentasan Kemiskinan berarti Memecahkan, menuntaskan, memperbaiki, menguasai, mengendalikan, menyelesaikan masalah kemiskinan.[11] Kaitannya dengan judul adalah menganalisis efektivitas program kelompok usaha bersama dalam menyelesaikan masalah kesejahteraan sosial yaitu kemiskinan.
D.   Kajian Pustaka
Pada skripsi yang berjudul “Upaya pengentasan Kemiskinan melalui program kelompok Usaha Bersama (Study kasus KUBE Wanita Mandiri Kel.pa’Baeng-Baeng Kec. Tamalate”, penulis mengemukakan beberapa literatur sebagai berikut:
1.      Departemen Agama RI Al-Qur’an dan terjemahannya terbitan  Depag. Terdapat dalam surat Al Isra ayat 26 tentang larangan bersikap boros dan anjuran untuk saling tolong menolong.
2.      Badan Pelatihan dan Pengembangan Sosial Departemen Sosial RI dengan judul Permasalahan Sosial di Indonesia membahas tentang kontribusi  pelatihan dan pengembangan dalam perumusan kebijakan kesejahteraan sosial.
3.      Bachtiar Chamsyah dalam buku pembangunan kesejahteraan sosial di Indonesia upaya menangani permasalahan kemiskinan, mengungkapkan bahwa tujuan pembangunan kesejahteraan sosial adalah meningkatnya kualitas hidup penyandang masalah sosial dan kepedulian serta partisipasi sosial masyarakat.
4.      Dari beberapa hasil penelitian di atas peneliti merasa bahwa upaya pengentasan kemiskinan melalui Kelompok Usaha Bersama (KUBE) dapat membantu memulihkan kondisi masyarakat dari kondisi miskin menjadi masyarakat berkesejahteraan sosial.
E.    Metode Penelitian
Sebagaimana layaknya suatu penelitian ilmiah, maka penelititan tersebut memiliki objek yang jelas untuk mendapatkan data yang autentik, teknik pengumpulan data dan analisis data yang akurat, maka dalam skripsi ini penulis menggunakan metode Penelitian sebagai berikut:

1.    Jenis Penelitian
Pada penelitian ini, peneliti akan menggunakan jenis penelitian studi kasus, studi kasus adalah metode pengumpulan data yang bersifat integrative dan komprehensif. Integrative artinya menggunakan berbagai teknik pendekatan dan bersifat komprehensif yaitu data yang dikumpulkan meliputi seluruh aspek pribadi individu secara lengkap.
2.    Metode Pengumpulan Data
a.   Observasi
Pengamatan ini dilakukan dengan cara observasi partisipan, yaitu dengan menggunakan alat bantu berupa alat tulis menulis.  Peneliti memperhatikan segala hal yang erat kaitannya dengan Masalah yang dihadapi keluarga yang tergabung dalam kelompok usaha bersama.
b.   Wawancara
Dalam mengumpulkan data, penulis mengadakan wawancara mendalam melalui keterangan dari informan pangkal yang dapat memberikan kepada peneliti petunjuk lebih lanjut tentang adanya Indvidu lain dalam masyarakat  yang dapat memberikan berbagai informasi atau keterangan lebih lanjut yang diperlukan.
c.   Angket
Angket (questioner) adalah sejumlah pertanyaan yang tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden. Kuesioner dipakai untuk metode instrumen. Jadi, dalam menggunakan metode angket atau kuesioner, instrumen yang dipakai adalah angket atau kuesioner.
3.    Instrumen penelitian
Pada pengamatan observasi, instrument yang dibutuhkan adalah kamera, buku tulis, pulpen, serta alat pengolahan data. Instrument yang digunakan pada metode pengumpulan data wawancara penelitian  adalah questiner, alat perekam suara, pulpen dan kertas. Instrumen pada metode angket bermacam-macam, ada angket terbuka dan tertutup, ada angket pilihan ganda, isian, chek list (daftar cek), dan skala bertingkat. Adapun instrumennya adalah kertas, pulpen, dan lembar isian angket.
4.    Teknik Analisis Data
Mayoritas data yang dipergunakan dalam pembahasan skripsi ini bersifat kualitatif. Oleh karena itu, dalam memperoleh data  tersebut dipergunakan metode pengolahan data yang sifatnya kualitatif. Demikian pula dalam menganalisa data yang telah dikumpulkan juga tidak digunakan teknik analisa data yang sifatnya static. Sehingga dalam mengelolah data, maka teknik analisis yang digunakan antara lain sebagai berikut:
a.   Analisis Induktif, yaitu suatu teknik berpikir atau menganalisa data dari masalah yang bersifat khusus (micro) kemudian menarik kesimpulan secara umum (makro). Dalam hal ini, sutrisno hadi menjelaskan bahwa : berpikir induktif berangkat dari fakta yang khusus, peristiwa yang konkrit , kemudian ditarik generalisasi yang bersifat umum.[12]
b.   Analisis Deduktif, yaitu menganalisah data dengan jalan mengawali dari masalah-masalah yang bersifat umum kemudian menarik kesimpulan secara khusus. Atau dengan kata lain bahwa metode deduktif ini berangkat dari pengetahuan-pengetahuan yang bersifat umum, kemudian menarik kesimpulan yang bersifat khusus.[13]
c.   Analisis Komparatif, artinya menganalisa data dengan jalan membandingkan antara satu pendapat atau data dengan data dan pendapat yang lain kemudian menarik kesimpulan. Jadi dalam menganalisa data yang telah dikumpulkan penulis hanya menggunakan teknik analisis data yang sifatnya perbandingan.[14]
Dalam metode komparatif inilah melalui variable-variabel tertentu yang berkaitan dengan Upaya peningkatan kesejahteraan sosial melalui program kube dapat memberikan informasi secara rinci sesuai dengan yang dibutuhkan peneliti.
F.    Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.   Tujuan Penelitian
Setiap penelitian yang dilakukan oleh seseorang atau lembaga pada dasarnya memiliki tujuan tertentu, adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
a.  Untuk mengetahui upaya-upaya yang dilakukan mitra kelompok usaha dalam program Kelompok Usaha Bersama (KUBE) sebagai upaya pengentasan kemiskinan di Kelurahan Pa’Baeng-baeng Kecamatan Tamalate Kota Makassar.
b.  Untuk mengetahui bagaimana peran serta sumbangsi program “Kelompok Usaha Bersama” dalam menekan angka kemiskinan di Kelurahan Pa’Baeng-baeng Kecamatan Tamalate Kota Makassar.
c.   Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menjadi hambatan program Kelompok Usaha Bersama sebagai upaya pengentasan kemiskinan di Kelurahan Pa’Baeng-baeng Kecamatan Tamalate Kota Makassar.
2.  Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dari penelitian ini dapat dikemukakan sebagai berikut:
a.  Memberikan informasi tentang usaha kesejahteraan sosial yang telah digulirkan oleh Pemerintah melalui Program Kelompok Usaha bersama ini.
b.  Memberikan informasi atau data seputar peranan Program KUBE dalam menekan angka kemiskinan di Kota Makassar, Khususnya di Kelurahan Pa’baeng-baeng Kecamatan Tamalate.
c.   Memberikan informasi tertang kendala-kendala dan keberhasilan program KUBE di Kelurahan Pa’baeng-baeng Kecamatan Tamalate Kota Makassar.


DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharismi. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Proposal (Cet. X; Jakarta: Rineka Cipta 1996)
Bachtiar Chamsyah, Menteri Sosial Republik Indonesia Pembangunan Kesejahteraan Sosial di Indonesia Upaya Menangani Permasalahan Sosial Kemiskinan, Maret 2007
Badan Pelatihan dan Pengembangan Sosial Departemen Sosial RI, Permasalahan Sosial di Indonesia (Kontribusi Pelatihan dan Pengembangan dalam prumusan kebijakan Kesejahteraan Sosial), Pusat Penelitian dan Pengembangan Usaha Kesejahteraan Sosial: Edisi 3, Salemba Raya-Jakarta, 2006.
Bungin, Burhan. Metodologi Penelitian Kualitatif, Komunikasi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya (Cet I; Jakarta: Kencana Pranada Media Group, April 2007)
Bungin, Burhan. Metodologi Penelitian Kuantitatif, Komunikasi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya (Edisi I, Cet III; Jakarta: Kencana Pranada Media Group, 2008)
Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial (Cet VIII; Yogyakarta: Gajah Mada University Press)
Husaini Usma dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, (Cet. IV; Jakarta: Bumi Aksara, 2001)
Http://Www.Depsos.Go.Id/Unduh/Uu-Kesos-No11-2009.Pdf Arah, tujuan, visi, misi, kebijakan dan strategi Pembangunan kesejahteraan (mei 2012)
Http://perencanaan.depsos.go.id/dtbs/slot/analisis/renstra_kl/06190513112007_  
       bab%2036.pdf (mei 2011)
Http://pekerjasosialtuban.wordpress.com/2011/08/25/kube-pemberdayaan-fakir-miskin/
Kitab Suci Al Qur’an, Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Semarang: PT. Karya Toha Putra 2002)Subagyo, Joko. Metode Penelitian Teori dan Praktek, (Cet. II; Jakarta: Rineka Cipta, 1997)
Mardalis, Metode Penelitian, Suatu pendekatan Proposal, Cet. V; Jakarta, Bumi Aksara, 2002.
Maulana, Dr. Rizky, Kamus Pintar Bahasa Indonesia, Penertbit PT. Lima Bintang; Surabaya 2009. h. 442
Pos Kota, Kemensos Berdayakan Kube di Desa, Jakarta: Rabu 5 oktober 2011
Sulhan Yassin, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (KBI-SAKU), Penertbit Amanah; Surabaya, tahun 2007. h. 363Waristo, Herman. Pengantar Metodologi Penelitian (Jakarta: Graedia Pustaka Utama, 1992)
Undang-undang Republik Indonesia  Nomor 11 Tahun 2009  tentang  Kesejahteraan Sosial
Www.Bappenas.Go.Id/Get-File-Server/Node/8429, Data Pemberdayaan Kelembagaan Kesejahteraan Sosial tahun 2004-2009, Mei 2012






[1] Departemen Agama Republik Indonesia,  Al-qur’an & Terjemahannya (cet ke 3, Depag. h.745)
[2] Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Tafsirnya jilid V, edisi yang disempurnakan (Jakarta: Lentera abadi, 2010), h. 465 – 466.
[4] www.bappenas.go.id/get-file-server/node/8429, Data Pemberdayaan Kelembagaan Kesejahteraan Sosial tahun 2004-2009, Mei 2012
[5] Badan Pelatihan dan Pengembangan Sosial Departemen Sosial RI, Permasalahan Sosial di Indonesia (Kontribusi Pelatihan dan Pengembangan dalam prumusan kebijakan Kesejahteraan Sosial), Pusat Penelitian dan Pengembangan Usaha Kesejahteraan Sosial: Edisi 3, Salemba Raya-Jakarta, 2006. h. 155
[6] ibid
[7] Ibid
[8] Dinas Sosial dan Tenaga Kerja kabupaten Kuningan. Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial, http://www.kuningankab.go.id/sosial-kemasyarakatan/penyandang-masalah-kesejahteraan-sosial (20 maret 2011)
[9] Bachtiar Chamsyah dan mu’mang Nuryana,Badan pelatihan dan pengembangan sosial Departement sosial Republik Indonesia:Dimensi religi dalam kesejahteraan sosial (Jakarta:Balatbang Depsos ,2003),h.9

[12]. Suharismi Arikunto, Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Proposal (Cet. X; Jakarta: Rineka Cipta 1996), h.128
[13] Sutrisno Hadi, Op. Cit., h. 12
[14]. Ibid., h. 13

Comments

Popular posts from this blog

Strategi Kepemimpinan Ali Bin Abu Thalib

BAB I PENDAHULUAN A.       Latarbelakang Masalah Nabi Muhammad saw. Tidak meninggalkan wasiat tentang siapa yang akan menggantikan beliau sebagai pemimpin politik umat Islam setelah beliau wafat. Beliau tampaknya menyerahkan persoalan tersebut kepada kaum Muslimin untuk menentukannya sendiri. Kaena itu, tidak lama setelah beliau wafat; belum lagi jenazahnya dimakamkan, sejumlah tokohMuhajirin dan Ashor Berkumpul dibalai kota   Bani Sa’dah, Madinah.  

Kedudukan Ar-ra'yu sebagai Landasan Hukum Islam

Referensi Pada dasarnya umat Islam yang beriman Kepada Allah swt. Meyakini bahwa Sumber utama Ajaran Islam yaitu Alquran dan Hadis sudah sempurna. Firman Allah dalam Alquran sudah sempurna membahas aturan-aturan, hukum, ilmu pengetahuan (filsafat), kisah, ushul fiqh dan lain-lain. Begitu juga Hadis Rasulullah yang salah satu sifatnya menjadi penjelasan ayat-ayat dalam Alquran. Posisi Hadis adalah penjelas dan sumber kedua setelah Alquran.

Pendidikan Islam Pasca Runtuhnya Bagdad

I.               PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Masalah Kemunduran umat Islam dalam peradabannya terjadi pada sekitar tahun 1250 M. s/d tahun 1500 M.   Kemunduran itu terjadi pada semua bidang terutama dalam bidang Pendidikan Islam. Di dalam Pendidikan Islam kemunduran itu sebagian diyakini karena berasal dari berkembangnya secara meluas pola pemikiran tradisional. Adanya pola itu menyebabkan hilangnya kebebasan berpikir, tertutupnya pintu ijtihad, dan berakibat langsung kepada menjadikan fatwa ulama masa lalu sebagai dogma yang harus diterima secara mutlak (taken for garanted). Saat umat Islam mengalami kemunduran, di dunia   Eropa   malah   sebaliknya   mengalami   kebangkitan   mengejar ketertinggalan mereka, bahkan mampu menyalib akar kemajuan-kemajuan Islam.   Ilmu Pengetahuan dan filsafat   tumbuh   dengan   subur   di   tempat...