oleh : Abdul Haris Mubarak
A.
Latar Belakang
Sebagai khalifah dimuka
bumi ini, manusia dianjurkan untuk memberikan hak kepada keluarga-keluarga
dekat yang salah satu diantara mereka adalah orang-orang yang tergolong miskin.
Anjuran tersebut sebagaimana difirmankan Allah dalam Q.S. Al- Israa’/17:26 yang
Terjemahnya : “dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang
dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan
janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.”[1]
Pada ayat tersebut, Allah swt memerintahkan kepada kaum muslimin agar memenuhi hak keluarga dekat, orang-orang miskin dan orang-orang yang berada dalam
perjalanan. Hak yang harus dipenuhi itu adalah mempererat tali persaudaraan dan
hubungan kasih sayang. Mengunjungi rumahnya dan bersikap sopan santun, serta
membantu meringankan penderitaan yang mereka alami. Sekiranya ada diantara keluarga dekat, ataupun orang-orang
miskin atau orang-orang yang dalam perjalanan itu memerlukan biaya untuk
keperluan hidupnya maka hendaklah diberikan bantuan secukupnya untuk memenuhi
kebutuhan mereka. Orang-orang dalam perjalanan yang patut diringankan
penderitaannya ialah orang yang melakukan perjalanan karena tujuan-tujuan yang
dibenarkan oleh agama. Orang yang
demikian keadaannya perlu dibantu dan ditolong agar bisa mencapai tujuannya.
Di akhir ayat
Allah swt melarang kaum muslimin bersikap boros yaitu membelanjakan harta tanpa
perhitungan yang cermat sehingga menjadi mubazir. Larangan ini bertujuan agar
kaum muslimin mengatur pengeluarannya dengan perhitungan yang
secermat-cermatnya agar apa yang dibelanjakan sesuai dengan keperluan dan pendapatan
mereka. Kaum muslimin juga tidak boleh menginfakkan harta kepada orang-orang
yang tidak berhak menerimanya, atau memberikan harta melebihi apa yang
seharusnya.[2]
Yang paling bertanggung jawab terhadap upaya pencapaian tingkat
kesejahteraan rakyat adalah pemimpin. Pemimpin dalam islam atau juga dikenal
sebagai khalifah sejatinya menjadikan ayat tersebut di atas sebagai landasan
atau alas fikir untuk membuat program pemerintah mengenai upaya peningkatan
kesejahteraan rakyat. Dengan demikian, kerja pemerintah tidak akan mengalami
kondisi pemborosan anggaran dan perencanaan peningkatan kesejahteraan sosial
juga menjadi tepat sasaran.[3]
Telah banyak program terkait peningkatan taraf hidup manusia atau
peningkatan kesejahteraan rakyat yang digulirkan oleh pemerintah pusat hingga
pemerintah daerah,baik dilakukan secara langsung oleh pemerintah maupun melalui
instansi pemerintah atau lembaga swadaya masyarakat. Salah satu dari upaya pemerintah
tersebut adalah adanya sistem yang diciptakan untuk menanggulangi Penyandang
Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Pemerintah membagi PMKS pada beberapa
jenis yang harus diselesaikan secara total bagi seluruh pihak yang bertanggung
jawab untuk penyelesaian masalah tersebut. Salah satu dari jenis PMKS Tersebut
adalah Pengentasan Kemiskinan.[4]
Selama ini program pemerintah terkait upaya pengentasan kemiskinan
selalu menjadi topik pembahasan yang serius. Hal ini dilatar belakangi oleh
tingkat kemiskinan di Negeri ini yang tak kunjung mengalami perubahan serius, pembangunan
di berbagai sector namun di tandai dengan semakin banyaknya pengangguran,
keterbelakangan dan ketidakberdayaan. Kemiskinan merupakan fenomena sosial yang
telah menjadi perhatian, isu dan gerakan global yang bersifat kemanusiaan (humanity). Kondisi ini tercermin dari
konsentrasi beberapa agenda dunia pada masalah kemiskinan seperti: Word Summit ini Social Development yang
menggelar Deklarasi dan Program aksi untuk
pembangunan sosial di Copenhagen pada tahun 1995. Salah satu fenomena sosial
yang dipandang perlu penanganan segera dan menjadi agenda tingkat tinggi dunia
tersebut adalah soal kemiskinan,
penganggaran dan pengecilan sosial
yang ada disetiap Negara.[5]
Perhatian pemerintah terhadap kemiskinan tercermin dari Instruksi
Presiden Republik Indonesia (Inpres) No. 5 tahun 1993 tentang pembangunan desa
tertinggal yang lebih dikenal oleh masyarakat dengan sebutan IDT; Inpres No. 3
tahun 1996 yang menunjuk menteri Negara Kependudukan/Kepala BkKBN sebagai
pelaksana pembangunan keluarga sejahtera (PROKESRA); Keputusan Presiden nomor
124 tahun 2001 yang diberi nama Komite Penanggulangan Kemiskinan.[6]
Telaah terhadap berbagai program penanggulangan kemiskinan, beberapa
model yang dilaksanakan merupakan satu paket kegiatan dalam kurun waktu satu
tahun anggaran. Jika dicermati, hasil yang dicapai belum optimal, secara
keseluruhan dana yang dialokasikan mencapai angka lebih dari 12 digit
(menghabiskan dana triliunan rupiah). Namun angka kemiskinan di Indonesia
tergolong relatif besar. Hal ini tercermin dari “Fluktuasi” persentase
kemiskinan, bahwa decade 1976-1996, persentase penduduk miskin pernah mengalami
penurunan yaitu 40,1% menjadi 11,3%; pada periode 1996-1998 persentasenya
menjadi 24,29% atau 49,5 juta jiwa.[7]
Kemiskinan merupakan salah satu masalah kesejahteraan Sosial[8] yang
sangat penting untuk segera diatasi mengingat populasinya yang cukup besar
dalam masyarakat dan semakin hari populasinya bertambah. Masalah kemiskinan
yang dihadapi terutama oleh negara-negara yang sedang berkembang seperti
Indonesia memang sangatlah kompleks. Kemiskinan merupakan masalah dalam
pembangunan yang bersifat multidimensional, yang berkaitan dengan aspek sosial,
ekonomi, budaya, dan aspek lainnya. Seringkali pemikiran mengenai kemiskinan
lebih banyak menekankan pada segi-segi emosional atau perasaan yang diselimuti
oleh aspek moral dan kemanusiaan, ataupun masih bersifat partisan karena
bersangkut paut dengan alokasi sumber daya, sehingga usaha memahami hakekat
kemiskinan itu sendiri menjadi kabur. Akibat yang dialami dengan keadaan seperti
ini adalah, usaha penanggunalangan kemiskinan bersifat parsial, tidak
komprehensif, serta hasil yang dicapai dari segala upaya penanggulangan
tersebut menjadi tidak tepat sasaran.
Disadari semakin kompleksnya masalah sosial
dalam hal ini adalah kemiskinan baik secara kultural maupun struktural. Hal ini
mendorong pelaksanaan upaya pemecahan masalah sosial yang lebih sistematis,
profesional dan lebih berkesinambungan.[9]
Pemerintah melalui Kementerian Sosial telah lama merencanakan dan
banyak melaksanakan program dan usaha-usaha kesejahteraan sosial bagi para
penyandang masalah kesejahateraan sosial (PMKS), Untuk
mengatasi kemiskinan di Indonesia berbagai program penanggulangan kemiskinan
telah digulirkan oleh Pemerintah sejak era Orde Baru hingga saat ini.
Beberapa program penanggulangan kemiskinan
berbasis pemberdayaan masyarakat yang
pernah dilaksanakan yaitu : Kredit Usaha Kecil (KUK), Kredit Industri Kecil
(KIK), Kredit Candak Kulak (KCK), Inpres Desa Tertinggal (IDT), Padat Karya,
Jaring Pengaman Sosial- Program Daerah Mengatasi Dampak Krisis Ekonomi
(JPS-PDMDKE), Program Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Daerah (P2MPD),
P4K, TPSP-KUD, Unit Ekonomi Desa dan Simpan Pinjam (UEDSP), Pengembangan
Kawasan Terpadu, Program Pengembangan Kecamatan (PPK), Program Penanggulangan
Kemiskinan Perkotaan (P2KP).
Kelompok
program ini bertujuan untuk melakukan pemenuhan hak dasar, pengurangan beban
hidup, serta perbaikan kualitas hidup masyarakat miskin. Program ini
dianalogikan dengan pemberian ikan kepada masyarakat miskin dan kelompok rentan
lainnya seperti kaum miskin, lansia, korban bencana dan konflik, penyandang
cacat, komunitas adat terkecil, yang jumlahnya 19,1 juta Rumah Tangga Sasaran
(RTS) secara nasional. Program ini
meliputi : Jaminan Kesehatan Masyarakat, Bantuan Operasional Sekolah (BOS),
Bantuan Langsung Tunai (BLT), Beras untuk Rumah Tangga Miskin (Raskin), Bantuan
Tunai Bersyarat (BTB) atau Program Keluarga Harapan (PKH), Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat Mandiri-Perkotaan (PNPM Mandiri Perkotaan), Program
Pemberdayaan Fakir Miskin Melalui Bantuan Langsung Pemberdayaan Sosial
(PPFM-BLPS) atau dikenal dengan Kelompok Usaha Bersama Ekonomi (KUBE), dan
Padat Karya Produktif serta Kredit Usaha Rakyat (KUR), Bantuan untuk
Pengungsi/Korban Bencana.
Menindaklanjuti
pelaksanaan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan yang telah
ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, dan dalam rangka desentralisasi dan otonomi
daerah saat ini, Pemerintah Daerah berperan besar untuk menanggulangi
kemiskinan. Pemerintah Daerah dengan didukung stakeholders dan masyarakat,
dapat mengembangkan prakarsa untuk menyusun berbagai kebijakan dan melaksanakan
program-program penanggulangan kemiskinan yang berbasis pemberdayaan
masyarakat. Pemerintah Daerah juga dapat berperan dengan menyediakan dana atau
program pendamping untuk pelaksanaan program-program dari Pemerintah Pusat.
Dengan adanya kondisi sosial seperti ini, tentunya dibutuhkan
peran Optimalisasi Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) mulai dari program
pengentasan kemiskinan hingga ketersediaan pekerja sosial yang berperan
langsung di lapangan untuk turut mengambil peran pada upaya pengentasan
kemiskinan. Tentunya juga dibutuhkan dukungan terpadu dan sinergis baik dari
pihak Kementerian Sosial melalui Dinas Sosial Propinsi, lembaga-lembaga sosial
pemerintah, maupun lembaga sosial non pemerintah.
Kebijakan pemerintah melalui lembaga-lembaga sosial, baik lembaga
sosial pemerintah, maupun lembaga sosial non pemerintah sangat penting untuk
dikaji aplikasinya, mengingat antara Undang-Undang yang mengatur tentang
kesejahteraan sosial dan Undang-Undang tentang masyarakat miskin.
Kebijakan pemerintah menyangkut Sosial Works (Pekerja
Sosial) sangat dibutuhkan partisipasinya, baik sebagai perpanjangan tangan dari
pemerintah, mewakili lembaga maupun instansi pelayanan sosial karena
memang profesinya selaku pekerja sosial.
Objek lain juga menjadi sumber informasi adalah Dinas sosial kota Makassar
yang telah membina beberapa kelompok usaha bersama dalam upaya penaggulangan
kemiskinan, upaya tersebut juga
dilaksanakan oleh Mahasiswa Kesejahteraan Sosial UIN Alauddin Makassar, namun
pada model yang terbatas selaku potensi dan sumber kesejahteraan sosial. Walau
pengalaman dilapangan masih minim, tetapi teori-teori yang didapatkan dibangku
perkuliahan yang dipadukan dengan realitas yang terlihat di jalan menjadi
patokan dan bisa menjadi bahan acuan bagi pekerja sosial untuk menjalankan
profesinya.
Agar tidak terjebak pada dikotomi berfikir, maka seluruh aspek,
baik kebijakan pemerintah melalui Kementerian Sosial, Pelaksana atau pengelolah
Program Kelompok Usaha Bersama lingkup Dinas Sosial Kota Makassar, Pendamping yang dalam hal ini adalah
pekerja sosial, maupun Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Wanita Mandiri
Kelurahan Pa’baeng-baeng kecamatan Tamalate Kota Makassar sebagai kelompok
binaan, sejatinya memberikan informasi yang jelas tentang indikator
keberhasilan program pemerintah dalam upaya pengentasan kemiskinan berupa KUBE
ini.
A.
Rumusan Masalah
Berangkat dari uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan proposal
ini, yaitu : “Bagaimana pengaruh program Kelompok Usaha Bersama (KUBE) terhadap
upaya pengentasan kemiskinan di Kelurahan Pa’Baeng-baeng Kecamatan Tamalate
Kota Makassar, dengan sub masalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana peran program
Kelompok Usaha Bersama dalam menekan angka kemiskinan di Kelurahan
Pa’Baeng-baeng Kecamatan Tamalate Kota Makassar?
2.
Upaya-upaya apa saja yang
dilakukan mitra kelompok usaha dalam program Kelompok Usaha Bersama (KUBE)
sebagai upaya pengentasan kemiskinan di Kelurahan Pa’Baeng-baeng Kecamatan
Tamalate Kota Makassar?
3.
Faktor-faktor apa saja
yang menjadi hambatan program Kelompok Usaha Bersama sebagai upaya pengentasan
kemiskinan di Kelurahan Pa’Baeng-baeng Kecamatan Tamalate Kota Makassar ?
B.
Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, maka penulis dapat
menggambarkan Hipotesa atau jawaban sementara sebagai berikut:
1.
Program KUBE yang telah
dirancang untuk mengurangi angka kemiskinan belum bisa mewakili seluruh
kebutuhan masyarakat, hanya mereka yang membutuhkan jasa atau layanan yang
secara tidak langsung bisa menikmati hasil dari program tersebut.
2.
Secara Struktural, program Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Wanita
Mandiri telah memberikan pengaruh dan dampak yang bermakna bagi masyarakat, khususnya
bagi warga di Kelurahan Pa’Baeng-Baeng
3.
Kendala atau hambatan
yang dihadapi oleh pengelola Program KUBE adalah anggaran yang terbatas
sehingga program hanya bisa dikerjakan oleh orang terbatas, sementara salah
satu indikator yang tepat untuk menanggulangi kemiskinan adalah menciptakan
lapangan kerja untuk jumlah orang yang tak terbatas.
C.
Ruang Lingkup Penelitian
Untuk memperjelas arah dan maksud pembahasan, maka penulis akan
menguraikan secara rinci ruang lingkup penelitian yang terdapat dalam judul “Upaya pengentasan Kemiskinan
melalui program kelompok Usaha Bersama (Study kasus KUBE Wanita Mandiri Kel. Pa’baeng-Baeng Kec. Tamalate)” yakni:
1. Pada
penelitian ini peneliti ingin meneliti Kelompok Usaha Bersama (KUBE) yang
berlokasi di Kelurahan Pa’baeng-Baeng Kecamatan Tamalate. Kelompok Usaha Bersama (KUBE) adalah suatu kelompok yang dibentuk oleh warga/keluarga-keluarga binaan
sosial yang terdiri dari orang-orang/keluarga-keluarga kurang mampu
(prasejahtera) yang menerima pelayanan sosial melalui kegiatan Program
Pemberdayaan Fakir Miskin. KUBE terdiri atas 10 orang (KK) fakir miskin yang
telah terpilih melalui seleksi sebagai Keluarga Binaan Sosial (KBS),
adanya kemauan anggota KUBE untuk bekerja secara kelompok dan adanya kesamaan
minat dari anggota untuk melaksanakan suatu jenis usaha
( UEP / UKS ) melalui kegiatan kelompok.[10]
2. Pengentasan
Kemiskinan
berarti Memecahkan, menuntaskan, memperbaiki, menguasai, mengendalikan,
menyelesaikan masalah kemiskinan.[11]
Kaitannya dengan judul adalah menganalisis efektivitas program kelompok usaha
bersama dalam menyelesaikan masalah kesejahteraan sosial yaitu kemiskinan.
D.
Kajian Pustaka
Pada skripsi yang berjudul “Upaya pengentasan Kemiskinan
melalui program kelompok Usaha Bersama (Study kasus KUBE Wanita Mandiri Kel.pa’Baeng-Baeng
Kec. Tamalate”, penulis
mengemukakan beberapa literatur sebagai berikut:
1.
Departemen Agama RI Al-Qur’an dan terjemahannya
terbitan Depag. Terdapat dalam surat Al
Isra ayat 26 tentang larangan bersikap boros dan anjuran untuk saling tolong menolong.
2.
Badan Pelatihan dan Pengembangan Sosial Departemen Sosial
RI dengan judul Permasalahan Sosial di Indonesia membahas tentang
kontribusi pelatihan dan pengembangan
dalam perumusan kebijakan kesejahteraan sosial.
3.
Bachtiar Chamsyah dalam buku pembangunan kesejahteraan
sosial di Indonesia upaya menangani permasalahan kemiskinan, mengungkapkan
bahwa tujuan pembangunan kesejahteraan sosial adalah meningkatnya kualitas
hidup penyandang masalah sosial dan kepedulian serta partisipasi sosial
masyarakat.
4. Dari
beberapa hasil penelitian di atas peneliti merasa bahwa upaya pengentasan
kemiskinan melalui Kelompok Usaha Bersama (KUBE) dapat membantu memulihkan
kondisi masyarakat dari kondisi miskin menjadi masyarakat berkesejahteraan
sosial.
E.
Metode Penelitian
Sebagaimana layaknya suatu penelitian ilmiah, maka penelititan
tersebut memiliki objek yang jelas untuk mendapatkan data yang autentik,
teknik pengumpulan data dan analisis data yang akurat, maka dalam skripsi ini
penulis menggunakan metode Penelitian sebagai berikut:
1.
Jenis
Penelitian
Pada penelitian ini,
peneliti akan menggunakan jenis penelitian studi kasus, studi kasus adalah metode pengumpulan data yang bersifat integrative
dan komprehensif. Integrative artinya
menggunakan berbagai teknik pendekatan dan bersifat komprehensif
yaitu data yang dikumpulkan meliputi seluruh aspek pribadi individu secara
lengkap.
2.
Metode
Pengumpulan Data
a.
Observasi
Pengamatan ini dilakukan
dengan cara observasi partisipan, yaitu dengan menggunakan alat bantu berupa
alat tulis menulis. Peneliti memperhatikan segala hal yang erat kaitannya
dengan Masalah yang dihadapi keluarga yang tergabung dalam kelompok usaha
bersama.
b.
Wawancara
Dalam mengumpulkan data,
penulis mengadakan wawancara mendalam melalui keterangan dari informan
pangkal yang dapat memberikan kepada peneliti petunjuk lebih lanjut tentang
adanya Indvidu lain dalam masyarakat yang dapat memberikan
berbagai informasi atau keterangan lebih lanjut yang diperlukan.
c.
Angket
Angket (questioner) adalah
sejumlah pertanyaan yang tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi
dari responden. Kuesioner dipakai untuk metode instrumen. Jadi, dalam menggunakan metode angket atau kuesioner,
instrumen yang dipakai adalah angket atau kuesioner.
3.
Instrumen
penelitian
Pada pengamatan observasi,
instrument yang dibutuhkan adalah kamera, buku tulis, pulpen, serta alat
pengolahan data. Instrument yang digunakan pada metode pengumpulan data
wawancara penelitian adalah questiner,
alat perekam suara, pulpen dan kertas. Instrumen pada metode angket
bermacam-macam, ada angket terbuka dan tertutup, ada angket pilihan ganda,
isian, chek list (daftar cek), dan skala bertingkat. Adapun instrumennya
adalah kertas, pulpen, dan lembar isian angket.
4.
Teknik
Analisis Data
Mayoritas data yang
dipergunakan dalam pembahasan skripsi ini bersifat kualitatif. Oleh
karena itu, dalam memperoleh data tersebut dipergunakan metode pengolahan
data yang sifatnya kualitatif. Demikian pula dalam menganalisa data yang telah
dikumpulkan juga tidak digunakan teknik analisa data yang sifatnya static.
Sehingga dalam mengelolah data, maka teknik analisis yang digunakan antara lain
sebagai berikut:
a.
Analisis
Induktif, yaitu suatu teknik
berpikir atau menganalisa data dari masalah yang bersifat khusus (micro)
kemudian menarik kesimpulan secara umum (makro). Dalam hal ini, sutrisno
hadi menjelaskan bahwa : berpikir induktif berangkat dari fakta yang khusus,
peristiwa yang konkrit , kemudian ditarik generalisasi yang bersifat umum.[12]
b.
Analisis
Deduktif, yaitu menganalisah data
dengan jalan mengawali dari masalah-masalah yang bersifat umum kemudian menarik
kesimpulan secara khusus. Atau dengan kata lain bahwa metode deduktif ini
berangkat dari pengetahuan-pengetahuan yang bersifat umum, kemudian menarik
kesimpulan yang bersifat khusus.[13]
c.
Analisis
Komparatif, artinya menganalisa data
dengan jalan membandingkan antara satu pendapat atau data dengan data dan
pendapat yang lain kemudian menarik kesimpulan. Jadi dalam menganalisa data
yang telah dikumpulkan penulis hanya menggunakan teknik analisis data yang
sifatnya perbandingan.[14]
Dalam metode komparatif inilah melalui variable-variabel tertentu
yang berkaitan dengan Upaya peningkatan kesejahteraan sosial melalui program
kube dapat memberikan informasi secara rinci sesuai dengan yang dibutuhkan
peneliti.
F.
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.
Tujuan Penelitian
Setiap penelitian yang dilakukan oleh seseorang atau lembaga pada
dasarnya memiliki tujuan tertentu, adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
a.
Untuk mengetahui upaya-upaya
yang dilakukan mitra kelompok usaha dalam program Kelompok Usaha Bersama (KUBE)
sebagai upaya pengentasan kemiskinan di Kelurahan Pa’Baeng-baeng Kecamatan
Tamalate Kota Makassar.
b.
Untuk mengetahui bagaimana
peran serta sumbangsi program “Kelompok Usaha Bersama” dalam menekan angka
kemiskinan di Kelurahan Pa’Baeng-baeng Kecamatan Tamalate Kota Makassar.
c.
Untuk mengetahui faktor-faktor
apa saja yang menjadi hambatan program Kelompok Usaha Bersama sebagai upaya
pengentasan kemiskinan di Kelurahan Pa’Baeng-baeng Kecamatan Tamalate Kota Makassar.
2.
Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dari penelitian ini dapat
dikemukakan sebagai berikut:
a.
Memberikan informasi
tentang usaha kesejahteraan sosial yang telah digulirkan oleh Pemerintah
melalui Program Kelompok Usaha bersama ini.
b.
Memberikan informasi
atau data seputar peranan Program KUBE dalam menekan angka kemiskinan di Kota
Makassar, Khususnya di Kelurahan Pa’baeng-baeng Kecamatan Tamalate.
c.
Memberikan informasi
tertang kendala-kendala dan keberhasilan program KUBE di Kelurahan
Pa’baeng-baeng Kecamatan Tamalate Kota Makassar.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharismi. Prosedur
Penelitian suatu Pendekatan Proposal (Cet. X; Jakarta: Rineka Cipta 1996)
Bachtiar Chamsyah, Menteri
Sosial Republik Indonesia Pembangunan
Kesejahteraan Sosial di Indonesia Upaya Menangani Permasalahan Sosial
Kemiskinan, Maret 2007
Badan Pelatihan dan
Pengembangan Sosial Departemen Sosial RI, Permasalahan
Sosial di Indonesia (Kontribusi Pelatihan dan Pengembangan dalam prumusan
kebijakan Kesejahteraan Sosial), Pusat Penelitian dan Pengembangan Usaha
Kesejahteraan Sosial: Edisi 3, Salemba Raya-Jakarta, 2006.
Bungin, Burhan. Metodologi
Penelitian Kualitatif, Komunikasi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya (Cet
I; Jakarta: Kencana Pranada Media Group, April 2007)
Bungin, Burhan. Metodologi
Penelitian Kuantitatif, Komunikasi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya (Edisi
I, Cet III; Jakarta: Kencana Pranada Media Group, 2008)
Hadari Nawawi, Metode
Penelitian Bidang Sosial (Cet VIII; Yogyakarta: Gajah Mada University
Press)
Husaini
Usma dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, (Cet. IV;
Jakarta: Bumi Aksara, 2001)
Http://Www.Depsos.Go.Id/Unduh/Uu-Kesos-No11-2009.Pdf
Arah, tujuan, visi, misi, kebijakan dan
strategi Pembangunan kesejahteraan (mei 2012)
Http://perencanaan.depsos.go.id/dtbs/slot/analisis/renstra_kl/06190513112007_
bab%2036.pdf (mei 2011)
Http://Jokosiswanto77.Blogspot.Com/2010/08/Bab-2-Ayat-Ayat-Al-Quran-Tentang.Html,
tanggal 7 juni 2012
Http://Id.Wikipedia.Org/Wiki/Kemiskinan,
tanggal 2 juni 2012
Http://pekerjasosialtuban.wordpress.com/2011/08/25/kube-pemberdayaan-fakir-miskin/
Http://www.artikata.com/arti-387960-menanggulangi.html.tanggal
10 juni
2012Http://Harismubarak.Blogspot.Com/2012/03/Siapa-Yang-Bertanggung-Jawab-Terhadap.Html,
1 juni 2012
Kitab Suci Al Qur’an,
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Semarang:
PT. Karya Toha Putra 2002)Subagyo, Joko. Metode Penelitian Teori dan
Praktek, (Cet. II; Jakarta: Rineka Cipta, 1997)
Mardalis, Metode
Penelitian, Suatu pendekatan Proposal, Cet. V; Jakarta, Bumi Aksara, 2002.
Maulana,
Dr. Rizky, Kamus Pintar Bahasa Indonesia, Penertbit PT. Lima Bintang;
Surabaya 2009. h. 442
Pos Kota, Kemensos Berdayakan Kube di Desa,
Jakarta: Rabu 5 oktober 2011
Sulhan
Yassin, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (KBI-SAKU), Penertbit Amanah;
Surabaya, tahun 2007. h. 363Waristo,
Herman. Pengantar Metodologi Penelitian (Jakarta: Graedia Pustaka Utama,
1992)
Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 11 Tahun
2009 tentang Kesejahteraan Sosial
Www.Bappenas.Go.Id/Get-File-Server/Node/8429,
Data Pemberdayaan Kelembagaan Kesejahteraan Sosial tahun 2004-2009, Mei 2012
[1] Departemen Agama Republik Indonesia, Al-qur’an & Terjemahannya (cet ke 3, Depag. h.745)
[2] Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan
Tafsirnya jilid V, edisi yang disempurnakan (Jakarta: Lentera abadi, 2010),
h. 465 – 466.
[4] www.bappenas.go.id/get-file-server/node/8429,
Data Pemberdayaan Kelembagaan Kesejahteraan Sosial tahun 2004-2009, Mei 2012
[5] Badan Pelatihan dan Pengembangan Sosial Departemen
Sosial RI, Permasalahan Sosial di
Indonesia (Kontribusi Pelatihan dan Pengembangan dalam prumusan kebijakan
Kesejahteraan Sosial), Pusat Penelitian dan Pengembangan Usaha
Kesejahteraan Sosial: Edisi 3, Salemba Raya-Jakarta, 2006. h. 155
[6] ibid
[7] Ibid
[8] Dinas Sosial
dan Tenaga Kerja kabupaten Kuningan. Penyandang
Masalah Kesejahteraan Sosial, http://www.kuningankab.go.id/sosial-kemasyarakatan/penyandang-masalah-kesejahteraan-sosial
(20 maret 2011)
[9] Bachtiar Chamsyah dan mu’mang Nuryana,Badan pelatihan dan pengembangan sosial Departement sosial Republik
Indonesia:Dimensi religi dalam kesejahteraan sosial (Jakarta:Balatbang
Depsos ,2003),h.9
[11] http://www.artikata.com/arti-387960-menanggulangi.html
tanggal 10 juni 2012
[12]. Suharismi Arikunto, Prosedur Penelitian suatu Pendekatan
Proposal (Cet. X; Jakarta: Rineka Cipta 1996), h.128
[13] Sutrisno Hadi, Op. Cit., h. 12
[14]. Ibid., h. 13
Comments
Post a Comment
شُكْرًا كَثِرًا
Mohon titip Komentarnya yah!!
وَالسَّلامُ عَليْكُم