Topik
diskusi selalu berkaitan dengan kondisi kekinian atau juga beerkaitan dengan
suatu momentum. Orang akan berbicara bola ketika ada pesta kompetisi
persepakbolaan begitu juga ngobrol terkait politik praktis akan menjadi
perbincangan hangat saat menjelang pesta demokrasi. Begitulah diskusi dan debat
menjadi hangat dan dingin.
Salah
satu Topik yang sedang hangat hari ini adalah politik praktis. Tentu di bulan
mei tahun 2018 ini Momentum tersebut sudah mulai ramai diperbincangkan, baik
orang yang terlibat langsung maupun orang yang hanya sekedar mengamati prosesnya,
bahkan pelajar pun sebagian sudah tertarik untuk memperbincangkan hal ini.
Menjelang
pesta rakyat kali ini kami sebagai pengamat politik turut menikmati dialektika
dan aksioma perpolitikan. Diantara kami ada yang mencoba menakar diri untuk
memanfaatkan peluang merebut kursi pada pesta demokrasi kali ini. Sesekali ada
mencoba menuangkan gagasan dengan paparan potensi yang terukur.
Kata
teman kami “mari kita memanfaatkan
peluang ini, kita bisa menang jika kita bersatu dan ini adalah peluang besar
bagi kita, kita lebih dekat pada masyarakat dan kita bergelut disana, sisa
memperkuat diri dengan beberapa amunisi, kita ini orangnya sudah jadi dan lebih
pasti”.
Lalu
teman yang lain mengatakan “saya tidak
tertarik bermain politik sebagai aktor utama, tapi saya bisa berperan sebagai
pendukung. Bagi saya politik pileg maupun pilkada adalah suatu jalan yang
praktis menuju tercapainya cita-cita. Memang kita diberi jalan menempuh jalan
yang praktis dalam politik tapi saya tetap memegang teguh prinspi “setiap pada
proses dan kegigihan dalam berjuang”, saya kurang sepakat jika saya dibentuk
dari pendidikan, menempuh karir, silaturrahim dan segala bentuk interaksi
secara praktis. Saya lebih tertarik dengan proses panjang yang mendidik dan
melatih mental, amal dan nalar saya. Tapi tidak berarti saya melepas diri dari
interaksi politik. Kita ini tidak bisa melepas diri dari politik karena
pemimpin kita (eksekutif) dibentuk secara praktis, anggota legislatif demikian
dan sudah pasti mereka adalah pilihan kita”.
Selektif
dalam memilih pemimpin maupun legislatif sudah sewajarnya berlaku dalam
masyarakat. Hanya saja black campain
masih menjadi persoalan, meskipun diluar dari cara tersebut masih adalah
hal-hal yang bisa mengalahkan politik uang antara lain kekerabatan atau
kedekatan emosional pada suatu tempat, meskipun ditempat lain politik uang
masih sangat potensial untuk memenangkan suatu kandidat.
Sebetulnya
yang terpenting adalah kemampuan personal dari seorang kandidat untuk
bertarung. Yang dimaksud mampu adalah elektabilitas yang terdiri dari populer,
memiliki karya, cerdas, punya attitude
dan juga memiliki modal sebagai penggerak. Jaringan personal maupun kolektif
dan modal uang untuk membayar ongkos politik merupakan mesin yang mampu
menggerakkan kendaraan menuju kesuksesan.
Comments
Post a Comment
شُكْرًا كَثِرًا
Mohon titip Komentarnya yah!!
وَالسَّلامُ عَليْكُم