Islam pernah menjadi Isnpirasi Dunia saat berada pada
puncak keemasannya (Kekhalifahan Bani Abbas – Khalifah Harun Al-Rasyid), saat
itu, peradaban dunia menjadi milik orang-orang Islam. Namun setelah itu, terjadi pergeseran oleh Internal dan Eksternal umat islamitu sendiri.
Belakangan ini, khususnya di Indonesia, masyarakat
Islam sibuk berdebat soal nilai (halal atau haram, baik atau buruk, surga atau
neraka, sesat atau selamat, dll.) sementara terbelakang soal strategi (siasat
atau efektivitas yang mengurai untung atau ruginya sebuah perjuangan dan
kesatuan serta kejayaan umat Islam). Pribadi menduga bahwa ada yang sengaja
menggeser Panji Islam, khususnya Indonesia sehingga keseimbangan antara
strategi perjuangan tidak seimbang.
Sebagai contoh, ini adalah kutipan status “Syi'ah bikin dongkol saja,, makin
menjadi2 dan makin berulah. Sepertinya Indonesia siap2 menghadapi keributan
yang besar antara ahlus sunnah dan syi'ah. disisi Ahlus sunnah mati dlm
memerangi syi'ah atau orng kuffar adalah syahid,,di sisi Syi'ah pun demikian
mati memerangi ahlus sunnah yg bagi mereka bwha ahlus sunnah adalah pengkhianat
ummat ini dan semuanya kafir adalah syahid. Jd Syi'ah pun tak segan2 dan tak
takut untuk berjihad melawan ahlus sunnah wal jama'ah... mereka memakai ayat yg
sama dgn Ahlus sunnah di dlm Al-Qur'an untuk memaknai jihad yg sesungguhnya.
Bagi Syi'ah suatu kemuliaan yg tinggi bisa mengalirkan darah kaum ahlus sunnah.-(Klik Linknya disini)” Dari salah satu jejaring sosial. Jelas bahwa ini
adalah bentuk ketidak sepahaman, dengan demikian akan memunculkan perdebatan
nilai soal kafir atau tidaknya seseorang/kelompok. Lalu apa bentuk perjuangan
Islam untuk kejayaan Agama?
Sejatinya kita lebih banyak membahas tentang strategi
dan aksi sosial yang bernuansa Islam ketimbang harus berperang dengan saudara
seiman, yaitu mereka yang beriman kepada Allah dan yang disyari’atkan-Nya serta
berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Al-Hadist.
Sedikit menanggapi perdebatan sektoral yang
menghabiskan tenaga untuk sebuah ego bahwa sesungguhnya yang benar adalah
mereka yang memiliki pedoman, baik lahiriah maupun secara mental spiritual dan
pendapat tersebut tidak memiliki cacat, maka itulah yang benar. Namun jika ada
bantahan dengan bukti yang nyata maka kesimpulan itulah yang benar. Sekali lagi,
yang benar adalah yang bisa mempertanggungjawabkan pendapatnya berdasarkan
bukti-bukti yang nyata dan memiliki rujukan (Al-Qur’an dan Al-Hadist).
Hanya orang Egois yang keras dan hanya membenarkan
pendapat kelompoknya. Ilmu Seluruh
Manusia itu tidak lebih dari sebiji pasir di jagad raya ini jika dibandingkan
Ilmu Allah swt. Sebagaimana potongan ayat “Wa maa utiitum minal ‘ilmi illah
kalilan”. Satu lagi yang unik soal ilmu dan manusia, yaitu laksana orang
buta yang meraba suatu benda (semisal mobil) maka semuanya akan berkesimpulan
lain berdasarkan apa yang diraba dan dirasakannya. Itulah uniknya manusia,
makanya perdebatan itu unik dan asyik, apalagi kalau jadi penonton dari
orang-orang galau berdebat. Yang pasti adalah, kita tidak boleh menyalahkan
orang buta dari apa yang mereka simpulkan dari pengamatannya.
Ini sedikit cerita unik soal kelompok yang terbiasa
menyalahkan kelompok lain. Katanya sih dialah satu-satunya kelompok yang benar
lalu menyalahkan yang lain dengan alasan kelompok mereka punya sumber yang
tepat sementara kelompok yang lain sesat karena tidak karena memiliki pedoman
yang sama (itu katanya). Lalu apa jadinya jika kelompok seperti demikian lebih
dari satu sekte?? Kemungkinan terbaik adalah berdebat dan saling menjatuhkan
satu sama lain namun kemungkinan terburuk adalah saling menumpahkan darah dan
mengkafikan atas nama Tuhan. Kalau pribadi berkomentar, yakin saja dengan
Al-Qur’an dan Sunnah bahwa itulah sumber kebenaran, jika terdapat kekeliuan
atau melihat kekeliruan dari orang yang sumber sama, maka bermusyawarahlah,
namun jika hasilnya tetap sama, sejatinya tetap berpedoman pada keyakinan
masing-masing dan meminimalkan perpecahan.
Damai itu Indah, yang
penting bukan kata mereka “kolonial – imperial – neoliberalisme” karena mereka
punya tujuan ekonomi politik yang merusak. Indonesia tidak cinta damai untuk
penjajah, begitupun agama ini.
Comments
Post a Comment
شُكْرًا كَثِرًا
Mohon titip Komentarnya yah!!
وَالسَّلامُ عَليْكُم